Rabu, Januari 22, 2025
No menu items!

Cerpen: Ambil Saja Hikmahnya

Must Read

Oleh: Sugiyati, S.Pd | Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Ambarawa Kabupaten Semarang

DI sebuah kompleks perumahan rakyat, ada sebuah mushala kecil yang menjadi tempat persinggahan jiwa-jiwa yang haus akan ketenangan. Mushala ini terletak di sudut kompleks, sederhana namun penuh makna, dengan dinding-dinding yang selalu berbisik dalam keheningan malam dan lantai yang menyaksikan sujud panjang mereka yang mencari kedamaian.

Pada suatu sore, langit tampak muram, seperti menyimpan rahasia hujan yang sebentar lagi akan turun. Angin berhembus lembut, membawa wangi tanah basah dan suara dedaunan yang berbisik.

Di dalam mushala, beberapa orang sudah berkumpul, menunggu waktu shalat Maghrib tiba. Di sudut ruangan, ada seorang pria bernama Malik, duduk termenung, matanya menatap kosong ke arah mihrab.

Malik, seorang buruh yang baru saja kehilangan pekerjaannya, merasa hatinya resah dan gundah. Selama beberapa hari terakhir, pikirannya dipenuhi oleh kecemasan akan masa depan keluarganya. Harta yang ia kumpulkan selama ini seakan tidak cukup untuk menenangkan batinnya. Setiap malam ia terjaga, dihantui oleh bayangan utang dan kebutuhan yang terus bertambah.

Saat azan berkumandang, Malik terbangun dari lamunannya. Suara azan itu seperti panggilan dari langit, mengingatkannya pada kebesaran Allah yang sering ia lupakan di tengah hiruk-pikuk dunia. Ia berdiri, bergabung dengan jamaah lain untuk shalat berjamaah.

“Terkadang hati kita merasa gelisah karena terlalu memikirkan harta dunia dan menuruti hawa nafsu kita. Namun, jika kita ingin hati kita tenang, kita harus bersabar dan mengingat Allah. Segala sesuatu yang menimpa kita adalah atas izin-Nya, dan pasti ada hikmah di baliknya.”

Setelah shalat, seorang pria tua, yang dikenal sebagai Pak Hasan, berdiri dan memberikan sedikit ceramah singkat. Suaranya lembut namun penuh hikmah, seperti embun yang menyejukkan dedaunan di pagi hari.

“Saudara-saudaraku,” kata Pak Hasan, “Terkadang hati kita merasa gelisah karena terlalu memikirkan harta dunia dan menuruti hawa nafsu kita. Namun, jika kita ingin hati kita tenang, kita harus bersabar dan mengingat Allah. Segala sesuatu yang menimpa kita adalah atas izin-Nya, dan pasti ada hikmah di baliknya.”

Malik menunduk, merenungkan kata-kata Pak Hasan. Ia merasa kata-kata itu ditujukan langsung untuknya, seolah-olah Allah sedang berbicara melalui lisan orang tua itu.

“Seperti yang dikatakan Umar bin Khathab,” lanjut Pak Hasan, “‘Aku tidak peduli keadaan apapun yang kualami, apakah yang kusenangi atau yang kubenci, karena aku tidak tahu apakah kebaikan ada pada yang kusenangi atau yang kubenci.’ Kita harus percaya bahwa Allah memiliki rencana terbaik untuk kita, meskipun kita mungkin belum memahaminya.”

Malam itu, Malik pulang ke rumah dengan hati yang sedikit lebih ringan. Ia merenungkan bahwa mungkin, kehilangan pekerjaannya adalah cara Allah memberinya kesempatan untuk mencari jalan baru, sesuatu yang lebih baik untuknya dan keluarganya. Ia memutuskan untuk lebih bersabar dan berserah diri kepada Allah, percaya bahwa ada hikmah di balik setiap peristiwa.

Hari-hari berlalu, Malik mencoba mencari pekerjaan baru. Ia menghadapi banyak penolakan, namun ia tetap berusaha, meyakinkan dirinya bahwa setiap langkah yang ia ambil adalah bagian dari rencana Allah yang lebih besar.

Suatu hari, saat sedang mencari pekerjaan di kota, Malik bertemu dengan seorang teman lama yang bekerja di sebuah lembaga amal. Temannya, melihat kesungguhan dan keikhlasan Malik, menawarkan pekerjaan sebagai staf sosial di lembaga tersebut. Pekerjaan ini tidak hanya memberikan penghasilan yang cukup, tetapi juga memberi Malik kesempatan untuk membantu orang lain, sesuatu yang selama ini ia impikan.

Malik merasa Allah telah menunjukkan jalannya, meskipun melalui jalan yang sulit. Ia mulai memahami bahwa apa yang awalnya tampak sebagai musibah, sebenarnya adalah rahmat yang tersembunyi. Setiap hari, saat ia membantu orang-orang yang membutuhkan, hatinya dipenuhi dengan kedamaian dan syukur.

Namun, kehidupan adalah serangkaian ujian yang tak berkesudahan. Suatu malam, setelah shalat Isya, Malik kembali duduk di mushala, merenungkan perjalanan hidupnya. Ia sadar bahwa ujian akan terus datang, tetapi kali ini, ia merasa lebih siap untuk menghadapinya, dengan keyakinan bahwa selalu ada hikmah di balik setiap kejadian.

Saat malam semakin larut, dan mushala mulai sepi, Malik menutup matanya, berbisik kepada dirinya sendiri, “Ambil saja hikmahnya.” Namun, dalam diamnya, ia menyadari bahwa hidupnya mungkin akan menghadapi ujian yang lebih besar, ujian yang belum ia ketahui. Ia hanya bisa berharap, bahwa kali ini, ia akan cukup kuat untuk menghadapinya.

Menteri KKP Pastikan Penyelidikan Pagar Laut Tangerang Targetkan Pelaku

TANGERANG, JAKARTAMU.COM | Penyelidikan terkait pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten, masih terus...

More Articles Like This