Kamis, Januari 9, 2025
No menu items!
spot_img

Alasan Muslimah Dilarang Menikah dengan Lelaki Non-Muslim

Laki-laki Yahudi dan Nasrani tidak akan mengakui terhadap Islam, kitab Islam dan Nabinya orang Islam.

Must Read

JAKARTAMU.COM | Islam melarang perempuan Islam atau Muslimah menikah dengan lelaki non-Islam. Hal ini bisa dilihat dalam Quran surat Al-Baqarah ayat 221. Allah SWT befirman:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ

Artinya: “Jangan kamu kawinkan anak-anak perempuanmu dengan laki-laki musyrik sehingga mereka itu masuk Islam.” ( QS al-Baqarah : 221)

Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul “Halal dan Haram dalam Islam” menjelaskan lelaki muslim boleh menikah dengan perempuan ahli kitab, tetapi muslimah tidak boleh kawin dengan laki-laki lain, baik dia itu ahli kitab ataupun lainnya dalam situasi dan keadaan apa pun.

Selain ayat di atas, juga ada firman Allah tentang perempuan-perempuan mukminah yang turut hijrah ke Madinah:

“Kalau sudah yakin mereka itu perempuan-perempuan mukminah, maka janganlah dikembalikan kepada orang-orany kafir, sebab mereka itu tidak halal bayi kafir dan orang kafir pun tidak halal buat mereka (muslimah).” ( QS al-Mumtahinah : 10)

Menurut Al-Qardhawi, dalam ayat ini tidak ada pengecualian untuk ahli kitab. Oleh karena itu hukumnya berlaku secara umum.

“Yang boleh, ialah laki-laki muslim kawin dengan perempuan Yahudi atau Nasrani. Bukan sebaliknya, sebab laki-laki adalah kepala rumahtangga dan mengurus serta yang bertanggung jawab terhadap perempuan,” lanjut al-Qardhawi.

Dia menjelaskan Islam mengatakan, suami tetap memberikan kebebasan kepada perempuan ahli kitab untuk tetap berpegang pada agamanya sekalipun berada di bawah kekuasaan laki-laki muslim di mana suami muslim itu harus melindungi hak-hak dan kehormatan istrinya menurut syariatnya (Islam).

Akan tetapi agama lain, misalnya Yahudi dan Nasrani, menurut al-Qardhawi, tidak memberikan kebebasan terhadap istrinya yang berlainan agama dan tidak memberikan perlindungan terhadap hak-hak istrinya yang berbeda agama itu.

“Oleh karena itu, bagaimana mungkin Islam menghancurkan masa depan putri-putrinya dan melemparkan mereka ini di bawah kekuasaan orang-orang yang tidak mau mengawasi agama si istri baik secara kekerabatan maupun secara perjanjian?” ujar al-Qardhawi.

Prinsip ini adalah justru suami berkewajiban menghormati akidah istrinya supaya dapat bergaul dengan baik antara keduanya.

Sedang seorang mukmin juga beriman kepada prinsip agama Yahudi dan Nasrani sebagai agama samawi –terlepas dari persoalan perubahan-perubahan yang terdapat di dalam kedua agama tersebut– dia juga beriman kepada Taurat dan Injil sebagai kitab yang diturunkan Allah. Dia pun beriman kepada Musa dan Isa sebagai utusan yang dikirim Allah, keduanya adalah tergolong ulul azmi (yang berkedudukan tinggi).

Justru itu seorang perempuan ahli kitab yang berada di bawah kekuasaan suami muslim yang selalu menghargai prinsip agamanya, Nabinya dan kitabnya. Bahkan tidak akan sempurna iman si suami yang muslim itu melainkan dengan bersikap demikian.

Akan tetapi sebaliknya, bahwa laki-laki Yahudi dan Nasrani tidak akan mengakui terhadap Islam, kitab Islam dan Nabinya orang Islam. Untuk itu, bagaimana mungkin seorang muslimah dapat hidup di bawah naungan laki-laki lain, di mana agama si istri muslimah itu menuntut dia untuk menampakkan syiar-syiar, ibadah-ibadah dan kewajiban-kewajiban serta menetapkan beberapa peraturan tentang halal dan haram?

Bukankah suatu hal yang mustahil, bahwa seorang muslimah akan mendapat penghormatan terhadap akidahnya dan agamanya tetap dilindungi, sedang suaminya itu amat benci terhadap akidah si istri?

Islam mengajarkan bahwa penganut agama-agama Ibrahimiyah, seperti Yahudi dan Nasrani yang dikenal dengan sebutan ahli kitab. Dinamakan demikian karena mereka mengakui ajaran nabi-nabi yang membawa kitab suci dari Allah SWT, yaitu Taurat melalui Nabi Musa AS, Zabur melalui Nabi Daud AS, dan Injil melalui Nabi Isa AS.

Istilah ahli kitab banyak disebut di dalam Al-Qur’an. Menurut pandangan Islam, para ahli kitab tidak hanya dianggap kafir lantaran mereka tidak menerima kerasulan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga kafir dalam arti ‘mendustakan Allah’.

Meskipun sebagian dari mereka ada yang meyakini keesaan Allah SWT dan memegang hukum-hukum Tuhan seperti Taurat, Zabur, dan Injil yang diturunkan sebelum Al-Quran.

Dalam QS al-Maidah ayat 5 disebutkan, Allah SWT memberikan beberapa hak istimewa kepada para ahli kitab. Di antaranya, lelaki Muslim diperbolehkan menikahi wanita yang berasal dari kalangan ahli kitab. Selain itu, umat Islam juga dihalalkan untuk memakan daging binatang yang disembelih oleh mereka.

وَطَعَامُ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ وَٱلْمُحْصَنَٰتُ مِنَ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ وَٱلْمُحْصَنَٰتُ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَٰفِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِىٓ أَخْدَانٍ

Artinya: “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.” (QS al-Maidah : 5)

Semua hak istimewa tersebut diberikan Allah SWT kepada para ahli kitab karena sistem kepercayaan mereka lebih dekat dengan Islam dibandingkan orang-orang kafir lainnya.

Semasa hidupnya, Rasulullah SAW juga memberikan kebebasan kepada kalangan ahli kitab untuk menjalankan agama yang mereka yakini.

Al-Qardhawi menyebutkan ini adalah salah satu bentuk toleransi dalam Islam yang amat jarang sekali dijumpai taranya dalam agama-agama lain.

Lelaki Muslim Menikahi Perempuan Non-Muslim

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah orang Yahudi dan Kristen pada zaman sekarang masih termasuk golongan ahli kitab? Apakah lelaki Muslim diperbolehkan menikahi perempuan mereka?

Menjawab pertanyaan tersebut, mayoritas ulama berpendapat, menikah dengan wanita Yahudi atau Kristen itu dibolehkan.

Ibnu Qudamah dalam kitab al- Mughni menuliskan, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kehalalan (menikahi) wanita ahli kitab.

Di antara sahabat yang meriwayatkan hal itu adalah Umar, Utsman, Hudzaifah, Salman, Jabir, Talhah dan yang lainnya.

Ibnu Munzir berkata, tidak ada dari kalangan generasi pertama yang mengharamkan hal itu.

Syaikh Yusuf Qardhawi menjelaskan betapa pun ahli kitab itu dinilai sebagai kufur dan sesat, namun toh seorang muslim masih diperkenankan, bahwa istrinya, pengurus rumah tangganya, ketenteraman hatinya, menyerahkan rahasianya dan ibu anak-anaknya itu dari ahli kitab dan dia masih tetap berpegang pada agamanya juga.

“Kita katakan boleh menyerahkan rahasianya kepada istrinya dari ahli kitab itu, karena Allah berfirman sendiri tentang masalah perkawinan dan rahasianya,”ujarnya.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS ar-Rum : 21)

Di sini ada suatu peringatan yang harus kita ketengahkan, yaitu: Bahwa seorang muslimah yang fanatik kepada agamanya akan lebih baik daripada yang hanya menerima warisan dari nenek-moyangnya. Karena itu Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita tentang memilih jodoh dengan kata-kata sebagai berikut:

“Pilihlah perempuan yang beragama, sebab kalau tidak, celakalah dirimu.” (HR Bukhari)

Dengan demikian, maka setiap muslimah betapa pun keadaannya adalah lebih baik bagi seorang muslim, daripada perempuan ahli kitab.

Melepaskan Diri

Di sisi lain, Abdul Aziz bin Abdillaah bin Baz tampak lebih hati-hati dalam mengeluarkan fatwa untuk urusan pernikahan beda agama ini.

Menurutnya, jika wanita ahli kitab tersebut mampu menjaga kehormatan dirinya dan jauh dari jalan keburukan, diperbolehkan menikahinya. Itu disebabkan Allah memang membolehkan hal tersebut.

Akan tetapi, menurut Ibn Baz lagi, menikahi para wanita ahli kitab (Yahudi dan Kristen) pada zaman sekarang ini dikhawatirkan karena bisa membawa berbagai dampak buruk.

Sebab, para wanita tersebut justru terkadang mengajak calon suami Muslimnya kepada agama mereka. Apalagi bagi anak-anak yang lahir dari pasangan Muslim dan ahli kitab, bahayanya bisa besar sekali.

“Tindakan yang lebih hati-hati bagi seorang mukmin adalah tidak menikahi perempuan yang berbeda agama,” kata Ibn Baz.

Syaikh Yusuf Qardhawi menambahkan kalau seorang muslim mengkhawatirkan pengaruh kepercayaan istrinya ini akan menular kepada anak-anaknya termasuk juga pendidikannya, maka dia harus melepaskan dirinya –dari perempuan ahli kitab tersebut– demi menjaga agama dan menjauhkan diri dari marabahaya.

Dan kalau jumlah kaum muslimin di suatu negara termasuk minoritas, maka yang lebih baik dan menurut pendapat yang kuat, laki-laki muslim tidak boleh kawin dengan perempuan yang bukan muslimah. Sebab dengan dibolehkannya mengawini perempuan-perempuan lain dalam situasi seperti ini di mana perempuan-perempuan muslimah tidak dibolehkan kawin dengan laki-laki lain, akan mematikan putri-putri Islam atau tidak sedikit dari kalangan mereka itu yang akan terlantar.

Untuk itu, maka jelas bahayanya bagi masyarakat Islam. Dan bahaya ini baru mungkin dapat diatasi, yaitu dengan mempersempit dan membatasi masalah perkawinan yang mubah ini sampai kepada suatu keadaan yang mungkin.

spot_img

Kenapa Masjid Muhammadiyah Bisa Dikendalikan Paham Lain?

DALAM acara diskusi ideopolitor  di Aula H Djuanda PWM DKI Jakarta pada November 2023 lalu Ketua PP Muhammadiyah Drs....

More Articles Like This