Oleh Lambang Saribuana | Ketua Lazismu DKI Jakarta
BUKAN hanya nikmat disajikan hangat, Baksomu ternyata juga menjadi bahan diskusi yang hangat. Dari perayaan milad ke-112 Muhammadiyah di DKI Jakarta di pelataran Monumen Nasional (Monas), Baksomu masuk ke dalam percakapan grup-grup Whatsapp kader Muhammadiyah.
Banyak komentar yang mengapresiasi tetapi ada juga yang mengkritisi. Sebagian memberi support dengan siap berdonasi agar kegiatan pada 12 Januari lalu itu menjadi agenda tahunan. Sebagian lain mempertanyakan keabsahan produksi bakso secara fikih menurut tarjih. Begitulah, namanya juga berdemokrasi, hal semacam ini biasa saja.
Tetapi bagi saya ada dua topik yang menarik dari diskusi di grup-grup WA tersebut. Pertama soal antrean yang cukup panjang, kalau tak disebut meluber, pada perayaan milad di monas beberapa hari lalu. Banyak perserta yang bisa berbetah-betah antre demi bisa mencicipi enaknya rasa Baksomu.
Baca juga: Pabrik Bakso PWM Jakarta, Kenapa Tidak?
Namun bagaimana dengan warga Muhammadiyah atau masyarakat umum yang kebetulan memiliki keterbatasan. Inilah yang dialami kawan-kawan dari Hidimu (Himpunan Difabel Muhammadiyah), sebuah sub komunitas di Persyarikatan, tetapi hampir tidak terakomodasi kebutuhannya.
Bayangkan bagaimana perjuangan teman-teman berkebutuhan khusus itu mengngantre berjam-jam hanya untuk semangkuk bakso. Ini menjadi catatan khusus bagi Lazismu DK Jakarta, dan tentu saja panitia perayaan milad. Semoga perhelatan milad tahun depan tidak lagi terjadi hal seperti ini.
Baca juga: 1.000 Baksomu Diapresiasi Warga Pengungsian Kebon Kosong
Kedua, ada gagasan menarik mengeni produksi Baksomu. Gagasannya sederhana tapi cukup mengena. Bagaimana jika setiap AUM menyumbangkan kepala sapi ke Lazismu? Di seluruh Jakarta, terdapat 84 sekolah Muhammadiyah; 5 rumah sakit; 5 perguruan tinggi; dan puluhan Masjid.
Pada Idul Adha, seluruh amal usaha itu tentu memotong hewan kurban. Maka, akan tersedia ratusan kepala sapi yang bisa diolah menjadi bakso. Dana operasionalnya bisa didapat dari kulit sapinya. Menurut saya ini ide menarik dan semakin menarik andaikan kepala sapi diganti satu ekor hewan kurban.
Gagasan ini jelas lebih ambisius tetapi dampaknya sangat signifikan jika diwujudkan. Dengan pengelolaan yang baik, program ini dapat menjadi salah satu ciri khas gerakan Muhammadiyah Berkemajuan yang patut direnungkan bersama. (*)