JAKARTAMU.COM | Pada Oktober 2024, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Kepailitan ini tidak hanya mengguncang industri tekstil nasional tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap sektor perbankan, terutama bagi bank-bank yang memiliki eksposur kredit terhadap Sritex.
Eksposur Kredit Bank-Bank terhadap Sritex
Berdasarkan data yang tersedia, berikut adalah rincian eksposur beberapa bank terhadap Sritex:
Bank BJB: Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) memiliki eksposur kredit sebesar US$38,89 juta atau sekitar Rp554,62 miliar terhadap Sritex.
Bank Jateng: Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah menyalurkan kredit kepada Sritex sebesar US$24,20 juta atau sekitar Rp396,32 miliar.
Bank DKI: Meskipun jumlah pastinya tidak disebutkan secara rinci, Bank DKI termasuk dalam daftar kreditur dengan total tagihan mencapai sekitar Rp4,8 triliun bersama dengan Bank BJB, BNI, dan BRI.
Dampak Kepailitan Sritex terhadap Bank-Bank Terkait
Kepailitan Sritex menimbulkan beberapa dampak signifikan bagi bank-bank yang memiliki eksposur kredit terhadap perusahaan tersebut:
- Peningkatan Risiko Kredit Bermasalah (Non-Performing Loan/NPL): Dengan macetnya pembayaran utang dari Sritex, bank-bank terkait harus menghadapi peningkatan NPL. Misalnya, Bank BJB menghadapi potensi kerugian signifikan akibat macetnya pembayaran utang sebesar Rp532 miliar.
- Penurunan Profitabilitas: Peningkatan NPL memaksa bank untuk meningkatkan pencadangan kerugian kredit, yang pada gilirannya dapat menurunkan profitabilitas bank.
- Dampak terhadap Likuiditas dan Permodalan: Meskipun eksposur terhadap Sritex relatif kecil dibandingkan total aset bank, akumulasi kerugian dari kredit macet dapat mempengaruhi likuiditas dan rasio permodalan bank.
Tanggapan dan Langkah Mitigasi oleh Bank-Bank Terkait
Bank-bank yang terdampak telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi situasi ini:
Bank BJB: Bank BJB menghormati keputusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga Semarang dan memastikan bahwa proses penyaluran kredit kepada Sritex telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memenuhi prinsip kehati-hatian.
Bank Jateng: Meskipun tidak ada pernyataan resmi yang ditemukan dalam sumber yang tersedia, sebagai bank yang memiliki eksposur terhadap Sritex, Bank Jateng kemungkinan besar melakukan evaluasi terhadap portofolio kreditnya dan mengambil langkah-langkah mitigasi risiko yang diperlukan.
Bank DKI: Seperti halnya Bank Jateng, tidak ada pernyataan resmi yang ditemukan mengenai langkah-langkah yang diambil oleh Bank DKI. Namun, sebagai bagian dari industri perbankan yang diatur ketat, Bank DKI diharapkan mengikuti protokol manajemen risiko yang sesuai.
Pandangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa kepailitan Sritex tidak memberikan dampak sistemik terhadap perbankan nasional. Meskipun total eksposur Sritex tercatat pada 27 bank dan tiga multifinance dengan total outstanding Rp14,64 triliun, OJK menilai bahwa risiko tersebut masih dapat dikelola dan tidak mengancam stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Pelajaran yang Dapat Diambil
Kasus kepailitan Sritex memberikan beberapa pelajaran penting bagi industri perbankan:
- Pentingnya Diversifikasi Portofolio Kredit: Bank harus menghindari konsentrasi kredit pada satu sektor atau debitur tertentu untuk meminimalkan risiko kredit.
- Penguatan Manajemen Risiko: Implementasi manajemen risiko yang ketat dan efektif sangat penting untuk mengidentifikasi dan mengelola potensi risiko kredit sejak dini.
- Kepatuhan terhadap Prinsip Kehati-hatian: Dalam menyalurkan kredit, bank harus selalu mematuhi prinsip kehati-hatian dan memastikan bahwa debitur memiliki kapasitas dan integritas yang memadai untuk memenuhi kewajibannya.
Secara keseluruhan, meskipun kepailitan Sritex menimbulkan tantangan bagi beberapa bank, industri perbankan nasional diharapkan dapat mengambil pelajaran dari kasus ini untuk memperkuat praktik manajemen risiko dan menjaga stabilitas keuangan di masa mendatang. (Dwi Taufan Hidayat)