Oleh: Dwi Taufan Hidayat
Di pagi Sabtu nan penuh cahaya,
kupanjatkan doa dengan sukma yang lara.
Ampunilah dosa, ya Rabb yang mulia,
dosa kami, orang tua, dan keluarga.
Limpahkan umur penuh manfaat,
sehat yang afiat, jauh dari laknat.
Tunjuki kami jalan yang lurus,
jalan yang Engkau ridhoi terus.
Jadikan hati selalu bersyukur,
atas nikmat-Mu yang tiada terukur.
Berikan kebaikan dunia akhirat,
jauhkan kami dari siksa berat.
Ya Allah, Engkau Maha Pengasih,
di tangan-Mu segala takdir tertulis.
Rahmat-Mu luas tiada terperi,
kami berserah, tunduk, dan sujud diri.
Rona Harapan di Senja Tobat
Saat gelap mendekap jiwa yang resah,
tertatih langkah, tersandung lelah.
Namun cahaya tak pernah punah,
bagi hati yang bersimpuh pasrah.
Dosa terukir, luka menganga,
tapi air mata menjadi cahaya.
Menunduk malu di hadapan-Nya,
hancur ego, luruh nestapa.
Tak semua sujud bernilai tinggi,
tak semua bangkit menuju janji.
Yang tertidur bisa lebih suci,
daripada yang pongah dalam bakti.
Bukan amal yang membuat mulia,
tapi hati yang tunduk dalam nestapa.
Bukan dosa yang menjerumuskan,
tapi angkuh yang menutup harapan.
Jangan kau hitung langkahmu sendiri,
jangan kau bangga atas diri.
Sebab yang menangis dalam sunyi,
bisa lebih dekat dari yang berdiri.
Harapan selalu ada bagi yang berdoa,
jalan terbuka bagi yang berusaha.
Bukan hasil yang jadi tanya,
tapi hati—tulus atau hampa.
Maka berlarilah, dalam ridha-Nya,
dengan taubat yang tiada dusta.
Lupakan amal, tangisi cela,
agar selamat dunia dan surga.
Doa di Kala Lapang
Jangan tunggu langit menggelap,
baru kau cari cahaya terang.
Jangan tunggu badai menyergap,
baru kau sujud dalam riang.
Saat lapang, jangan terlelap,
sebab doa bukan hanya keluh.
Sebut nama-Nya dalam tiap jejak,
agar hati tak mudah luluh.
Sebab yang mengingat saat bahagia,
takkan meraba saat derita.
Yang berdoa kala sejahtera,
takkan gundah saat terluka.
Maka panjatkan sebelum terhimpit,
bisikkan sebelum tersesat.
Sebab rahmat-Nya tak pernah sempit,
bagi hati yang terus dekat.