Minggu, Februari 2, 2025
No menu items!

CERPEN: Bayang di Mata Niera

Must Read

Oleh: Sugiyati, S.Pd | Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Ambarawa, Kabupaten Semarang

NIERA duduk di pojok kamar, memeluk lututnya yang gemetar. Cahaya lampu temaram membentuk bayang-bayang di dinding. Ia bisa merasakan sesuatu bergerak di sudut ruangan, tapi ia sudah belajar untuk tetap diam.

Dari kecil, Niera bisa melihat mereka—makhluk-makhluk kecil yang lincah dan sulit ditebak. Tuyul, begitu orang-orang menyebutnya. Awalnya, ia mengira itu teman bermain, hingga suatu hari ia melihat sosok yang sama di layar televisi saat ibunya menonton sinetron.

“Itu… itu yang kemarin main sama aku,” gumamnya polos.

Ibunya menoleh dengan wajah bingung. “Maksudmu?”

Niera menunjuk layar. “Dia. Aku main sama dia kemarin.”

Darah ibunya berdesir. Wajahnya berubah tegang. Ia segera meraih Niera ke dalam pelukannya. “Itu bukan teman, Nak. Kalau melihat mereka lagi, jangan dekati.”

Tapi bagaimana bisa ia menghindari sesuatu yang selalu ada? Tuyul-tuyul itu sering muncul, kadang berdiri diam di sudut kamar, kadang menatapnya dengan mata hitam tanpa ekspresi. Kadang mereka bermain, melompat-lompat di atas kasur, berkejaran dengan suara kecil yang nyaring seperti cicitan tikus.

Awalnya Niera takut. Tapi semakin lama, ia mulai menganggapnya biasa. Hingga suatu malam, ia merasa berbeda.

Mereka datang lagi, tapi kali ini tak bermain. Mereka hanya berdiri, menatap. Tatapan yang kosong, tapi menusuk jauh ke dalam pikirannya.

Niera menguatkan diri. “Pergi!” katanya dengan suara bergetar.

Salah satu dari mereka bergerak maju, menggeleng. Lalu, sesuatu terjadi.

Bayangan di dinding bergerak sendiri, bukan mengikuti cahaya, tapi seperti hidup. Bentuknya berubah, memanjang, mencakar langit-langit. Udara mendadak berat, seolah ruangan menyusut.

Niera terengah. Dadanya sesak. Keringat dingin membasahi tengkuknya.

Lalu ia ingat pesan neneknya.

“Kalau kamu merasa takut, baca Ayat Kursi. Setan tak akan berani mendekat.”

Dengan segenap tenaga, Niera merapatkan bibir dan berbisik, “Allahu laa ilaaha illa huwa… Al-hayyul qayyum…”

Seketika, bayangan itu menggeliat, menyusut, lalu lenyap. Suasana kembali hening.

Niera terisak. Kali ini ia yakin—apa yang ia lihat bukan sekadar imajinasi.

MENCARI JAWABAN

Sejak malam itu, Niera menjadi lebih pendiam. Ibunya menyadari perubahan itu dan membawanya ke seorang ustaz.

“Niera ini anak spesial,” kata ustaz itu sambil tersenyum. “Allah memberikan kepekaan yang tak semua orang punya.”

“Tapi saya takut,” lirih Niera.

“Tidak perlu takut. Segala sesuatu di dunia ini ada dalam genggaman Allah. Apa pun yang kamu lihat, tak ada yang lebih besar dari kuasa-Nya.”

“Tapi mereka selalu datang,” suara Niera bergetar.

Ustaz menatapnya dalam. “Mungkin karena mereka tahu kamu bisa melihat mereka. Tapi ingat, makhluk seperti itu tidak punya kuasa atasmu. Justru kamu yang punya kuasa atas dirimu sendiri. Jika kamu takut, maka mereka menang. Jika kamu yakin kepada Allah, maka mereka tak bisa menyentuhmu.”

Niera mengangguk pelan.

Sejak hari itu, ia mulai rajin membaca doa sebelum tidur. Ayat Kursi menjadi pelindungnya. Setiap kali merasakan kehadiran mereka, ia membaca zikir dalam hati.

Namun, sesuatu terjadi.

BAYANGAN TERAKHIR

Suatu malam, Niera terbangun oleh suara berisik. Ia membuka mata dan melihat sosok kecil itu lagi, berdiri di tepi tempat tidur.

Namun kali ini berbeda. Tuyul itu terlihat tidak seperti biasanya. Wajahnya tidak lagi datar, tapi ada kesedihan di sana.

Niera duduk perlahan. “Kenapa kamu masih di sini?”

Tuyul itu tak menjawab. Ia hanya menatap, lalu menunjuk sesuatu di dinding.

Bayangan.

Tapi itu bukan bayangan tuyul. Itu bayangan Niera sendiri. Tapi mengapa terlihat berbeda? Lebih gelap, lebih besar, lebih menyeramkan.

Niera merasakan sesuatu menusuk jiwanya.

Selama ini ia takut pada mereka. Tapi mungkin… yang lebih menakutkan adalah bayangan dalam dirinya sendiri.

Rasa takut. Rasa ragu. Rasa cemas.

Mungkin bukan mereka yang menakut-nakuti. Mungkin justru ketakutannya sendiri yang membesar, membentuk bayangan yang mengerikan.

Niera menarik napas panjang. “Aku tidak takut lagi.”

Bayangan itu bergerak, mengecil, lalu lenyap. Tuyul itu masih di sana, menatapnya sekali lagi sebelum berbalik, lalu menghilang dalam kegelapan.

Sejak malam itu, Niera tak pernah lagi melihat mereka. Tapi ia tahu, sesuatu telah berubah dalam dirinya.

Bukan tentang melihat atau tidak melihat, tapi tentang bagaimana ia menghadapi ketakutan yang selama ini menguasainya.

Kini, ia tak lagi mencari cara untuk menyingkirkan mereka. Ia hanya perlu mengendalikan dirinya sendiri.

Dan dengan keyakinan itu, ia tahu bahwa ia akan baik-baik saja. (*)

KH Ali Yafie: Sunnatullah Tidak Terbatas Pada Ketentuan yang Mengatur Alam Materi Saja

JAKARTAMU.COM--Ulama Fikih Prof Dr AG KH Muhammad Ali Yafie (1926-2023) menyebut sunnatullah yang diperkenalkan al-Qur'an tidaklah terbatas pada ketentuan-ketentuan...

More Articles Like This