DAULAH Fatimiyah mengalami masa petumbuhan saat berada di bawah tiga Khalifah yaitu: Khalifah Ubaidillah Al-Mahdi (909-934 M), Khalifah Al-Qaim (934-946 M), dan Khalifah Al-Mansur (946-953 M). Pada masa ini ibu kota Daulah Fatimiyah masih berada di Moroko.
Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag. dalam bukunya berjudul “Sejarah Peradaban Islam” (Yayasan Pusaka Riau, 2013) menuturkan tidak lama setelah berdiri Daulah Fatimiyah di Maroko (909 M) maka Abdurrahman III yang memerintah Daulah Umayyah di Spanyol (921-961 M) tidak mau lagi memakai gelar Sultan karena itu dia memproklamirkan diri pula memakai gelar Khalifah di Cordova setelah memahami kelemahan Khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Oleh sebab itu pada waktu yang bersamaan terdapat tiga Khalifah di dunia Islam, Khalifah Daulah Abbasiyah di Baghdad, Khalifah Daulah Umayyah di Cordova dan Khalifah Daulah Fatimiyah di Mesir. Ketiga kekhalifahan itu satu sama lainnya tidak saling berhubungan di bidang politik tetapi berhubungan di bidang ilmu pengetahuan.
Dalam perkembangannya Daulah Fatimiyah ingin memindahkan ibu kota pemerintahan mereka ke Mesir untuk mempermudah pengaruh ke timur dan barat karena letak Mesir berada di antara keduanya, sementara Daulah Abbasiyah ingin mempertahankan Mesir jangan lepas dari wilayah pemerintahan mereka.
Maka selama 20 tahun pertama dari berdirinya Daulah Fatimiyah selalu terjadi pergolakan di antara dua pemerintahan tersebut untuk memperebutkan Mesir.
Pada tahun 1003 M/301 H, 4 tahun setelah Ubaidillah Al-Mahdi berkuasa, dia mengirim pasukan terdiri dari orang-orang Maroko dalam usaha hendak merebut Mesir. Pasukan itu langsung dipimpin oleh anaknya, Abu Al-Qasim, dibantu oleh Panglima Al-Kuttam ibn Yusuf. Pasukan ini berhasil menaklukkan kota Iskandariyah.
Akan tetapi Khalifah Daulah Abbasiyah Al-Muktadir mengirim pasukan dalam jumlah besar di bawah pimpinan Muamis Al-Khadim dan dia dapat mengalahkan tentara Daulah Fatimiyah di dekat Al-Jarirah.
Pasukan Daulah Fatimiyah terpaksa mundur balik ke Maroko. Dengan membawa bibit-bibit permusuhan yang semakin membara.
Usaha kedua, pada tahun 1009M/307 H, enam tahun kemudian, Khalifah Al-Mahdi dari Daulah Fatimiyah kembali mengirim pasukan di bawah pimpinan Abu Al-Qasim. Pasukan ini berhasil menaklukkan kota Iskandariyah dan Al-Jarirah, tetapi Daulah Abbasiyah mengirim pasukan besar lagi di bawah pimpinan Muannis Al-Khadam. Tentara Daulah Fatimiyah terpukul undur dan kapal-kapal mereka dibakar pasukan Abbasiyah.
Pasukan Daulah Fatimiyah terpaksa mundur kembali ke Maroko.
Usaha ketiga pada tahun 933 M/321 H. Khalifah Al-Mahdi kembali mengirim pasukan di bawah pimpinan Al-Jaisy ibn Ahmad Al-Maghribi. Khalifah Daulah Abbasiyah juga mengirim pasukan lagi di bawah pimpinan Ahmad ibn Thunghuj.
Pertempuran sengit kembali terjadi antara dua pasukan tersebut selama tiga tahun. Dalam pada itu Khalifah Ubaidillah Al-Mahdi meninggal dan digantikan anaknya Al-Qasim.
Al-Qasim sebagai Khalifah kedua Daulah Fatimiyah mengirim pasukan tambahan tetapi Daulah Ikhsyad yang pernah berkuasa di Mesir berpihak kepada Daulah Abbasiyah dan membantunya untuk mengalahkan tentara Daulah Fatimiyah sehingga pasukan Daulah Fatimiyah kalah. Mereka pun terpaksa mundur lagi ke Maroko.
Demikianlah usaha-usaha yang dilakukan Khalifah Daulah Fatimiyah pada masa pertumbuhan ini untuk merebut Mesir dari wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, tetapi pasukan Daulah Abbasiyah lebih unggul dari mereka.
Selain itu, penduduk wilayah Mesir masih berpihak kepada Daulah Abbasiyah sehingga pasukan Daulah Fatimiyah selalu kalah dan terpaksa mundur kembali ke Maroko.
Faktor ketidakberhasilan Khalifah Daulah Fatimiyah dalam penaklukan Mesir sebanyak tiga kali tersebut karena kurang memperhatikan situasi keamanan di dalam negeri terlebih dahulu. Keberhasilan ekspansi jelas ditentukan oleh stabilitas keamanan dalam negeri atau rapuhnya sosial ekonomi daerah sasaran.