Selasa, April 1, 2025
No menu items!
spot_img

Begundal van Karawang (11): Pelarian di Tengah Kepungan

Must Read

AIR sungai Citarum terasa membekukan tubuh Loekas Kustaryo. Ia menahan napas, membiarkan arus membawa tubuhnya menjauh dari kepungan Belanda. Suara tembakan masih terdengar di atas, peluru-peluru menghunjam air, menciptakan riak-riak yang mengerikan.

Di sekelilingnya, beberapa anak buahnya juga melakukan hal yang sama. Mereka menyelam sejauh mungkin, berharap bisa lolos dari pengejaran.

Ketika paru-parunya mulai terasa terbakar, Loekas akhirnya muncul ke permukaan, menghirup udara dengan rakus. Ia mendapati dirinya berada di tepian sungai yang dikelilingi pepohonan lebat. Suara langkah kaki terdengar di kejauhan, menandakan pasukan Belanda masih menyisir area sekitar.

Loekas segera merayap ke daratan, berlindung di balik semak-semak. Beberapa anak buahnya juga mulai muncul, wajah mereka pucat dan kelelahan.

“Kita harus segera pergi dari sini,” bisik Saman, yang entah bagaimana berhasil sampai ke tempat yang sama.

Loekas mengangguk. “Kita berpencar. Temui aku di titik pertemuan di hutan kecil dekat Rengasdengklok.”

Tanpa banyak bicara, mereka segera menyusup ke dalam kegelapan, menghilang di antara pepohonan.

Jejak yang Terlacak

Malam itu, Loekas bergerak sendirian. Ia memilih jalur kecil di antara rawa dan ladang, berusaha menghindari patroli Belanda. Namun, firasat buruk menggelayut di hatinya.

Benar saja, tak lama kemudian, ia mendengar suara-suara dari arah belakang.

“Mereka pasti di sekitar sini!”

Loekas menyumpah dalam hati. Belanda masih bisa melacaknya meskipun ia sudah berusaha menghilangkan jejak.

Ia mempercepat langkahnya, tapi tiba-tiba suara gonggongan anjing menggema di udara.

“Anjing pelacak…” gumamnya.

Belanda rupanya sudah memperhitungkan segalanya. Mereka menggunakan anjing pelacak untuk memburunya.

Tak ada pilihan lain. Loekas segera melompat ke dalam rawa berlumpur, merayap dengan perlahan. Bau busuk menyengat hidungnya, tapi ia tak peduli.

Beberapa menit kemudian, pasukan Belanda tiba di dekatnya. Anjing pelacak berlari ke sana kemari, mengendus-endus tanah.

Loekas menahan napas saat salah satu anjing hampir mencapai tempatnya.

“Tuan! Saya mencium bau sesuatu!” teriak seorang tentara Belanda.

Loekas tahu ia tak bisa tinggal lebih lama di sana. Dengan cepat, ia merangkak keluar dari lumpur dan berlari ke arah lain.

Tembakan kembali menggema di udara.

Ia terus berlari, menembus semak-semak dan pepohonan, hingga akhirnya menemukan sebuah parit tua. Tanpa pikir panjang, ia melompat ke dalamnya, menyembunyikan diri di balik rerimbunan.

Dari kejauhan, suara langkah kaki Belanda semakin menjauh. Mereka kehilangan jejaknya lagi.

Loekas menghela napas lega, tapi ia tahu ini belum berakhir.

Menuju Rengasdengklok

Setelah memastikan keadaan aman, Loekas melanjutkan perjalanan. Ia harus segera sampai di titik pertemuan.

Namun, sesampainya di sana, ia mendapati sesuatu yang membuatnya terkejut.

Tempat yang seharusnya menjadi lokasi pertemuan mereka kini penuh dengan jejak kaki. Ada tanda-tanda pertempuran.

Loekas mendekati sebuah pohon besar dan menemukan secarik kain berdarah tersangkut di ranting.

Hatanya mencelos.

“Apakah pasukanku tertangkap…?”

Sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, suara seseorang memanggilnya dari balik semak-semak.

“Kapten…”

Loekas menoleh dan melihat Burhan, dengan wajah penuh luka, merangkak keluar dari persembunyian.

“Mereka… mereka dikepung, Kapten…” suara Burhan lemah.

Loekas mengepalkan tangan. Belanda ternyata sudah mendahului mereka.

Ini artinya satu hal: perang baru saja dimulai.

(Bersambung ke seri ke-12: “Serangan Balik di Rengasdengklok”)

Profil Houthi: Penguasa Yaman yang Bikin AS Gelap Mata

JAKARTAMU.COM | Kelompok Houthi, atau yang dikenal sebagai Ansar Allah, adalah milisi Syiah Zaidi yang berbasis di Yaman bagian...

More Articles Like This