Istilah muallaf, meskipun sering disematkan pada orang yang baru masuk Islam, tidak selamanya relevan setelah mereka berada dalam Islam untuk waktu yang lama. Dakwah komunitas perlu lebih menekankan pada pembinaan jangka panjang agar mereka yang baru memeluk Islam benar-benar merasa diterima dan tidak hanya dipandang sebagai “proyek” dakwah.
Komunitas Profesi
Selain itu, dakwah komunitas juga bisa diterapkan dalam konteks urban atau di kalangan profesi tertentu, seperti di kalangan bankir atau profesional lainnya. Dalam hal ini, para da’i perlu memiliki pendekatan yang sesuai.
“Paradigma dakwah komunitas tidak harus di daerah terpencil. Bisa saja di kota metropolitan. Misalnya dakwah di bankir-bankir maka da’inya yang berangkat harus yang wangi-wangi,” terang Abdul Mu’ti.
Dakwah komunitas juga mengajarkan kita bahwa dakwah tidak hanya mengenai penyampaian pesan agama semata, tetapi lebih pada bagaimana kita menyesuaikan cara kita menyampaikan Islam dengan latar belakang, situasi, dan intelektualitas komunitas yang kita tuju.
Misalnya, dakwah kepada orang yang sedang berada dalam kesulitan, seperti penghuni lapas, harus bisa membangkitkan optimisme dan memberi harapan, tanpa terjebak pada pandangan sempit tentang dosa dan hukuman. Sementara itu, dakwah kepada kelompok muda harus lebih fokus pada nilai-nilai idealisme dan potensi masa depan mereka.
Dakwah komunitas menuntut para da’i untuk memiliki pendekatan yang lebih sensitif, memahami konteks dan karakteristik kelompok yang mereka tuju. Dengan penyampaian yang sesuai, dakwah dapat lebih diterima dan dipahami, dan umat Islam dapat merasakan manfaat yang lebih besar dari pesan-pesan agama yang disampaikan. Pendekatan yang berbasis pada kesamaan, kohesi sosial, dan relevansi konteks menjadi kunci utama dalam mengoptimalkan dakwah di era modern ini.