Senin, Desember 30, 2024
No menu items!

Ahlul Korup Wal Jamaah

Must Read

Akar Korupsi di Indonesia

Dari sudut pandang hukum, korupsi berasal dari “corruption” yang kata kerjanya ”corrumpere”. Kata ini berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikkan, dan menyogok, mencakup unsur-unsur; melanggar hukum yang berlaku, penyalahgunaan wewenang, dan memperkaya pribadi atau diri sendiri.

Masyarakat menggunakan istilah korupsi untuk menyebutkan serangkaian tindakan melawan hukum demi mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain.

Korupsi bukan hanya masalah hukum; ini adalah penyakit sosial yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa. Seperti diungkapkan Prof. Dr. Romli Atmasasmita, korupsi di Indonesia telah menjadi wabah yang sulit diberantas. Menurutnya, pencegahan lebih efektif dibandingkan pemberantasan, mengingat akar masalahnya yang kompleks.

Romli punya dua alasan untuk ini. Pertama, akar sejarah masa kerajaan-kerajaan di Nusantara. Kala itu, sudah biasa memberikan upeti kepada raja sebagai sebuah kewajiban bagi seluruh rakyat.

Kebiasaan ini berlanjut hingga masa modern dan makin parah dengan kebiasaan orang Tionghoa yang punya tradisi memberi hadiah sebagi ucapan terima kasih kepada abdi negara yang telah turut membantu kelancaran usaha mereka.

Tidak ada perasaan rugi karena biaya-biaya tersebut masuk bagian cost atau pengeluaran usaha. Alasan kedua, kata Romli, lemahnya produk penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi.

Baca juga: Prabowo Serius Berantas Korupsi, Ini Pesan Busyro Muqoddas

Faktor Penyebab Korupsi

Dalam kacamata agama, orang yang melakukan korupsi jelas tidak memiliki hati nurani. Mereka tidak mensyukuri nikmat Allah dalam rupa jabatan, kekuasaan, dan kekayaan dengan membantu (ta’awun) meringankan beban rakyat, terutama kaum dhuafa. Mereka mengingkarinya dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Korupsi sama dengan mencuri dan memakan harta atau hak orang lain atau lembaga yang dilakukan dengan cara batil melawan hukum Allah SWT maupun hukum negara. Tetapi kenapa korupsi terjadi?

Korupsi bukanlah tindakan yang terjadi begitu saja. Ada sejumlah faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan korupsi.

Seseorang yang bergaji kecil atau memiliki penghasilan pas-pasan mungkin tergoda untuk korupsi demi memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Ketika ada kesempatan, mereka akan memanfaatkannya.

Namun kendati punya penghasilan cukup, beberapa orang tetap melakukan korupsi karena terdorong keserakahan. Mereka ingin terus menumpuk kekayaan tanpa peduli pada konsekuensi moral atau hukum.

Pun, korupsi dalam lingkungan tertentu, korupsi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Pelakunya bahkan merasa gelisah jika tidak melakukannya karena budaya kerja di lingkungannya mendukung perilaku tersebut.

Korupsi juga bisa terjadi karena tekanan dari sistem yang korup. Dalam kasus ini, seseorang merasa tidak punya pilihan selain ikut-ikutan, bahkan mendapat dorongan dari keluarga atau rekan kerja untuk memanfaatkan peluang korupsi.

Baca juga: Presiden Prabowo: Hapus Dendam Politik, Kongkalikong, Korupsi dan Inefisiensi

More Articles Like This