Rabu, Januari 15, 2025
No menu items!

Apa Strategi Dakwah Komunitas Muhammadiyah di Jakarta?

Must Read

TRANSPORTASI daring atau ojek online telah menjadi bagian integral kehidupan masyarakat perkotaan di Indonesia. Kemudahan pemesanan, harga yang transparan, serta beragam layanan, membuat minat orang-orang kota terhadap ojek online semakin tinggi. Apalagi bagi kalangan generasi ”melek gadget” yang gandrung pada efisiensi dan kepraktisan.

Muhammadiyah pun tak mau ketinggalan melalui kehadiran Zendo, aplikasi transportasi daring dengan beragam bentuk layanan. Bisnis yang dirintis kader Muhammadiyah bernama Lutfy Azizah pada 2015 itu telah dikembangkan Serikat Usaha Muhammadiyah (Sumu) ke 70 kota di Indonesia.

Di awal kemunculannya, ojek online mendapat apresiasi positif bahkan dukungan luas ketika mendapat perlawanan dari model transportasi konvensional. Ojek online dianggap inovasi yang membuka lapangan kerja bagi ribuan orang sebagai driver.

Tetapi lambat laun kilau emas aplikasi ojek online di mata driver tak seterang dulu. Fasilitas yang sebelumnya mereka dapat sedikit demi sedikit berkurang. Sudah habis masa bakar uang. Begitu istilah para pengemudi setelah skema pembagian bonus pendapatan mereka terus menerus diturunkan setiap tahun oleh perusahaan penyedia jasa aplikasi.

Pada situasi ini para driver itu ternyata membutuhkan asupan agama. Hal ini setidaknya bisa disimpulkan dari pengakuan Panca Aditya, wali murid sekolah Muhammadiyah yang bekerja sebagai driver ojek online.

Menurut dia, kelompok salafi punya komunitas Muslim Biker Indonesia (MBI) yang dibina Ustaz Subhan Bawazier. Komunitas ojek online di DKI Jakarta, khususnya Gojek, juga punya komunitas Muhibbin (pecinta ahlul bait).

”Kegiatan rutinnya adalah zikir setiap malam Jumat di makam keramat seorang habib di kawasan Cikini, Jakarta Pusat,” katanya kepada Jakartamu.com.

Tetapi, dia tidak melihat hal serupa dilakukan Muhammadiyah. Kendati tetap menyekolahkan anaknya di Muhammadiyah, dia mengungkapkan kekecewaan soal dakwah Persyarikatan.

Panca menilai dakwah Muhammadiyah sebagian besar hanya untuk kaum menengah ke atas. Namun dakwah pembinaan ilmu-ilmu agama untuk kaum menengah ke bawah kurang.

”Kami-kami ini yang secara ekonomi pas-pasan, rentan sekali termakan ajaran-ajaran tahayul bid’ah dan churafat (TBC),” ujar dia.

Kritik seorang driver ojek online terhadap kurang masifnya dakwah Muhammadiyah pada komunitas mereka itu layak menjadi evaluasi bagi Muhammadiyah, khususnya PWM DKI Jakarta.

Pertanyaan juga pantas diajukan kepada Zendo yang mengaku telah bermitra dengan 700 driver. Apakah selain bisnis ada juga visi misi dakwah persyariktan kepada para driver tersebut?

Sebagaimana dipahami, dakwah komunitas adalah konsep dan strategi syiar yang disusun sesuai dengan kebutuhan kebutuhan komunitas yang menjadi objek. Kebutuhan masyarakat menengah atas –  yang secara ekonomi relatif mapan dan memiliki latar pendidikan yang relatif tinggi –  akan identitas sosial keagamaan berbeda dengan kelompok kelas menengah bawah.

Pemahaman dan interpretasi terhadap konsep-konsep dasar keagamaan yang menjadi pegangan mereka juga berbeda. Boleh jadi kelas menengah lebih kosmopolit dan melihat fungsi agama sebagai pendorong untuk melakukan amal kebajikan dalam ranah sosial, ekonomi dan politik yang lebih luas.

Sementara bagi kalangan menengah bawah, keberislaman adalah bagian dari upaya meningkatkan spirit dan etos kerja guna memperbaiki taraf hidup. Bagi kelompok marjinal, Islam menjadi sarana perjuangan untuk mendapatkan kembali hak hak mereka sebagai warga negara yang telah diabaikan oleh negara.

Lalu, apa strategi PWM DKI Jakarta untuk program-program dakwah komunitas ini? (*)

Dekat di Hati tapi Jauh di Pemikiran

"SAYA selalu membaca buku-bukunya Pak Din. Kami membaca buku yang sama, hanya di kesimpulannya saja yang berbeda." Pernyataan tersebut dilontarkan...

More Articles Like This