Minggu, April 20, 2025
No menu items!

Beda Pendapat Soal Bilangan Rakaat Salat Tarawih: Dari Ibnu Hibban sampai Ibnu Taimiyah

Must Read

JAKARTAMU.COM | Berbeda dengan ibadah puasa, ibadah tarawih membuka berbagai perbedaan cara (kaifiyah) di antara berbagai golongan umat Islam yang ada. Berikut ini pendapat sejumlah ulama.

Ibnu Hibban (wafat 354 H): 11 Rakaat dengan Bacaan Panjang

Muhammad bin Hibban Al-Busti atau Ibnu Hibban (wafat 354 H) dalam Fiqhus Sunnah mengatakan, sesungguhnya tarawih itu pada mulanya adalah 11 raka’at dengan bacaan yang sangat panjang hingga memberatkan mereka. Kemudian mereka meringankan bacaan dan menambah bilangan rakaat, menjadi 23 rakaat dengan bacaan sedang.

Setelah itu mereka meringankan bacaan dan menjadikan tarawih dalam 36 rakaat tanpa witir.

Sedangkan Al Kamal Ibnul Humam mengatakan, dalil-dalil yang ada menunjukkan, bahwa dari 20 rakaat itu, yang sunnah adalah seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi SAW, sedangkan sisanya adalah mustahab.

Al Subkhi: Terserah pada Masing-Masing

Taqiyuddin as-Subki dalam Al-Hawi berkata, “Tarawih adalah termasuk nawafil. Terserah kepada masing-masing, ingin salat sedikit atau banyak. Boleh jadi mereka terkadang memilih bacaan panjang dengan bilangan sedikit, yaitu 11 rakaat. Dan terkadang mereka memilih bilangan rakaat banyak, yaitu 20 rakaat dari pada bacaan panjang, lalu amalan ini yang terus berjalan.”

Ibnu Taimiyah: Tergantung Lamanya Bacaan

Ibn Taimiyah berpendapat, boleh salat tarawih 20 rakaat sebagaimana yang mashur dalam madzhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh salat 36 rakaat sebagaimana yang ada dalam mazhab Malik. Boleh salat 11 rakaat, 13 rakaat. Semuanya baik.

“Jadi banyaknya rakaat atau sedikitnya tergantung lamanya bacaan dan pendeknya,” katanya.

Beliau juga berkata,”Yang paling utama itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan orang yang salat. Jika mereka kuat 10 rakaat ditambah witir 3 rakaat sebagaimana yang diperbuat oleh Rasul SAW di Ramadhan dan di luar Ramadan-maka ini yang lebih utama.

Kalau mereka kuat 20 rakaat, maka itu afdhal dan inilah yang dikerjakan oleh kebanyakan kaum muslimin, karena ia adalah pertengahan antara 10 dan 40. Dan jika ia salat dengan 40 rakaat, maka boleh, atau yang lainnya juga boleh.

Menurut Ibnu Taimiyah, hal itu tidak dimaksudkan sedikit pun dari hal itu, maka barang siapa menyangka, bahwa qiyam Ramadhan itu terdiri dari bilangan tertentu, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, maka ia telah salah.”

Pendapat Al Tharthusi: Awalnya 11 Rakaat

Muhammad bin Muhammad bin al-Hasan at-Thūsī (451-520 H) mengatakan, para sahabat kami (Malikiyah) menjawab dengan jawaban yang benar, yang bisa menyatukan semua riwayat.

Mereka berkata, ”Mungkin Umar bin Khattab pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 rakaat dengan bacaan yang amat panjang. Pada rakaat pertama, imam membaca sekitar dua ratus ayat, karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam salat. Tatkala masyarakat tidak lagi kuat menanggung hal itu, maka Umar memerintahkan 23 rakaat demi meringankan lamanya bacaan. Dia menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan raka’at. Maka mereka membaca surat Al Baqarah dalam 8 raka’at atau 12 raka’at sesuai dengan hadits al a’raj tadi.”

Telah dikatakan, bahwa pada waktu itu imam membaca antara 20 ayat hingga 30 ayat. Hal ini berlangsung terus hingga yaumul Harrah (penyerangan terhadap Madinah oleh Yazid Ibn Mu’awiyyah) tahun 60 H maka terasa berat bagi mereka lamanya bacaan.

Akhirnya mereka mengurangi bacaan dan menambah bilangannya menjadi 36 rakaat ditambah 3 witir. Dan inilah yang berlaku kemudian. Bahkan diriwayatkan, bahwa yang pertama kali memerintahkan mereka salat 36 rakaat ditambah dengan 3 witir ialah Khalifah Muawiyah Ibn Abi Sufyan (wafat 60 H).

Kemudian hal tersebut dilakukan terus oleh khalifah sesudahnya. Lebih dari itu, Imam Malik menyatakan, salat 39 rakaat itu telah ada semenjak zaman Khalifah Utsman Radhiyallahu anhu.

Kemudian Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz (wafat 101 H) memerintahkan agar imam membaca 10 ayat pada tiap rakaat. Inilah yang dilakukan oleh para imam, dan disepakati oleh jamaah kaum muslimin, maka ini yang paling utama dari segi takhfif (meringankan).

Ibnu Hajar: Sesuai Situasi dan Kondisi

Ibnu Hajar al-Asqalani (1372 M – 1449 M) dalam Fathul Bari berkata: “Hal tersebut dipahami sebagai variasi sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan manusia.

Kadang-kadang 11 rakaat, atau 21, atau 23 rakaat, tergantung kesiapan dan kesanggupan mereka. Kalau 11 rakaat, mereka memanjangkan bacaan hingga bertumpu pada tongkat. Jika 23 rakaat, mereka meringankan bacaan supaya tidak memberatkan jamaah.

Abdul Aziz Ibn Bazz: Leluasa, Lentur, Fleksibel

Abdul Aziz Ibn Bazz mengatakan: “Di antara perkara yang terkadang samar bagi sebagian orang adalah salat tarawih. Sebagian mereka mengira, bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat. Sebagian lain mengira, bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 rakaat atau 13 rakaat. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, bahkan salah; bertentangan dengan dalil.

Hadis-hadis shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menunjukkan, bahwa salat malam itu adalah muwassa’ (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku yang tidak boleh dilanggar.

Bahkan telah sahih dari Nabi, bahwa beliau salat malam 11 rakaat, terkadang 13 rakaat, terkadang lebih sedikit dari itu di Ramadhan maupun di luar Ramadhan.

Ketika ditanya tentang sifat salat malam, beliau menjelaskan: “dua rakaat-dua raka’at, apabila salah seorang kamu khawatir subuh, maka salatlah satu rakaat witir, menutup salat yang ia kerjakan.” [HR Bukhari Muslim]

Beliau tidak membatasi dengan rakaat-rakaat tertentu, tidak di Ramadan maupun di luar Ramadan. Karena itu, para sahabat Radhiyallahu anhum pada masa Umar ra di sebagian waktu salat 23 rakaat dan pada waktu yang lain 11 raka’at. Semua itu shahih dari Umar ra dan para sahabat ra pada zamannya.

BACA JUGA: Dalil Muhammadiyah Mendirikan Salat Tarawih 8 Rakaat Ditambah 3 Rakaat Witir

SD Muhammadiyah 12 Pamulang Genjot Kualitas Guru lewat Pelatihan Manajemen Kelas Inovatif

PAMULANG, JAKARTAMU.COM | SD Muhammadiyah 12 Pamulang menggelar pelatihan manajemen kelas inovatif untuk para guru, Sabtu (19/4/2025), sebagai...
spot_img

More Articles Like This