Sabtu, Maret 22, 2025
No menu items!
spot_img

Awas! Zakat Fitrah Anda Bisa Tidak Sah

spot_img
Must Read

UNDANG-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat telah berusia lebih dari satu dekade tahun ini. Kehadiran beleid yang menganggantikan UU Nomor 38 Tahun 1999 ini merupakan solusi atas berbagai kritik terhadap manajemen zakat tradisional. Cara tradisional oleh panitia-panitia dadakan di masjid, musala, atau lembaga tertentu di masyarakat kurang profesional.

Sejak berlakunya UU tersebut, panitia zakat dadakan di masjid atau musala bukan lagi berstatus sebagai amil zakat. Panitia hanya relawan yang membantu muzakki (orang yang berzakat) dalam menyalurkan zakat kepada mustahik (orang yang berhak menerima zakat).

Panitia zakat biasanya terdiri atas individu yang ditunjuk masyarakat untuk mengelola zakat tanpa mendapat pengesahan resmi dari pemerintah, seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ). Biasanya, panitia ini lebih banyak menangani zakat fitrah.

Perbedaan Amil dan Panitia Zakat

Dalam konsep fikih zakat, amil zakat adalah pihak yang berstatus sebagai wakil dari mustahik, sementara panitia zakat hanya bertindak sebagai wakil muzakki. Dengan perbedaan status ini, ada implikasi serius terhadap keabsahan penyaluran zakat fitrah.

Baca juga: Dana Zakat untuk Program Makan Gratis, Haedar: Perlu Kajian Mendalam

Banyak pengurus masjid, musala, maupun komunitas yang belum memahami perbedaan ini, sehingga praktik pengelolaan zakat sering kali tidak sesuai dengan ketentuan syariat. Pertama, Panitia zakat di masjid atau musala sering kali hanya membagikan zakat secara merata tanpa mempertimbangkan apakah penerima benar-benar termasuk dalam golongan mustahik. Akibatnya, ada individu yang menerima zakat padahal tidak berhak.

Kedua, panitia zakat biasanya mengandalkan data mustahik dari RT atau RW. Masalahnya, banyak RT dan RW yang juga tidak memahami fiqih zakat. Akibatnya, seluruh anak yatim atau janda sering kali masuk sebagai mustahik, padahal tidak semua mereka tergolong duafa.

Ketiga, beberapa panitia zakat mengambil biaya operasional dari dana zakat yang terkumpul. Padahal, karena panitia zakat hanya berstatus sebagai relawan, mereka seharusnya tidak mengambil bagian dari dana zakat.

Baca juga: Mengenal Zakat: Jenis, Ketentuan, Syarat, dan Hikmahnya dalam Islam

Salurkan Zakat ke Lembaga Resmi

Idealnya, panitia zakat terdiri atas individu yang berkecukupan, sehingga benar-benar bekerja sukarela tanpa berharap imbalan dari dana zakat mereka kelola. Untuk menghindari kesalahan dalam pengelolaan zakat, sebaiknya para muzakki menyalurkan zakat fitrah mereka melalui Baznas, LAZ, atau Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang telah resmi beroperasi di masjid atau lembaga masyarakat.

Jika di lingkungan tempat tinggal tidak terdapat UPZ resmi, muzakki dapat langsung menyerahkan zakat fitrah kepada mustahik yang sudah jelas statusnya sebagai penerima yang berhak. Pada prinsipnya, muzakki bisa dengan mudah mengidentifikasi siapa saja dhuafa di sekitar tempat tinggalnya.

Di lingkungan Muhammadiyah sendiri pun, ada juga Pimpinan Daerah maupun Pimpinan Cabang di DKI Jakarta yang masih membentuk panitia zakat infak sedekah (ZIS) menjelang akhir Ramadan. Padahal sudah ada Lazismu yang berfungsi sebagai lembaga resmi untuk mengelola zakat. (*)

spot_img

AI Adalah Kekuatan Baru

Oleh: Dr. Javaid Laghari | Mantan senator dan mantan ketua HEC PERLOMBAAN global ini telah berkembang menjadi bukan hanya...

More Articles Like This