Setelah Kongres Perempuan II, Nasyiatul Aisyiyah melanjutkan perjuangan dengan mendirikan perpustakaan pada tahun 1938 untuk mendukung pendidikan remaja putri yang aksesnya terbatas. Organisasi ini juga mengembangkan kurikulum pendidikan berbasis kelompok usia, membentuk program seperti Jamiatul Athfal (7-10 tahun), Tajmilul Akhlak (10-15 tahun), dan Tholabus Saadah (15-18 tahun).
Baca juga: Fiqh Perempuan Berkemajuan Membela Kelompok Rentan dan Lingkungan
Ralina dan Pashmina
Setelah memperoleh otonomi pada 1965, Nasyiatul Aisyiyah terus mengembangkan program pemberantasan buta huruf, termasuk melalui program Pemberantasan 3 Buta (buta aksara Latin, buta aksara Arab, dan buta agama) pada 1974-1977. Program ini berkembang menjadi Rumah Literasi Nasyiatul Aisyiyah (Ralina), yang mendefinisikan literasi sebagai proses internalisasi dan aksi berlandaskan pemahaman.
Ralina berfungsi sebagai ruang pemberdayaan masyarakat, khususnya perempuan, dan penguatan karakter anak melalui kegiatan literasi yang bernuansa religius, sebagai bentuk dakwah amar makruf nahi mungkar. Gerakan ini juga mencakup pendirian studifonds untuk mendukung pendidikan gadis-gadis tidak mampu, sebagaimana disepakati dalam Kongres Perempuan Indonesia I.
Gerakan ini membantu mengatasi hambatan biaya pendidikan bagi pelajar pribumi pada masa kolonial. Pada periode yang sama, SPW membentuk kelompok pendidikan berdasarkan usia, seperti Jamiatul Athfal (7-10 tahun), Tajmilul Akhlak (10-15 tahun), dan Tholabus Saadah (15-18 tahun), dengan berbagai aktivitas pendidikan dan keterampilan yang disesuaikan.
Baca juga: Nasyiatul Aisyiyah Siap Internasionalisasi Narasi dan Gerakan
Inovasi Program Pendidikan
Nasyiatul Aisyiyah juga terus berinovasi melalui berbagai program pendidikan, seperti PAUD, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), serta pelatihan terstruktur dengan kurikulum modern. Selain itu, Baroroh Baried Program (BBP) diluncurkan untuk mendukung kader Nasyiatul Aisyiyah menempuh pendidikan tinggi, baik melalui beasiswa maupun pembiayaan mandiri.
Di bidang kesehatan, bakti Nasyiah berwujud program Pelayanan Remaja Sehat Milik Nasyiatul Aisyiyah (Pashmina), yang bertujuan memberikan pendampingan kepada remaja untuk membangun pola hidup sehat secara fisik maupun mental.
Program ini mencakup edukasi kesehatan reproduksi, pencegahan penyakit, dan penguatan mental spiritual melalui pendekatan berbasis komunitas. Pashimina dirancang untuk menjawab tantangan kesehatan remaja di era modern, dengan mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dalam setiap aktivitasnya.
Di bidang politik, Nasyiatul Aisyiyah mengawal perjuangan perempuan melalui program sekolah politik dan advokasi bagi kader yang mencalonkan diri sebagai penyelenggara negara. Organisasi ini juga berperan aktif dalam kampanye pencegahan perkawinan anak dan perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan melalui seminar, tulisan, pelatihan paralegal, dan advokasi hukum.
Dalam bidang ekonomi dengan menguatkan ekonomi perempuan melalui Badan Usaha Amal Nasyiatul Aisyiyah dan Asosiasi Pengusaha Nasyiatul Aisyiyah. Bahkan dalam bidang lingkungan, Nasyiatul Aisyiyah mengusung Konsep Green Nasyiah dan terus berkiprah dalam perdamaian melalui Ecobhineka Nasyiatul Aisyiyah dan forum-forum perdamaian lainnya.
Momentum Hari Ibu merupakan momentum refleksi untuk sejauh mana kebermanfaatan bakti Nasyiah selama ini bagi masyarakat dan bangsa Indonesia, khususnya perempuan dan anak, sembari meresapi nilai-nilai perjuangan para pendahulu.