JAKARTAMU.COM | Abu Dzar al-Ghifari adalah sahabat Nabi Muhammad SAW. Ia termasuk yang paling awal masuk Islam (Assabiqunal Awwalun). Nama lengkapnya Jundub bin Junadah bin Sakan bin Sufyan bin Ubaid bin Waqi’ah bin Haram bin Ghifar bin Malil bin Dhamr bin Bakr bin Abdi Manat bin Kinanah.
Pada saat Utsman bin Affan menjadi khalifah, ia memilih oposisi. Salah seorang pemuka ahli hadis ternama ini menganjurkan Khalifah Utsman memperbaiki dan mengurangi kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin di kalangan Muslimin.
Soalnya, karena orang-orang Arab yang bermigrasi ke negeri-negeri yang sudah dibebaskan memperoleh kekayaan besar, sementara di samping mereka ada sebagian kaum Muslimin yang hidup miskin dan sangat kekurangan.
Muhammad Husein Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul “Usman bin Affan, Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan” (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menuturkan Abu Dzar juga mengecam kebijakan Utsman dalam soal pengangkatan dan pemberhentian pejabat.
Sesudah Utsman memerintahkannya pergi ke Syam, ia berangkat dan apa yang dikatakannya di Madinah dikatakannya juga di Syam, dan menganjurkan untuk menyantuni kaum fakir miskin.
Sementara ia menyebarkan seruannya itu Mu’awiyah bin Abi Sufyan berpendapat akan menguji kesungguhan niat Abu Dzar itu.
Suatu malam ia mengutus orang membawa uang buat dia seribu dinar. Keesokannya ia memberi isyarat kepada utusan itu untuk mengambil kembali uang tersebut disertai permintaan maaf bahwa uang itu dimaksudkan untuk yang lain.
Akan tetapi ternyata Abu Dzar sudah membagi-bagikan uang itu kepada kaum fakir miskin. Dengan demikian Mu’awiyah yakin bahwa Abu Dzar memang bersungguh-sungguh dengan seruannya itu.
Mu’awiyah merasa khawatir penduduk Syam akan terbawa oleh seruan Abu Dzar itu. Sudah banyak keluhan orang-orang kaya sehubungan dengan usahanya itu menjumpai kaum fakir miskin.
Ia menulis surat kepada Khalifah Utsman mengadukan hal itu. Sebagai balasannya Utsman meminta Mu’awiyah mengirimkannya kembali kepadanya. Sesudah tiba di Madinah Abu Dzar diizinkan tinggal di Rabzah, dan terus diberi tunjangan sampai meninggalnya.