Sabtu, Maret 29, 2025
No menu items!
spot_img

Begundal van Karawang (8): Penyergapan di Tepi Citarum

Must Read

SUARA gemericik air sungai Citarum berpadu dengan desiran angin malam yang menusuk kulit. Di bawah cahaya bulan yang redup, Loekas Kustaryo berdiri di tepi sungai bersama para pejuangnya. Mereka baru saja menyelesaikan pertemuan rahasia dengan Kyai Haji Noer Alie dan bersiap untuk kembali ke basis gerilya di hutan Karawang.

Mata Loekas menatap arus sungai yang mengalir tenang. Tapi instingnya berkata sebaliknya—ketenangan ini terasa ganjil. Ia menarik napas dalam, lalu berbisik kepada Saman yang berdiri di sampingnya, “Aku merasa ada yang tidak beres. Perintahkan pasukan untuk lebih waspada.”

Saman mengangguk dan segera menyampaikan instruksi. Pasukan memperketat barisan mereka, bersiaga dengan senapan dan belati dalam genggaman.

Jatmiko, yang sejak peristiwa pengkhianatannya selalu dibayangi kecurigaan, berdiri sedikit menjauh dari pasukan. Wajahnya masih penuh beban. Ia ingin membuktikan dirinya, tetapi tak semua orang bisa dengan mudah percaya kepadanya lagi.

Tak lama, bayangan-bayangan mencurigakan mulai muncul di kejauhan. Loekas memperhatikan dengan seksama—siluet pasukan Belanda perlahan muncul dari balik pepohonan. Mereka datang dari arah yang tidak terduga.

“Celaka!” gumam Loekas. “Mereka tahu kita ada di sini!”

Tanpa membuang waktu, ia segera berteriak, “Posisi bertahan! Mereka datang dari utara!”

Tembakan pertama meletus, memecah keheningan malam. Peluru-peluru berdesingan, mengenai batang pohon dan menyibak air sungai. Para pejuang segera mencari perlindungan, membalas tembakan dari balik semak-semak dan bebatuan.

Pasukan Belanda bergerak cepat, mencoba mengepung dari dua arah. Loekas menyadari mereka telah mempersiapkan ini dengan matang.

“Saman, bawa pasukan mundur ke tepi sungai! Kita harus memanfaatkan medan!” perintahnya.

Namun sebelum mereka sempat berpindah posisi, ledakan kecil terjadi di sisi kanan mereka. Salah satu pejuang terpental, terkena granat yang dilemparkan dari arah lawan.

“Celaka, mereka membawa mortir kecil!” teriak Burhan.

Keadaan menjadi semakin genting. Loekas menggertakkan gigi—ia harus menemukan celah untuk keluar dari situasi ini.

Di tengah kekacauan, Jatmiko bergerak cepat. Ia melompat ke balik pohon besar, mengamati pergerakan pasukan Belanda. Tanpa berpikir panjang, ia mengangkat senjatanya dan menembak seorang perwira Belanda yang tampaknya menjadi pemimpin pasukan.

DOR!

Tembakan itu tepat mengenai dada sang perwira, membuatnya terhuyung dan jatuh ke tanah.

Loekas, yang melihat aksi itu, sedikit terkejut. “Bagus, Jatmiko! Sekarang mundur!”

Jatmiko bergegas kembali ke barisan, sementara pasukan Belanda kehilangan koordinasi sesaat karena jatuhnya pemimpin mereka. Momen itu dimanfaatkan oleh Loekas dan para pejuang untuk bergerak ke sisi sungai, melintasi perairan dangkal sambil terus menembak ke arah musuh.

Perlahan, mereka berhasil keluar dari kepungan, meskipun harus meninggalkan beberapa barang penting yang tidak sempat dibawa.

Setelah berlari cukup jauh dan memastikan mereka aman, Loekas akhirnya berhenti di sebuah hutan kecil di tepian Citarum. Ia mengatur napas, lalu menatap pasukannya yang kelelahan.

Jatmiko berdiri di antara mereka, tangannya masih gemetar setelah tembakannya barusan.

“Kau membunuh perwira itu,” kata Loekas pelan.

Jatmiko mengangguk, wajahnya sulit ditebak. “Aku tidak ingin mengkhianati kalian lagi.”

Loekas mengamati pemuda itu sejenak, lalu mengangguk. “Kita lihat saja nanti.”

Malam itu, mereka bertahan di dalam hutan, mengatur strategi untuk pergerakan selanjutnya. Namun satu hal yang pasti—Belanda tidak akan berhenti memburu mereka.

(Bersambung seri ke-9: “Gema Perlawanan di Bekasi”)

Teknologi Pemotong Kabel Bawah Laut China: Ancaman Baru terhadap Infrastruktur Global

JAKARTAMU.COM | China kembali menarik perhatian dunia dengan memperkenalkan teknologi baru yang mampu memutus kabel bawah laut pada kedalaman...

More Articles Like This