Senin, Januari 27, 2025
No menu items!

Catatan Kecil dari Green Tanwir Aisyiyah

Must Read

JAKARTAMU.COM | Green Tanwir. Begitu Dr. Rohimi Zam Zam menyebut gelaran Tanwir I Aisyiyah yang telah selesai dilaksanakan pekan lalu. Sebagai ketua panitia, Rohimi menjelaskan bahwa green tanwir diwujudkan dengan tidak disediakannya minuman kemasan plastik. Panitia telah menyiapkan tumbler, tempat minum berbahan nonplastik yang bisa digunakan berulang kali sebagai gantinya.

Kebijakan itu terbukti diterapkan. Di arena tanwir, tidak ada minuman gelas plastik atau botol, walaupun itu produksi Muhammadiyah sendiri, yang biasa tersaji pada acara-acara organisasi. Arena Tanwir relatif “bersih” dari plastik, kecuali di media center dan beberapa stan UMKM yang masih menggunakan kemasan plastik untuk makanan ringan.

Namun, upaya ini seakan menjadi satu-satunya narasi lingkungan yang terlihat selama tiga hari penyelenggaraan Tanwir. Tidak ada sesi khusus yang membahas isu lingkungan secara mendalam, selain laporan dari Majelis Lingkungan Hidup (MLH). Kegiatan paling dekat dengan isu lingkungan adalah peluncuran buku Islamic Green School dan penanaman pohon di sejumlah daerah pada masa pra-tanwir.

Baca juga: Resmi Ditutup, Tanwir Aisyiyah Hasilkan Enam Keputusan Strategis

”Kalau secara keseluruhan memang kita tidak terlihat ada semangat yang besar terhadap lingkungan hidup. Tetapi ada di dalam laporan, dan saya tahu persis itu, juga ada gerakan Green Aisyiyah,” ujar Hening Parlan, wakil ketua Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah kepada Jakartamu.com pekan lalu.

Menurut ketua Divisi Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP ‘Aisyiyah ini aktualisasi gerakan green Aisyiyah itu bisa dilihat dengan tidak digunakannya plastik untuk makan dan minum.

”Kalau boleh saya katakan ini adalah pertama dan satu-satunya setelah muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah lalu nggak berhasil. Bahkan, raker MLH saja tidak berhasil. Tapi kali ini kita berhasil,” tutur Hening.

Namun demikian, dia mengakui bahwa urusan-urusan lingkungan belum menjadi diskursus. Padahal agar menjadi sebuah gerakan, sebuah urusan harus menjadi diskusi atau pembicaraan setiap orang.

”Nah ini nggak. Jadi Aisyiyah itu memang masih fokus terhadap urusan-urusan yang ada di depan mata. Namun belum melihat bahwa urusan lingkungan yang sama-sama di depan mata juga harus segera diurus,” kata Hening.

Baca juga: Menag Hadiri Tanwir Aisyiyah, Dukung Penguatan Pemberdayaan Perempuan

Hening mengusulkan pendekatan inklusif dalam membangun program Aisyiyah, termasuk program berbasis lingkungan. Ia menyoroti bahwa isu pangan yang menjadi salah satu program besar Aisyiyah sebenarnya berkaitan erat dengan masalah lingkungan.

“Masalah pangan tidak bisa diselesaikan tanpa mengaddress akar masalahnya, yaitu lingkungan. Misalnya, dulu petani bisa panen padi tiga hingga empat kali setahun, sekarang hanya dua kali. Ini terkait dengan perubahan lingkungan,” jelasnya.

Menurut Hening, Aisyiyah perlu melihat lingkungan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. “Mengurus lingkungan bukan hanya soal menanam pohon atau mengelola sampah. Lingkungan adalah semua hal yang terkait dengan kehidupan, termasuk air, pangan, dan gizi anak-anak,” ujarnya.

Hening juga mengingatkan bahwa Muhammadiyah dan Aisyiyah memiliki aset besar berupa tanah wakaf yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung program pangan dan energi berkelanjutan. Ia menyarankan agar tanah tersebut digunakan untuk pengembangan energi terbarukan, seperti tenaga surya atau tenaga air, sekaligus mendorong teknologi yang ramah lingkungan.

“Ini tentu membutuhkan sumber daya besar dan pengetahuan mendalam. Tetapi kita harus mulai memikirkan langkah-langkah konkret untuk menjadikan isu lingkungan sebagai bagian dari gerakan besar Muhammadiyah dan Aisyiyah,” tutup Hening.

DMI Bangun 10 Masjid di Gaza, Ditargetkan Selesai Awal Ramadan

JAKARTAMU.COM | Dalam langkah yang penuh harapan, Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengumumkan rencana pembangunan 10 masjid semi-permanen di Jalur...

More Articles Like This