Rabu, Maret 19, 2025
No menu items!
spot_img

Cerpen: Luka di Jalanan Batu Bara

spot_img
Must Read

Oleh: Dwi Taufan Hidayat

Haryono duduk termenung di atas kap truknya yang besar, menatap kosong ke langit malam di tambang batu bara Samarinda. Roda kehidupannya yang keras sebagai sopir membuatnya harus merantau jauh dari rumah, meninggalkan istri dan anak demi sesuap nasi. Udara malam yang dingin menyelinap ke balik jaket lusuhnya, tapi dinginnya tidak seberapa dibandingkan rasa sakit yang baru saja ia terima.

Ponsel di tangannya menampilkan sebuah pesan singkat dari teman sekampungnya di Jawa Tengah.

“Yon, aku ndak enak ngomong ini, tapi istrimu nikah lagi.”

Haryono terdiam. Jemarinya gemetar, seolah tak sanggup mengetik balasan. Dadanya sesak, napasnya pendek. Istrinya, AK, perempuan yang ia cintai dan perjuangkan, kini telah menjadi milik orang lain.

Cinta yang Ditinggalkan

Perjalanan panjang hidupnya terlintas di benaknya. Ia dan AK menikah dalam kesederhanaan, penuh janji setia. Saat mendapat tawaran bekerja sebagai sopir batu bara di Samarinda, ia sempat ragu untuk pergi, takut meninggalkan istri dan anak mereka yang masih kecil. Namun, AK meyakinkannya.

“Pergilah, Mas. Aku akan menunggu. Aku ingin kita punya rumah sendiri, ingin anak kita sekolah tinggi.”

Keyakinan itu yang membuat Haryono bertahan di balik kemudi truknya selama bertahun-tahun. Namun, kini, kata-kata itu terasa seperti kebohongan. Ia kembali menatap layar ponselnya, menggeser ke bawah, melihat unggahan media sosial yang baru dikirim temannya.

Sebuah foto terpampang jelas. Istrinya berdampingan dengan seorang pria lain—kurus, berjanggut, dan tampak lebih muda. Haryono menutup matanya, seolah berharap semua ini hanya mimpi buruk.

Sumpah yang Palsu

Dalam benaknya, suara AK terngiang-ngiang.

“Aku bersumpah, Mas. Demi Allah, aku takkan meninggalkanmu. Aku takkan menyakitimu, apapun yang terjadi.”

Tapi kenyataannya? AK telah menikah lagi, dan yang lebih menyakitkan, ia sudah jatuh cinta dengan pria itu sejak tiga tahun lalu. Bahkan, dalam unggahan lamanya, AK menulis kalimat yang menyesakkan dada Haryono:

“Aku istri orang dan kamu suami orang, aku tak peduli. Cinta ini terlarang, tapi aku tetap cinta walau kamu suami orang. Aku rela walau hanya jadi simpanan.”

Haryono menghela napas panjang. Begitu rupanya. Ia bertarung di jalanan, menahan kantuk, melawan bahaya di tambang, sementara istrinya menikmati cinta baru di belakangnya.

Pelarian dan Keputusan

Beberapa teman sesama sopir mencoba menghiburnya.

“Yon, balik aja. Udah, tinggalkan aja perempuan kayak gitu.”

Tapi Haryono bukan tipe yang mudah membenci. Cintanya kepada AK tetap ada, meskipun kini bercampur dengan luka yang mendalam.

Satu hal yang ia tak mengerti, kenapa pria itu? Kenapa harus sesama sopir?

“Kalau memang mau cari yang lebih baik, ya carilah yang lebih baik, bukan sama-sama sopir juga,” gumamnya.

Ia lalu membuat video dan mengunggahnya ke media sosial, bukan untuk mencari simpati, tapi untuk berbicara kepada AK, berharap ia melihatnya.

“Buat istri saya yang paling saya sayang, kurang apa saya nyari kerja begini? Saya nggak mau mengkhianati pernikahan. Saya sudah bersumpah. Apalagi situ pernah bilang sumpah demi Allah nggak akan nyakitin saya, nggak akan ninggalin apapun keadaannya.”

Matanya berkaca-kaca. Ia tak menyangka bahwa cinta yang ia jaga ternyata begitu rapuh di tangan istrinya sendiri.

Pesan untuk Suami Baru Istrinya

Haryono tidak hanya berbicara kepada AK, tapi juga kepada pria yang kini menjadi suaminya.

“Bang, coba bayangkan kalau posisi kita dibalik. Situ kerja jauh, lalu istri di kampung direbut dan dikawinkan orang, gimana? Sakit nggak?”

Ia tak menunggu jawaban. Toh, jawaban apa yang bisa diberikan? Fakta sudah bicara sendiri. Istrinya telah memilih jalannya.

Tapi ada satu hal yang masih mengganjal di hatinya. Ia tahu, meskipun pernikahan baru itu terjadi, AK tetap akan menghadapi kenyataan. Apakah pria yang telah merebutnya itu benar-benar setia? Ataukah ia hanya akan menjadi istri kedua yang dilupakan begitu saja?

Haryono pernah mendengar cerita dari sesama sopir tentang lelaki seperti itu. Pria yang tidak puas dengan satu cinta, yang selalu mencari pelarian dari satu hubungan ke hubungan lainnya. Hati kecilnya berkata, mungkin ini bukan akhir bagi AK, tapi awal dari perjalanan baru yang lebih menyakitkan.

Keikhlasan dan Perjalanan Baru

Saat malam semakin larut, Haryono mematikan ponselnya dan menyandarkan kepalanya di kursi truk. Hatinya masih sakit, tapi ia tahu, hidup harus terus berjalan.

Ia memutuskan akan tetap bekerja. Bukan demi AK, bukan untuk membuktikan sesuatu, tapi demi dirinya sendiri dan anaknya.

Ia tidak akan tenggelam dalam dendam atau kemarahan. Biarlah waktu yang mengajarkan segalanya.

Namun, satu hal yang pasti—kepercayaan yang telah dikhianati takkan pernah kembali utuh.

Malam ini, di bawah langit Samarinda yang kelam, Haryono berjanji pada dirinya sendiri.

Ia mungkin telah kehilangan cinta, tapi ia tidak akan kehilangan harga dirinya. (“)

spot_img

Gedung Kuning Ungaran: Saksi Bisu Seabad Sejarah yang Terlupakan

JAKARTAMU.COM | Di tengah pesatnya modernisasi dan perkembangan kota, ada satu bangunan tua di Ungaran, Semarang, yang tetap berdiri...

More Articles Like This