JAKARTAMU.COM | Pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang melibatkan komitmen mendalam antara dua insan. Kesucian dalam pernikahan tidak semata-mata merujuk pada kebersihan fisik, melainkan mencakup nilai-nilai luhur, keagungan, dan kehormatan dari mitsaqan ghalidzan, atau perjanjian yang kuat. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT:
وَكَيْفَ تَأْخُذُوْنَهٗ وَقَدْ اَفْضٰى بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا
“Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.”
Pernikahan juga menjadi sarana yang direkomendasikan oleh Islam untuk menjaga pandangan dan memelihara kemaluan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa di antara kamu mampu menikah, maka menikahlah karena nikah dapat menahan pandangan serta memelihara kemaluan.” [HR. Al-Bukhari].
Namun, bagaimana kaitannya dengan keadaan suci dalam pelaksanaan ijab qabul? Dalam Islam, kesucian fisik, seperti bersuci dari hadas kecil maupun besar, adalah syarat sah dalam ibadah tertentu, seperti shalat. Tanpa kesucian, shalat seseorang tidak sah. Akan tetapi, persyaratan ini tidak berlaku dalam akad nikah.
Dalam hukum Islam, sahnya akad nikah bergantung pada terpenuhinya rukun dan syarat-syarat yang ditetapkan seperti orang yang dinikahi bukan mahram sebagaimana tercantum dalam QS. An-Nisa (4): 23; adanya wali yang sah, sebagaimana sabda Nabi SAW: “Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali.” [HR. Malik]; masa iddah terpenuhi, khususnya bagi wanita yang sebelumnya bercerai atau ditinggal wafat suami.
Kesucian fisik, seperti tidak dalam keadaan haid atau berwudhu, tidak termasuk syarat sah pernikahan. Artinya, seseorang tetap dapat menikah meskipun dalam kondisi memiliki hadas kecil, besar, atau sedang haid. Hal ini berbeda dengan kewajiban bersuci dalam salat, yang merupakan syarat mutlak keabsahannya.
Kesimpulannya, pernikahan adalah amalan yang mulia dan disyariatkan, namun kesucian fisik dalam konteks hadas atau najis bukanlah bagian dari syarat sahnya akad nikah. Maka, ijab qabul dapat dilaksanakan dengan sah meski kedua mempelai tidak dalam keadaan suci secara fisik. Yang terpenting memahami bahwa pernikahan adalah ibadah yang melibatkan tanggung jawab besar untuk mencapai keberkahan hidup.(Sumber)