Rabu, April 2, 2025
No menu items!
spot_img

Begundal van Karawang (12): Serangan Balik di Rengasdengklok

Must Read

LANGIT Rengasdengklok masih pekat ketika Loekas Kustaryo merapatkan diri ke tanah, mengamati pergerakan pasukan Belanda di seberang ladang. Mereka menyalakan obor, menyisir setiap sudut, mencari siapa pun yang berani melawan. Beberapa tentara pribumi yang ditugaskan sebagai mata-mata tampak berbaur dengan pasukan penjajah, memberikan laporan tentang kondisi desa.

Loekas melirik Burhan yang terengah-engah di sampingnya. Pemuda itu masih menahan nyeri akibat luka di lengannya.

“Berapa orang kita yang tertangkap?” bisik Loekas.

Burhan menggeleng. “Aku tidak tahu pasti, Kapten. Tapi aku lihat mereka menyeret Saman dan beberapa lainnya ke gudang beras di dekat pasar.”

Mata Loekas menyipit. Belanda pasti akan menginterogasi mereka sebelum akhirnya mengeksekusi. Ia harus bergerak cepat.

“Kita harus membebaskan mereka malam ini,” ucap Loekas tegas.

Burhan menatapnya dengan mata penuh semangat, meskipun tubuhnya lemah. “Apa rencanamu, Kapten?”

Loekas tersenyum tipis. “Serangan kilat. Kita buat mereka panik.”

Mempersiapkan Serangan

Loekas dan Burhan bergerak diam-diam menuju perkebunan di pinggiran desa. Di sana, beberapa pejuang yang masih bertahan menunggu dengan cemas.

“Kapten!” seru seorang lelaki tua bernama Pak Anwar. “Kami mengira Kapten sudah gugur.”

Loekas menggeleng. “Belum saatnya aku mati, Pak Anwar.”

Ia menatap para pejuang yang tersisa—hanya sekitar dua puluh orang, dengan senjata seadanya. Beberapa membawa bedil tua, yang lain hanya bersenjata golok dan bambu runcing.

“Pasukan Belanda mengira kita sudah habis,” ujar Loekas. “Mereka sedang lengah. Ini saat yang tepat untuk menyerang balik.”

Pak Anwar mengangguk. “Apa rencana kita, Kapten?”

Loekas menjelaskan strateginya. Mereka akan membakar gudang beras di sisi timur untuk mengalihkan perhatian Belanda, sementara kelompok lain menyerang dari arah barat untuk membebaskan para tawanan.

“Jangan biarkan mereka sempat bereaksi. Serang dan lenyap sebelum mereka tahu apa yang terjadi,” instruksi Loekas.

Semua mengangguk. Perlawanan akan segera dimulai.

Api di Gudang Beras

Malam semakin larut ketika tim pertama bergerak ke arah gudang beras. Mereka membawa obor yang telah dilumuri minyak.

Pak Anwar merayap mendekati bangunan itu, lalu melemparkan obor ke tumpukan karung padi. Seketika, api menyala, menjilat-jilat dinding kayu yang kering.

“Kebakaran! Kebakaran!” teriak seorang tentara Belanda.

Panik pun melanda. Beberapa serdadu segera berlari ke arah gudang, mencoba memadamkan api.

Saat itulah Loekas dan kelompoknya menyerang dari sisi lain.

Dor! Dor!

Tembakan dari bedil para pejuang menyalak di udara. Beberapa tentara Belanda tumbang sebelum sempat mengangkat senjata.

Golok dan bambu runcing berkelebat di udara, menusuk dan menebas tubuh musuh.

Loekas sendiri menerobos ke dalam gudang tempat tawanan disekap. Dengan cepat, ia menendang pintu dan menemukan Saman serta beberapa pejuang lainnya diikat dengan tali kasar.

“Kapten!” seru Saman.

“Cepat keluar!” Loekas memotong ikatan mereka dengan pisau.

Para tawanan segera mengambil senjata dari tentara Belanda yang sudah tumbang, lalu bergabung dalam pertempuran.

Namun, tak lama kemudian, suara terompet tanda bahaya terdengar. Pasukan Belanda yang lebih besar mulai berdatangan dari arah utara.

Loekas tahu mereka tak bisa bertahan lebih lama.

“Semua mundur ke titik aman di sungai!” perintahnya.

Pengejaran di Tengah Malam

Para pejuang segera melarikan diri ke arah hutan, meninggalkan desa yang kini dipenuhi api dan teriakan kemarahan Belanda.

Loekas dan beberapa orang lainnya berlari menuju Sungai Citarum, berharap bisa menghilangkan jejak mereka. Namun, suara derap langkah kuda semakin mendekat.

“Mereka mengejar kita!” teriak Burhan.

Loekas menggertakkan gigi. “Kita harus bertahan di hutan sampai fajar.”

Dengan napas tersengal, mereka terus berlari, berharap bisa lolos dari kemarahan Belanda yang tak akan berakhir begitu saja.

(Bersambung seri ke-13: “Jebakan di Hutan Citarum”)

Refleksi Idulfitri: Allahu Akbar Bukan Ana Akbar  

Oleh Sapto Suhendro, S.Ag.,M.Pd | Ketua PDM Pemalang HARI Idul Fitri telah tiba. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat185,...

More Articles Like This