Menggambarkan tindakan Israel sebagai upaya terencana untuk secara sepihak mengubah parameter lama demi resolusi damai dalam konflik Israel-Palestina, Lazzarini memperingatkan implikasi RUU tersebut terhadap stabilitas regional serta perdamaian dan keamanan internasional.
“Selama puluhan tahun, warga Palestina di wilayah Palestina yang diduduki telah mengalami penolakan sistematis terhadap hak-hak dasar, segregasi, blokade yang melumpuhkan di Gaza, perluasan permukiman agresif di Tepi Barat, dan siklus konflik yang berulang,” katanya.
Menunggu Kematian
Selama setahun terakhir, “Gaza telah hancur total. Sebanyak 43.000 orang dilaporkan tewas dalam kurun waktu tersebut, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Mayoritas penduduk telah berulang kali mengungsi.
“Dua juta orang telah terjebak dalam neraka hidup selama lebih dari 12 bulan,” kata Lazzarini.
Sebagian besar penduduk kini terhimpit di 10 persen wilayah Jalur Gaza, di mana mereka harus menanggung kondisi kehidupan yang sangat buruk. Di Gaza Utara, 100.000 orang terkepung, “menunggu kematian akibat serangan udara atau kelaparan,” katanya.
“Sementara itu, wilayah Tepi Barat yang diduduki berada di ambang eskalasi konflik. Kekerasan pemukim dan serangan militer oleh pasukan keamanan Israel merupakan kenyataan sehari-hari. Infrastruktur publik dihancurkan secara sistematis selama operasi militer, sehingga menimbulkan hukuman kolektif bagi warga Palestina. Perekonomian berada di ambang kehancuran dan keputusasaan semakin meningkat,” kata Lazzarini.