”NGGAK ngopi nggak asyik”. Itulah ungkapan yang biasa dilontarkan kaum muda zaman now. Ungkapan itu menunjukkan betapa minum kopi makin menjadi bagian gaya hidup mereka, yang sekaligus ”melestarikan” budaya Indonesia, mungkin juga dunia.
Sepanjang zaman, warung kopi tetap menjadi tempat nongkrong pas untuk melepas penat fisik atau pikiran. Lebih-lebih di kota-kota besar, warung kopi atau sekarang lebih mentereng disebut kafe menjamur bak cendawan di musim hujan. Hampir semuanya ramai pengunjung.
Di kafe-kafe itu orang tidak hanya minum kopi. Mereka juga berdiskusi dari urusan yang ringan sampai masalah negara. Sejumlah kafe bahkan menyediakan ruangan khusus untuk acara bedah buku atau diskusi formal secara santai. Sambil ngopi, pikiran mendapat asupan diskusi.
Dokter Akbarbudhi Antono Sp.PD menyarankan minum kopi sebelum olahraga pagi. Asal tidak berlebihan, minum kopi sebelum berolahraga dapat meningkatkan performa. Kafein dalam kopi dapat merangsang sistem saraf pusat, jantung, dan tekanan darah. Tentu saran ini ditujukan untuk orang yang tubuhnya sehat, tidak ada masalah dengan lambung.
Baca juga: Ramadan Momentum untuk Berhenti Merokok
Lekat dengan Budaya dan Dakwah Islam
Di kalangan Islam tradisional dan para muhibbin, kopi dekat dengan komunitas sufi dan tarekat. Kopi merupakan minuman favorit para sufi yang dikonsumsi untuk menemani zikir. Kopi juga dikaitkan dengan meditasi dan taqarrub, yaitu mendekatkan diri kepada Allah.
Negeri Yaman memang dikenal masyarakatnya hobi mengkonsumsi kopi di segala ritual dan medan tradisi yang terselenggarakan. Bahkan, di negeri ini juga ada klaim tentang orang yang kali pertama menjadikan kopi sebagai washilah para salikin mengarungi perjalanan ila hadlrotillah.
Masyhur di Yaman bahwa Syaikh Abu Bakar bin Salim adalah orang yang kali pertama menemukan dan menggunakan kopi sebagai minuman. Tanaman kopi pertama ditemukan tumbuh liar di daerah Kaffa, Etiopia – kata kopi memang berasal dari nama Kaffa. Kata “coffee” resmi menjadi bahasa Inggris pada 1598 yang berasal dari bahasa Belanda, “koffie”. Sementara, “koffie” dipinjam dari bahasa Turki “kahve” yang berasal dari bahasa Arab “qahwa”.
Tidak diketahui secara pasti, kapan kopi mulai pertama kali ditemukan. Namun, seorang ilmuwan bernama RS Hattox dalam bukunya “Coffee and Coffeehouses: The Origins of a Social Beverage in the Medieval Near East” mengungkapkan, Muslim Yaman membawa kopi ke tanah kelahiran mereka dari Etiopia sekitar 1.400 Masehi.
Baca juga: Mengenal Tradisi Unik Kawin Culik Suku Sasak di Lombok
Metode Dakwah Kaum Pembaharu
Sejarah kopi lalu sampai pasa masa Jamaluddin Al Afghany, sosok ulama pembaharu Islam kelahiran di Afghanistan (1839-1897). Di siang hari dia mengajar tetapi hampir setiap malam pergi ke kedai kopi untuk menyapa komunikan dakwah. Berdakwah sambil ngopi.
Di kedai kopi, sangat banyak orang-orang yang siap bertanya pada Jamaluddin Al Afghany mengenai persoalan filsafat, politik, agama, dan sebagainya. Kalangan yang bertanya pada Jamaluddin Al Afghany yakni mulai dari kalangan apoteker, sastrawan, dokter, ahli sejarah, bahkan ahli saintis.Salah satu murid Jamaluddin Al Afghany adalah Muhammad Abduh
Begitulah. Dakwah tidak harus di masjid, tidak harus di majelis taklim. Gaya Jamaluddin Al Afghany dengan ceramah dan diskusi di kedai kopi bisa dicontoh. Baitul Arqom tidak mesti selalu berada di ruang ruang kelas formal seperti perkuliahan. Penyegaran tempat seperti kafe bisa dipertimbangkan. Kalau digelar di masjid sekalipun, tidak ada salahnya para hadirin mendengarkan pencerahan majelis ilmu sambil ngopi.