JAKARTAMU.COM | Jalanan dan fasilitas umum adalah milik bersama. Di sana, setiap manusia—tanpa memandang latar belakang, status sosial, atau keyakinan—memiliki hak yang sama untuk merasa aman, dihormati, dan diberi ruang. Namun, adab dan akhlak kita sebagai umat Islam diuji justru di tempat-tempat yang sering dianggap sepele itu. Jalanan bukanlah ruang bebas tanpa aturan. Ia adalah cermin dari akhlak sebuah masyarakat.
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada umatnya untuk menjaga adab, bahkan ketika berada di jalanan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri radhiyallāhu ‘anhu, beliau bersabda:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ فِي الطُّرُقَاتِ » فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا لَنَا مِنْ مَجَالِسِنَا بُدٌّ، نَتَحَدَّثُ فِيْهَا، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجْلِسَ، فَأَعْطُوْا الطَّرِيْقَ حَقَّهُ » قَالُوْا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيْقِ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: « غَضُّ الْبَصَرِ، وَكَفُّ الْأَذَى، وَرَدُّ السَّلَامِ، وَالأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ »
(Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallāhu ‘anhu, bahwa Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Waspadalah kalian duduk di jalanan.” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami tak bisa meninggalkan majelis kami di sana, karena kami biasa saling berbincang.” Maka beliau bersabda: “Jika kalian tetap harus duduk di jalan, maka berikanlah hak jalan itu.” Mereka bertanya, “Apa hak jalan itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menundukkan pandangan, menahan dari mengganggu, menjawab salam, memerintahkan kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar.”
Hadis ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengatur ibadah vertikal antara hamba dan Rabb-nya, tetapi juga menata interaksi sosial di ruang publik. Islam adalah agama yang sempurna, yang tidak membiarkan seorang muslim lepas kendali di tempat umum, melainkan membimbingnya agar tetap menjaga akhlak, adab, dan empatinya.
Pertama, غَضُّ الْبَصَرِ (menundukkan pandangan). Jalan adalah tempat berlalu-lalangnya manusia dari berbagai usia, jenis kelamin, dan penampilan. Maka menjaga pandangan adalah kewajiban. Allah berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
(QS. An-Nūr: 30)
Pandangan yang tak terkendali bisa menjadi awal dari kerusakan hati. Mata yang dibiarkan liar, akan menumbuhkan keinginan yang tak pantas. Maka jalanan bukanlah tempat untuk memuaskan mata, melainkan tempat untuk melatih kesucian jiwa.
Kedua, كَفُّ الأَذَى (mencegah gangguan). Mengganggu pengguna jalan adalah dosa. Entah dengan ucapan, isyarat, maupun tindakan, semua itu haram bila menyakiti orang lain. Rasulullah bersabda:
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Membuang sampah sembarangan, memarkir kendaraan semaunya, berteriak tanpa sebab, meludah di trotoar, atau menghalangi jalan, semua itu termasuk menyakiti orang lain. Dan menyakiti orang lain adalah sebab utama tercabutnya keberkahan.
Ketiga, رَدُّ السَّلَامِ (menjawab salam). Salam adalah doa. Di jalan, sapaan salam bukan sekadar formalitas, tapi cara kita menebarkan kedamaian. Allah berfirman:
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.”
(QS. An-Nisā’: 86)
Keempat, الأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ (memerintahkan kebaikan) dan النَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ (mencegah kemungkaran). Jalan bukan hanya tempat lalu lintas tubuh, tapi juga tempat lalu lintas nilai. Di jalan, kita bisa mengingatkan saudara yang melakukan pelanggaran, bisa menegur dengan santun bila ada yang bertindak tidak sopan, bisa menyelamatkan orang lain dari keburukan. Itulah ruh sosial dalam Islam—menjadi pelita bagi yang lain.
Maka, beradablah ketika berada di jalan. Jangan hanya mengukur kehidupan dari apa yang kita lakukan di rumah atau masjid. Justru terkadang amal terbaik kita ditulis oleh malaikat karena sikap kita saat berada di lampu merah, di halte, di lorong pasar, di lift umum.
Setiap muslim adalah duta Islam. Apa yang kita lakukan di tempat umum bisa menjadi cerminan agama kita. Jangan sampai kita menyebabkan orang lain salah paham terhadap Islam karena perilaku kita yang tak mencerminkan keindahannya.
اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِحُسْنِ الأَخْلَاقِ فِي كُلِّ مَجْلِسٍ، وَاجْعَلْنَا نُورًا لِمَنْ حَوْلَنَا فِي الطُّرُقَاتِ وَالْمَجَامِعِ، وَثَبِّتْنَا عَلَى أَدَبِ الإِسْلَامِ حَتَّى نَلْقَاكَ
“Ya Allah, hiasilah kami dengan akhlak yang indah di setiap tempat kami berada, jadikan kami cahaya bagi sekeliling kami di jalanan dan keramaian, dan teguhkan kami dalam adab Islam hingga kami berjumpa dengan-Mu.”