Oleh: Dwi Taufan Hidayat
Di sebuah kota kecil yang damai, tersebar kabar tentang seorang dai terkenal yang sering muncul di TV dan YouTube. Namanya sering disebut-sebut dalam obrolan warung kopi hingga mimbar masjid. Kabar itu menyebutkan bahwa dai tersebut, sebut saja Habib J, adalah bagian dari kelompok yang disebut “Rafidhah”—sebuah kelompok yang dianggap sesat oleh sebagian orang. Kabar itu semakin panas dengan klaim bahwa Habib J mengkafirkan para sahabat Nabi yang mulia, seperti A’isyah, Hafshah, Abu Bakar, Umar, dan Utsman (semoga Allah meridhai mereka semua).
Narasi pertama yang beredar menyatakan:
“Perlu untuk muslimin ketahui, bahwa Habib J yang lagi viral di TV dan YouTube ini adalah Rafidhah. Mereka mengkafirkan A’isyah, Hafshah, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan banyak sahabat Nabi lainnya. Rafidhah bukan Islam. Kalau ketemu Habib ini, katakan padanya, ‘Hai J, A’isyah, Hafshah, Abu Bakar, Umar, Utsman masuk surga Allah ta’ala.’ Waspada ya, Rafidhah bukan Islam. Semoga Allah subhanahu wata’ala melindungi muslimin dari makar agama Rafidhah yang sesat.”
Narasi ini menyebar cepat, memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat. Sebagian orang langsung percaya, sementara yang lain mempertanyakan kebenarannya. Di tengah kebingungan ini, seorang pemuda bernama Fahri memutuskan untuk mencari tahu kebenaran di balik narasi tersebut.
Fahri mulai dengan mempelajari siapa sebenarnya Habib J. Ia menemukan bahwa Habib J adalah seorang dai yang dikenal dengan ceramahnya yang moderat dan penuh toleransi. Habib J sering membahas tema-tema keislaman dengan pendekatan yang santun, menjadikannya populer di kalangan muda. Namun, Fahri juga menemukan bahwa Habib J kerap menjadi sasaran tuduhan dari kelompok-kelompok tertentu yang tidak sejalan dengan pandangannya.
Selanjutnya, Fahri mencoba memahami apa itu “Rafidhah.” Ia membaca bahwa istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada kelompok Syiah tertentu yang dianggap menolak kepemimpinan Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Namun, Fahri juga menyadari bahwa istilah ini sering digunakan secara peyoratif dan kontroversial. Tidak semua kelompok Syiah dapat digeneralisasi sebagai “Rafidhah,” dan banyak di antara mereka yang tetap menghormati para sahabat Nabi.
Fahri kemudian mencari bukti-bukti yang mendukung klaim bahwa Habib J mengkafirkan para sahabat Nabi. Ia menelusuri rekaman ceramah, tulisan, dan pernyataan resmi dari Habib J sendiri. Namun, ia tidak menemukan satu pun bukti yang jelas bahwa Habib J pernah menyatakan hal tersebut. Justru, dalam banyak ceramahnya, Habib J sering menekankan pentingnya persatuan umat Islam dan menghindari perpecahan.
Fahri juga berbicara dengan beberapa ulama dan ahli yang terpercaya. Mereka sepakat bahwa menuduh seseorang tanpa bukti yang jelas adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam. Salah seorang ulama mengutip Surah Al-Hujurat (49:6):
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Dari sini, Fahri menyadari bahwa narasi pertama yang beredar mungkin berasal dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dengan tujuan memecah belah umat Islam. Ia pun memutuskan untuk tidak mudah terpancing oleh informasi yang belum terverifikasi.
Fahri kemudian menyebarkan pengetahuannya kepada teman-temannya. Ia menjelaskan bahwa penting untuk bersikap hati-hati dalam menerima informasi, terutama yang berkaitan dengan tuduhan serius seperti pengkafiran. Ia juga mengingatkan mereka bahwa Islam mengajarkan untuk selalu mencari kebenaran dan tidak mudah menyebarkan fitnah.
Di akhir cerita, Fahri berharap agar umat Islam dapat lebih bijak dalam menyikapi informasi yang beredar. Ia yakin bahwa dengan menjaga persatuan dan menghindari prasangka buruk, umat Islam akan menjadi lebih kuat dan mampu menghadapi segala tantangan.
Klaim bahwa Habib J adalah bagian dari “Rafidhah” dan mengkafirkan para sahabat Nabi memerlukan bukti yang kuat dan valid. Tanpa bukti yang jelas, klaim tersebut dapat dianggap sebagai fitnah atau provokasi yang tidak bertanggung jawab. Sebaiknya, kita bersikap hati-hati dan tidak mudah terpancing oleh informasi yang belum terverifikasi. Jika ingin mengetahui lebih lanjut, carilah sumber-sumber yang kredibel dan bertanya langsung kepada ahli atau ulama yang terpercaya.
Semoga Allah subhanahu wata’ala melindungi kita semua dari fitnah dan perpecahan. Aamiin.