Rabu, Desember 4, 2024
No menu items!

Garin Nugroho Sebut 10 Tahun Jokowi Hanya sebagai Mandor

Fenomena pemimpin sebagai “mandor korporasi” dalam sejarah Nusantara terus terulang dan menjadi sebutan seloroh, seperti ungkapan “bangsa kuli dengan mental penjajah dan politikus mandor”.

Must Read

JAKARTAMU.COM | Sutradara, penulis skenario, dan produser film Garin Nugroho mengatakan pada era revolusi 1.0 ditandai penemuan mesin uap. Sejarah mencatat kapal-kapal laut tak hanya membawa perjalanan para ilmuwan ataupun pengelana, tetapi juga industriawan dan kolonialisme yang disertai barisan militer ke Nusantara untuk menemukan bahan mentah bagi kebutuhan industri, sekaligus menemukan daerah baru dan pelabuhan baru yang strategis.

“Oleh karena itu, penjajahan di Indonesia sesungguhnya sebagian besar adalah penjajahan oleh korporasi yang disebut sebagai VOC,” ujar Garin saat menyampaikan Pidato Kebudayaan bertajuk “Balas Budi untuk Rakyat” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta 10 November lalu.

Korporasi ini merupakan korporasi terbesar abad itu yang melebihi pengaruh Pan Arab dan Tionghoa pada abad modern.

Baca juga: Garin Nugroho: 10 Tahun Kita Diperlakukan sebagai Warganet, Bukan Warga Negara

Sejarah mencatat, beberapa raja di Nusantara bahkan takluk dalam penguasaan korporasi bersenjata VOC.

Raja dan para pejabatnya sesungguhnya hanya menjadi mandor VOC, alias pelaksana seluruh kerja korporasi dalam mengeruk kekayaan Nusantara dan menjadikan warga Nusantara seperti yang disebut Tjokroaminoto “setengah manusia” alias “sapi perahan”.

Para ahli meramalkan bahwa para pemimpin Nusantara yang tidak mumpuni dalam menghadapi perubahan zaman apa pun hanyalah akan menjadi mandor dari korporasi besar yang mengincar sumber daya alam Indonesia dan sumber daya tenaga kerja warga Indonesia.

Untuk menjaga pamor agar tidak terlihat sebagai mandor, para pemimpin tersebut sering kali mengulang pencitraan gaya raja Jawa, meski kejam dan mengeksploitasi rakyat untuk kepentingan diri, keluarga, dan oligarki, tetapi tetap terlihat populer.

Padahal, sesungguhnya kapasitas mereka hanya mampu menjadi mandor bagi korporasi.

Baca juga: Garin: Saatnya Kebudayaan Menjadi Panglima Bersama Ekonomi dan Politik

Fenomena pemimpin sebagai “mandor korporasi” dalam sejarah Nusantara terus terulang dan menjadi sebutan seloroh, seperti ungkapan “bangsa kuli dengan mental penjajah dan politikus mandor”.

Fenomena ini juga ditujukan pada 10 tahun pemerintahan Joko Widodo dan oligarkinya.

Contoh kecilnya adalah proses mewujudkan berbagai undang-undang yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti Undang-Undang Tenaga Kerja. Meski menyangkut kepentingan bangsa yang sangat luas, undang-undang tersebut dikerjakan dengan cepat tanpa sosialisasi memadai yang merupakan syarat demokrasi.

Selain itu, kunjungan-kunjungan ke daerah-daerah, bukan semata-mata daerah miskin, lebih sering terlihat sebagai kunjungan “mandor” daerah yang berhubungan dengan investasi besar.

Namun demikian, indeks popularitas Joko Widodo tetaplah tinggi. Kepopuleran tersebut dijaga dengan mengelola formula pencitraan “raja”.

Segala sesuatu seolah-olah wajib berasal dari “titah” dan “tangan raja” sebagai berkah untuk rakyat.

Sebutlah kartu pendidikan dan kesehatan yang seolah-olah merupakan pemberian langsung dari presiden, bukan dari kerja para menteri terkait.

Penunjukan seorang mahapatih yang berlatar belakang militer untuk mengkoordinasi seluruh aspek penyelenggaraan dan pelaksanaan hal-hal strategis, serta membangun berbagai simbolisme untuk menjaga popularitas, seperti aksi bercukur atau minum kopi di pasar, kerja bakti membersihkan got, dan pencitraan sebagai sosok yang dekat dengan adat dan agama.

Semua ini dilakukan untuk menciptakan kesan bahwa presiden adalah sosok yang sangat dekat dengan rakyat.

Baca juga: Rapor Merah Indonesia, Garin: Mampukah Pemerintah Berkoalisi dengan Rakyat?

Prabowo Ungkap Alasan Indonesia Sangat Mungkin Terseret Perang

KUPANG, JAKARTAMU.COM | Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan alasan Indonesia berpotensi terlibat perang. Dia berharap situasi damai Indonesia tak...

More Articles Like This