Selasa, Maret 4, 2025
No menu items!

CERPEN: Ilmu Kebal Letnan Komarudin

Must Read


Oleh: Dwi Taufan Hidayat

Letnan Komarudin berdiri tegap di atas bukit kecil, matanya menatap lurus ke arah perkemahan pasukan Belanda di kejauhan. Malam itu, bulan bersinar redup, tertutup awan tipis yang melayang di angkasa. Di balik keremangan itu, ia dapat melihat bayangan-bayangan tentara musuh bergerak, sesekali terdengar tawa mereka, seolah tanpa beban.

Di belakangnya, para anak buahnya menunggu perintah. Mereka semua tahu, serangan malam ini bukan sekadar serangan biasa. Ini adalah bagian dari Serangan Umum 1 Maret, perlawanan besar-besaran untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia belum tunduk di bawah kekuasaan Belanda.

“Komandan,” bisik seorang prajurit bernama Rasmin, “Kita benar-benar akan menyerang malam ini? Mereka punya persenjataan lebih lengkap. Kalau kita ketahuan sebelum sempat mendekat…”

Letnan Komarudin menoleh, matanya berkilat seperti bara. “Apa kau takut, Rasmin?”

Rasmin menelan ludah. “Bukan takut, Komandan, hanya khawatir.”

“Tidak ada ruang untuk khawatir dalam perang,” ujar Komarudin, suaranya tenang tapi penuh wibawa. “Percayalah, selama kita bertempur dengan keberanian, Tuhan bersama kita. Dan selama aku masih berdiri, tak satu pun dari kalian akan mati sia-sia.”

Para prajurit saling berpandangan. Mereka semua telah mendengar kisah tentang Letnan Komarudin. Ia bukan hanya pemimpin yang berani, tapi juga diyakini memiliki ilmu kebal. Anak buahnya percaya bahwa ia adalah keturunan Bantengwareng, salah satu panglima perang Pasukan Diponegoro.

Darah Bantengwareng

Selama ini, dalam setiap pertempuran, Letnan Komarudin selalu berada di garis depan. Peluru yang ditembakkan musuh seakan meleset begitu saja atau tak mampu menembus kulitnya.

Ada yang berkata itu hanya kebetulan. Ada pula yang percaya bahwa ia memiliki ilmu warisan leluhur yang membuatnya tak terkalahkan.

Namun, tak semua orang percaya. Salah satunya adalah Sersan Willem Van De Velde, komandan pasukan Belanda di perkemahan itu. Sejak lama, ia mendengar desas-desus tentang prajurit Indonesia yang kebal peluru.

“Takhayul,” gumamnya pada seorang anak buahnya, Sersan Hans. “Tak ada manusia kebal peluru. Semua hanya omong kosong.”

“Tapi, Tuan,” kata Hans, “Laporan dari medan perang sebelumnya mengatakan bahwa Letnan Komarudin berkali-kali ditembaki, dan ia tetap hidup. Para prajurit kita mulai takut padanya.”

Van De Velde mendengus. “Tak ada manusia tanpa kelemahan. Jika peluru tak mempan padanya, maka kita harus mencari cara lain.”

Serangan Malam

Malam semakin pekat. Letnan Komarudin memberi isyarat. Seperti bayangan, pasukannya merayap turun, mendekati perkemahan musuh. Setiap langkah mereka diiringi degup jantung yang kian cepat.

Mereka hampir sampai ketika tiba-tiba—

“DOR! DOR! DOR!”

Sirene berbunyi. Pasukan Belanda telah bersiap! Letnan Komarudin menghunus belati, lalu menerjang ke depan.

Baku tembak pecah. Pasukan Indonesia berlindung di balik pepohonan dan semak-semak, membalas tembakan sebaik mungkin. Namun, seperti biasa, Letnan Komarudin tetap maju.

Peluru-peluru menghujani tubuhnya—tapi tak satu pun yang melukainya. Anak buahnya hanya bisa menatap dengan takjub dan ketakutan sekaligus.

“DIA BENAR-BENAR KEBAL!” seru salah satu tentara Belanda dengan ngeri.

Namun, dari balik tenda utama, Sersan Willem Van De Velde muncul dengan senyum sinis. Ia tak mengangkat senapan, tak ikut menembak. Sebaliknya, ia membawa sesuatu yang lain—sebilah keris berwarna hitam, berkilat di bawah sinar bulan.

Keris itu bukan sembarang senjata. Itu adalah pusaka kuno, hasil rampasan dari sebuah candi di Jawa beberapa tahun lalu. Konon, keris itu bisa menembus kekebalan siapa pun.

Van De Velde berjalan perlahan, matanya tak lepas dari Letnan Komarudin yang kini berdiri di tengah-tengah pertempuran, dikelilingi mayat-mayat Belanda.

Duel di Tengah Perang

“Kau memang hebat,” ujar Van De Velde dalam bahasa Melayu yang cukup fasih. “Tapi aku ingin tahu, apakah kau benar-benar kebal?”

Letnan Komarudin menyipitkan mata. Ia tahu ada sesuatu yang janggal.

Van De Velde melangkah mendekat, lalu dengan cepat menusukkan keris pusaka ke arah dada Komarudin.

SREEET!

Sesuatu yang tak terduga terjadi.

Untuk pertama kalinya, Letnan Komarudin terhuyung. Matanya melebar, dadanya terasa panas. Keris itu berhasil menembus kulitnya!

Pasukan Indonesia yang melihat kejadian itu membelalakkan mata.

“Tuan Komarudin terkena senjata!”

Namun, Komarudin hanya tersenyum tipis.

“Jadi ini caramu melawanku, Belanda?” katanya, suaranya masih tegar. “Dengan senjata curang?”

Van De Velde tersenyum menang. “Kau bukan dewa, Letnan. Kau tetap manusia.”

Komarudin mencabut keris itu dari dadanya, darah segar mengalir. Namun, alih-alih tumbang, ia justru maju dengan langkah mantap.

Van De Velde tak sempat bereaksi ketika tangan Komarudin menghantam dadanya.

BUGH!

Tubuhnya terpental ke belakang, menghantam meja di belakangnya.

Pertempuran masih berlanjut. Anak buah Komarudin, yang tadi sempat goyah, kini bangkit dengan semangat baru. Mereka melihat pemimpin mereka tetap berdiri meski tertusuk keris. Itu sudah cukup untuk membakar keberanian mereka kembali.

Akhir yang Terbuka

Di tengah pertempuran yang terus berkecamuk, Letnan Komarudin memegang lukanya. Ia tahu ini belum selesai.

Van De Velde bangkit dengan wajah penuh amarah. Ia mengangkat senjata, siap menembak.

Namun sebelum ia sempat menarik pelatuk, suara gemuruh terdengar dari kejauhan.

Duk-duk-duk-duk!

Sinar merah berkedip-kedip di langit. Itu tanda bahwa pasukan besar Indonesia datang.

Wajah Van De Velde berubah. Ia menyadari bahwa situasi telah berbalik.

Letnan Komarudin menyeringai. “Kali ini, kaulah yang harus berlari, Belanda.”

Pertempuran malam itu tak berakhir begitu saja. Tapi satu hal pasti—Letnan Komarudin tetap berdiri, di antara peluru, darah, dan keyakinan. (Dwi Taufan Hidayat)

Jelajah Luar Angkasa: Seri Buku Edukatif untuk Mengenal Dunia Antariksa

Spesifikasi Buku: Judul Seri: Jelajah Luar AngkasaJumlah Buku: 6 bukuJudul Buku: Stasiun Luar Angkasa Pesawat Luar Angkasa Satelit Luar Angkasa Astronaut Robot Penjelajah Astronomi Jumlah Halaman: 16...

More Articles Like This