JAKARTAMU.COM | Salah satu syariat yang diwajibkan oleh Allah kepada kaum muslimin di penghujung bulan Ramadhan adalah membayar zakat fithri. Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu beliau mengatakan,
فرَض رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم زكاةَ الفِطرِ، صاعًا من تمرٍ أو صاعًا من شعيرٍ، على العبدِ والحرِّ، والذكرِ والأنثى، والصغيرِ والكبيرِ، من المسلمينَ، وأمَر بها أن تؤدَّى قبلَ خروجِ الناسِ إلى الصلاةِ
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitri, berupa 1 sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada hamba sahaya maupun orang yang merdeka, baik laki-laki atau perempuan, baik anak kecil maupun orang dewasa dari kalangan kaum Muslimin. Dan beliau memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang keluar untuk shalat ‘Id.” (HR. Bukhari no.1503, Muslim no. 984)
Setiap muslim yang merdeka dan memiliki kelebihan makanan untuk diri dan keluarganya pada malam hari raya dan keesokan harinya, maka dia telah terkena kewajiban ini. Dia keluarkan zakat masing-masing 1 sha’ dari makanan pokok (berupa beras jika di Indonesia) atau setara 3 kg untuk masing-masing dirinya dan orang-orang yang berada di bawah tanggungannya (yang wajib ia nafkahi) seperti istri dan anak-anaknya.
Zakat fitri merupakan bentuk penyucian bagi orang yang berpuasa dari kesalahan dan kekurangan selama bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
“(Zakat fitri itu) sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan perbuatan kotor, serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat (‘Id), maka ia adalah zakat yang diterima. Namun, barang siapa yang menunaikannya setelah shalat, maka ia hanya dianggap sebagai sedekah biasa.” (HR. Abu Dawud no. 1609, Ibnu Majah no. 1827, Al-Hakim no. 1468)
Dari hadis ini, dapat dipahami bahwa zakat fitri bukan sekadar kewajiban sosial, melainkan juga memiliki dimensi spiritual yang dalam. Zakat ini menjadi penyempurna puasa kita, menghapus kekurangan yang mungkin terjadi selama Ramadhan, serta menjadi bukti kepedulian terhadap fakir miskin yang membutuhkan.
Dalam menyerahkan zakat fitri, tidak ada akad atau bacaan khusus yang diwajibkan. Namun, disunnahkan untuk membaca niat dalam hati, sebagaimana kaidah umum dalam ibadah. Beberapa ulama menganjurkan lafaz berikut:
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الفِطْرِ عَنِّي وَعَنْ مَنْ تَجِبُ عَلَيَّ نَفَقَتُهُ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالٰى
“Saya niat mengeluarkan zakat fitri untuk diri saya dan orang-orang yang wajib saya nafkahi, sebagai kewajiban karena Allah Ta’ala.”
Namun, cukup dalam hati pun sudah sah. Yang lebih penting adalah memastikan bahwa zakat ini diberikan kepada yang berhak sesuai ketentuan syariat.
Dengan demikian, zakat fitri bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi bentuk kepedulian sosial dan penghambaan kepada Allah. Semoga kita semua dimudahkan dalam menunaikannya dengan hati yang ikhlas dan niat yang tulus. Aamiin.