Selasa, April 15, 2025
No menu items!

CERPEN: Bayangan di Balik Ingatan

Must Read

RESEPSI pernikahan di bulan Syawal itu dipenuhi gelak tawa dan canda tawa para tamu. Di antara para undangan, sekelompok anak muda sibuk bercengkerama, berbagi cerita lama yang penuh kenangan. Salah seorang dari mereka, Rizal, tiba-tiba menghentikan langkahnya saat melihat sosok tua yang duduk di sudut ruangan.

Seorang pria tua dengan senyum hangat dan sorot mata teduh yang tak asing di benak Rizal. Ia segera melangkah mendekat, menyalami pria itu dengan penuh penghormatan.

“Pak guru, masih ingat saya?” tanyanya dengan semangat.

Pria itu menatap Rizal sejenak, lalu menggeleng pelan. “Maaf, Nak. Saya sudah tua, banyak sekali murid yang pernah saya ajar.”

Rizal tersenyum, namun ada guratan kecewa di wajahnya. “Pak, saya Rizal. Murid SD panjenengan dulu. Masa sih, panjenengan tidak ingat? Saya murid yang pernah mencuri jam tangan di kelas.”

Seketika suasana menjadi hening di antara mereka. Rizal menarik napas panjang, lalu melanjutkan, “Waktu itu, seorang teman kehilangan jam tangannya. Panjenengan meminta kami berdiri dan menutup mata untuk digeledah. Saya berpikir, saat panjenengan menemukan jam itu di kantong saya, kehormatan saya akan hancur. Saya akan dicemooh teman-teman dan dicap sebagai pencuri selamanya.”

Rizal menatap wajah pria tua itu, berharap melihat secercah pengakuan di sana. Tapi, pria itu tetap menatapnya dengan lembut tanpa perubahan ekspresi.

“Tapi panjenengan tidak menyebutkan siapa pelakunya. Panjenengan hanya mengambil jam itu dari saku saya dan tetap melanjutkan penggeledahan sampai akhir. Lalu, panjenengan mengembalikan jam itu kepada pemiliknya tanpa sedikit pun menyebut siapa yang mencurinya. Sejak saat itu, saya belajar banyak. Saya berubah menjadi orang yang lebih baik. Semua karena kebijaksanaan panjenengan yang tidak mempermalukan saya di depan teman-teman.”

Pria tua itu tersenyum, kemudian menjawab dengan suara yang pelan, “Maaf, Nak. Saya sungguh tidak mengingat kejadian itu. Karena saat menggeledah kalian, saya pun menutup mata.”

Rizal membelalakkan matanya. Ia tak menyangka jawaban itu. “Menutup mata?”

“Iya,” kata pria itu lembut. “Saya tidak mau mengenali siapa murid yang berbuat salah. Saya tidak ingin kecewa. Saya mencintai semua murid saya, dan saya ingin mereka belajar dari kesalahan tanpa harus merasa hina.”

Mata Rizal berkaca-kaca. Ia baru menyadari, bukan hanya pelajaran akademis yang diajarkan pria tua ini, tetapi juga pelajaran hidup yang begitu berharga. Namun, ada satu hal yang membuatnya terpaku—jika gurunya menutup mata saat itu, bagaimana bisa ia tahu bahwa Rizal adalah murid yang mencuri jam tangan?

Rizal menatap pria itu sekali lagi, berusaha mencari jawaban di wajahnya. Tapi sang guru hanya tersenyum lembut, lalu beranjak pergi meninggalkan Rizal dalam kebingungan yang semakin dalam.

Refleksi Diri: Mengapa Setelah Ramadan Aku Kembali Seperti Ini?

SEMALAM aku tertidur pulas. Tidak seperti malam-malam sebelumnya di bulan Ramadan, saat aku berusaha bangun lebih awal untuk sujud...
spot_img

More Articles Like This