Tangerang Selatan, Deras.id – Sebagai organisasi massa (ormas) Islam paling dominan dengan jumlah pengikut yang besar, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) adalah tambang suara bagi para politisi. Tak mengherankan bila dalam berbagai kontestasi politik, suara warga NU dan Muhammadiyah selalu menjadi rebutan.
Zainudin Maliki, anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN) menceritakan bagaimana pengalamannya dalam dua pemilihan anggota legislatif. Zainudin mengaku maju dalam pencalonan karena ditugaskan Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jawa Timur.
Pada 2019, Zainudin bersyukur bahwa penugasan tersebut diikuti dengan support penuh pimpinan untuk memastikan suara warga Muhammadiyah bisa meloloskan namanya di daerah pemilihan Lamongan-Gresik.
”Saya sangat bersyukur sekali. Saya ingat pimpinan di PWM Jatim waktu itu ikut turun,” ujar mantan Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur itu dalam Pelatihan Ideologi Kepemimpinan Nasional (Piknas) di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (14/9/2024).
Zainudin mengaku tak mengeluarkan dana saat bertemu warga Muhammadiyah.
Tetapi pada 2024 situasinya berubah sama sekali. Setidaknya ada dua hal yang dituntut warga Muhammadiyah.
”Yaitu kehadiran dan peninggalan. Malah kehadiran juga tidak terlalu penting, yang lebih penting peninggalan,” kata Zainudin.
Dari hal itu, Zainudin menyimpulkan bahwa bila perbedaan antara Muhamamdiyah dan NU diketahui saat salat subuh, maka untuk mengetahui kesamaan antara warga Muhammadiyah dan NU momentumnya adalah pemilu.
“Kalau salat subuh jelas, yang qunut NU, yang nggak qunut pasti Muhammadiyah. Nah kalau pemilu nggak ada bedanya warga Muhammadiyah sama NU. Yang penting ya itu tadi peninggalan,” tutur Zainudin disambut tawa para peserta kegiatan.
