Senin, April 28, 2025
No menu items!

Berpikir Kritis Seperti Ibrahim

Must Read

MENJELANG Iduladha 1446 Hijriah, kisah ketakwaan Nabi Ibrahim AS kembali menjadi bahan renungan banyak orang. Sebagaimana diceritakan dalam berbagai ceramah, Ibrahim menunjukkan keteguhan iman saat diperintahkan untuk menyembelih putranya, Ismail. Tapi lebih dari itu, kisah Nabi Ibrahim juga mengajarkan tentang pentingnya berpikir kritis dalam mencari kebenaran.

Sejak muda, Ibrahim dikenal sebagai sosok yang cerdas. Ia tidak menerima begitu saja tradisi yang berlaku di sekitarnya. Melihat masyarakatnya menyembah berhala, ia mempertanyakan, “Siapakah sebenarnya Tuhan?” Ia pun mengamati bulan, bintang, dan matahari, namun menyadari bahwa semua itu hanya makhluk yang datang dan pergi—bukan Tuhan yang sejati.

Pencarian Ibrahim ini diabadikan dalam Al-Qur’an Surat Al-An’am. Ia mengajarkan bahwa kebenaran tidak bisa diterima begitu saja; harus dicari dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus.

Semangat berpikir kritis seperti Ibrahim ini sangat relevan, bahkan dalam konteks pelaksanaan kurban hari ini.

Dalam banyak ceramah Iduladha, umat Muslim diingatkan bahwa berkurban bertujuan untuk berbagi rezeki kepada sesama, khususnya kaum duafa. Gambaran yang sering terlintas adalah keluarga dhuafa yang menikmati sate, gulai, atau sop daging dari hewan kurban.

Namun, bila kita mau berpikir lebih kritis seperti Ibrahim, akan muncul pertanyaan apakah daging kurban itu benar-benar dikonsumsi kaum duafa?

Pengamatan di sejumlah pasar di DKI Jakarta pada 2023 dan 2024 menunjukkan fakta yang cukup mencengangkan. Sebagian kaum duafa ternyata memilih menjual daging kurban yang mereka terima kepada penadah. Alasannya sederhana saja, mereka lebih membutuhkan uang tunai dibandingkan daging, apalagi yang mentah. Bahkan untuk memasak daging gratis itu mereka masih membutuhkan uang.

Bagi mereka, makan sudah cukup dengan tahu atau tempe. Yang penting ada uang untuk membeli beras, gas untuk memasak, dan keperluan sekolah anak-anak.

Harga jual daging kurban ke penadah berkisar antara Rp25.000–Rp40.000 per kantong, jauh di bawah harga pasar yang saat itu mencapai Rp120.000–Rp140.000 per kilogram untuk daging sapi, dan Rp80.000–Rp90.000 per kilogram untuk daging kambing.

Fakta ini menunjukkan bahwa niat baik berbagi lewat daging kurban memang bermanfaat, tapi belum tentu sesuai kebutuhan utama kaum dhuafa. Mereka lebih membutuhkan bahan pokok lain seperti beras, atau bantuan tunai untuk kebutuhan mendesak.

Bila kita benar-benar meneladani cara berpikir Nabi Ibrahim, maka pembagian daging kurban sebaiknya disertai pendampingan. Misalnya, bersama daging, diberikan juga beras, bumbu masak, atau bahkan sedikit bantuan uang tunai. Dana untuk kebutuhan ini bisa diambil dari kotak amal masjid atau panitia Iduladha, yang biasanya juga menerima sumbangan tambahan saat salat Id. (*)

Buah Sabar yang Menghidupkan

SAAT duka berteduh di relung jiwa, dan nestapa menoreh luka tanpa suara, ingatlah, wahai hati yang berselimut lara, setiap...
spot_img

More Articles Like This