JAKARTAMU.COM | Hari Ahad menjelang tutup tahun 2024 warga Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, mendapat kado pahit. Banjir Rob kembali merendam kawasan mereka. Ketinggian air asin nan keruh itu mencapai 50 cm.
Banjir air pasang laut tersebut merendam akses jalan menuju ke dermaga Kaliadem, Muara Angke. Akibatnya, aktivitas warga pun terganggu.
Beberapa warga memanfaatkan kendaraan odong-odong untuk melintasi banjir. Siti Mariam salah satunya. Perempuan 50 tahun ini berharap penderitaan seperti ini bisa diakhiri. “Tanggulnya tidak kuat menahan debit air, maka tolong renovasi tanggul itu,” harap Siti Mariam kepada pemerintah.
Banjir menjelang Tahun Baru 2025 ini sudah sering terjadi sehingga sangat mengganggu aktivitas warga.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, Isnawa Adji mengakui potensi banjir rob kali ini cukup signifikan. Dengan kemungkinan genangan air yang tinggi hingga mengganggu berbagai aktivitas masyarakat di wilayah terdampak.
Fenomena banjir pesisir atau rob diprediksi berlangsung hingga awal Januari. “Kami mengimbau masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah pesisir, untuk tetap siaga dan melakukan antisipasi,” kata Isnawa.
Wilayah yang terendam banjir rob sebagian besar berada di dataran rendah. Yang membuatnya rentan terhadap limpahan air laut saat pasang maksimum.
Celakanya, sejauh ini pemerintah terkesan tak berdaya. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jakarta hanya bisa mengeluarkan sejumlah imbauan kepada masyarakat akan pentingnya kesiapsiagaan: seperti menyimpan barang berharga di tempat yang lebih tinggi dan memastikan akses evakuasi.
Jakarta Bakal Tenggelam
Salah satu alasan Jakarta kehilangan status sebagai ibu kota Indonesia adalah lantaran momok banjir rob itu. Para ilmuwan mengungkapkan Jakarta berpotensi tenggelam beberapa puluh tahun lagi imbas kombinasi berbagai faktor, termasuk pemanasan global dan penurunan tanah.
Pada 2021, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, sempat melontarkan ‘ramalan’ RI memindahkan ibu kotanya imbas tenggelamnya Jakarta. Hal itu disoroti saat membahas ancaman terbesar yang dihadapi Amerika, yakni perubahan iklim.
“Faktanya, jika permukaan laut naik 2,5 kaki (76,2 cm) lagi, jutaan orang akan bermigrasi dan berebut tanah yang subur,” ujar Biden, dalam pidato di acara National Counterterrorism Center Liberty Crossing Intelligence Campus McLean, Virginia, 27 Juli 2021.
“Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksi [kenaikan air laut]-nya benar, bahwa dalam 10 tahun ke depan mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena mereka akan berada di bawah air?” lanjutnya.
Menurut lembaga antariksa AS (NASA), berdasarkan pengukuran satelit, kenaikan permukaan air laut secara global sejak 1993 hingga 2 Mei 2022 mencapai 101,2 mm (10,1 cm), atau 3,3 mm per tahun.
Kenaikan muka laut itu diperparah oleh faktor perluasan air laut saat memanas, yang juga terkait pemanasan global.
Ekspansi termal air itu terjadi ketika air menjadi lebih hangat yang menyebabkan volume air meningkat. NASA menyebut sekitar setengah dari kenaikan permukaan laut global berasal dari faktor ini.
Khusus untuk Indonesia dan negara-negara kepulauan, salah satu indikator kuat tenggelamnya wilayah pesisir adalah banjir rob yang makin sering. Bencana ini terjadi saat air laut pasang naik masuk jauh ke wilayah daratan hingga menggenangi permukiman pesisir.
Banjir rob terbesar yang pernah menerpa DKI adalah yang terjadi di 20 titik pada 2007. Hanya saja, pakar dalam negeri menyebut itu lebih disebabkan oleh penurunan muka tanah ketimbang kenaikan muka air laut.
Pakar Geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas, misalnya, mengungkapkan kenaikan air laut sejauh ini 6 mm-1 cm per tahun. Data ini didapat berdasarkan pengukuran satelit altimetri selama 20 tahun.
“Berarti 100 tahun baru tuh 1 meter. Itu berarti naik pelan. Tadi ada yang bilang, [banjir rob] ini akibat dari global warming, sea level rise, itu terbantahkan. Tidak berkontribusi signifikan terhadap banjir rob di Jakarta,” paparnya.
Faktor signifikan yang membuat Jakarta makin cepat tenggelam adalah penurunan muka tanah. Faktor ini membuat sekitar 20 persen wilayah DKI berada di bawah permukaan laut.
Untuk membuktikannya, Heri dan tim memakai global positioning system (GPS) untuk mengukur ketinggian daratan terhadap permukaan laut di titik yang sama secara berulang. Hasilnya, penurunan rata-rata mencapai 10 cm per tahun. Bahkan 20 cm per tahun. Dalam 10 tahun sudah 1 meter. Kemudian kalau 100 tahun akan ada penurunan 10 meter. Inilah yang paling signifikan sebagai penyebab banjir rob. “Karena kan tanah turun terus, lama-lama di bawah laut,” urai Heri.
Dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB itu mengaku sudah 20 tahun mengukur di Jakarta, di titik koordinat yang sama, ternyata tingginya berubah.
Beberapa penelitian, termasuk dari ilmuwan di Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, yang sekarang diambil Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Robert Delinom pun mengungkap permukaan tanah Jakarta Utara setidaknya turun 75 cm 30 tahun lagi. Dengan kata lain, 2050 makin banyak wilayah Jakarta tenggelam.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan tanah, seperti beban dari bangunan, aktivitas tektonik, pengambilan air tanah yang berlebihan, hingga pemadatan tanah atau kompaksi secara alamiah.
Selanjutnya, untuk mengatasi permasalahan banjir rob, Pemprov DKI Jakarta menggenjot proyek tanggul pesisir Jakarta atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Proyek ini merupakan upaya Jakarta untuk meningkatkan kelayakhunian kota dengan mengendalikan banjir.
NCICD dibangun Pemerintah Pusat yang bekerja sama dengan Pemerintah Belanda pada 2011. Perencanaan NCICD ini terus diperbarui selama beberapa tahun, sesuai dengan kondisi eksisting dan kebutuhan Provinsi DKI Jakarta, dengan perencanaan terbaru, yaitu Integrated Flood Safety Plan (IFSP) pada 2020.
“Pemprov DKI Jakarta mulai melakukan pembangunan tanggul NCICD sejak tahun 2015 dan masih berlanjut hingga saat ini,” ucap Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta Ika Agustin.
Pembangunan tanggul NCICD Fase A merupakan kewenangan Pemprov DKI Jakarta. Tercatat hingga tahun 2024, Pemprov DKI Jakarta telah membangun 8,1 km tanggul pantai dari total trase yang menjadi kewenangan DKI Jakarta sepanjang 20,9 km. “Pembangunan tanggul NCICD Fase A di Klaster Kamal Muara sepanjang 0,765 km pada tahun 2016 hingga 2021 merupakan salah satu contoh pembangunan tanggul NCICD yang memiliki dampak nyata kepada masyarakat,” tuturnya.
Tanggul NCICD Fase A Klaster Kamal Muara ini dilengkapi dengan akses untuk tambatan kapal nelayan. Dengan begitu, pembangunan tanggul NCICD Kamal Muara tidak hanya melindungi wilayah Kamal dari ancaman banjir rob, tapi juga menata kawasan parkir kapal nelayan di area Kamal.
Tanggul NCICD Fase A didesain dengan ketinggian 4,8 meter dari muka air surut rendah atau Low Water Spring (LWS). Dengan perhitungan penurunan muka tanah (land subsidence) 75 mm/tahun dan kenaikan permukaan air laut (sea level rise) 8 mm/tahun.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan penanggulangan banjir rob adalah dengan mengurangi penurunan muka tanah. Di antaranya membangun 10 Stasiun Monitoring Penurunan Tanah, yang tujuh di antaranya dibangun Pemprov DKI Jakarta dan tiga lainnya dibangun Japan International Cooperation Agency (JICA) di beberapa lokasi.
Selain itu, dilakukan pula pembatasan pengambilan air tanah di wilayah pesisir Jakarta untuk meminimalkan penurunan muka tanah. Sehingga diharapkan, tanggul pantai yang sudah dibangun dapat bertahan sesuai rencana Pembangunan.
Lebih jauh lagi, pemerintah telah menerapkan sejumlah inovasi dalam pembangunan infrastruktur tanggul NCICD sejak awal. Penggunaan inovasi teknologi itu tercermin dalam penggunaan konstruksi baru di Indonesia yang khusus diciptakan untuk NCICD pada 2014.
Salah satu inovasi yang diterapkan adalah pemilihan struktur konstruksi tanggul spun pile dengan konektor C-T dan pemancangan inner boring khusus. Selain tanggul pantai, pemerintah juga menerapkan sistem polder, seperti di Rumah Pompa Polder Kamal. Rumah pompa tersebut menggunakan bendungan karet, yang konon merupakan inovasi penggunaan teknologi pertama kali di Jakarta.
Hujan Deras
Air menggenang selalu menjadi pekerjaan rumah dari gubernur ke gubernur. Selain banjir rob, Badan Penanggulangan Bencana Daerah mencatat musim penghujan tahun ini ada sebanyak 61 Rukun Tetangga atau RT terendam banjir. Genangan air itu disebabkan hujan deras yang melanda wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Menurut badan ini, terdapat 86 Rukun Warga (RW) di 25 kelurahan yang masuk kategori rawan banjir. Lokasi kategori rawan banjir terbanyak di wilayah Jakarta Selatan, yakni 10 kelurahan. Jakarta Timur sebanyak 7 kelurahan, Jakarta Barat sebanyak 5 kelurahan, dan Jakarta Utara sebanyak 3 kelurahan.
Lantaran masih menjadi masalah serius, pemerintah Jakarta mengangarkan penanggulangan banjir lumayan jumbo. Wakil Ketua DPRD Daerah Khusus Jakarta, Ima Mahdiah, menyebut Rp5,6 triliun untuk urusan ini.
“Penanganan banjir menjadi salah satu anggaran terbesar pada 2025. Catatannya untuk ke depan harus dipersiapkan secara serius,” kata Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP ini seraya menyebut pemerintah telah gagal menuntaskan masalah banjir di Kelurahan Duri Kepa, Jakarta Barat.
“Ke depan perlu diperhatikan lagi konsultan abal-abal atau konsultan profesional. Kalau konsultan yang benar-benar pasti ingin Jakarta bebas dari banjir,” ucap Ima.
Salah satu upaya mengurangi genangan air, pemerintah menyiapkan pompa air. Pada saat ini Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta memiliki 465 pompa stationer yang tersebar di 164 lokasi.
Selain itu, ada 133 pompa mobile yang bisa dipindah ke lokasi banjir. Sewaktu-waktu diperlukan, pompa mobile otomatis tersebut bisa dibawa ke lokasi banjir.
Dinas Sumber Daya Air juga memiliki satuan tugas beranggotakan 8.000 orang yang siap diterjunkan untuk mengantisipasi banjir.
Pjs Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mengakui banjir tetap menjadi salah satu pekerjaan rumah gubernur mendatang “Banjir tidak hanya sungai Ciliwung,” ujarnya.
Dia menyebut proyek pembangunan tanggul pantai yang kini sedang berlanjut sampai 2027-2030. Giant Sea Wall itu untuk mengatasi penurunan permukaan air tanah Jakarta.
Selanjutnya, ketersediaan air bersih dengan melakukan revitalisasi pipa pipa air bersih. “Saya mulai tahun kemarin dan tahun ini bisa 6.000 kilometer pipa. Baik itu primer maupun sekunder. Ini harus dilanjutkan,” ucapnya.
Berikutnya penanggulangan kemacetan. Yang keempat adalah masalah kesehatan. Kelima adalah perawatan infrastruktur.