JAKARTAMU.COM | Presiden Prabowo Subianto perlu sedikit bersabar. Pasalnya, sampai kini keinginannya untuk membentuk Badan Pelaksana Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) tak kunjung terealisasi. Harap maklum, ternyata payung hukum lembaga seperti itu belum ada. Keppres dan Peraturan Pemerintah sudah disiapkan, namun ada aturan yang lebih tinggi yang mesti menyesuaikan.
“Banyak regulasi yang perlu disiapkan untuk peluncuran badan yang akan menjadi raksasa holding Indonesia itu,” ujar Wakil Kepala Badan Danantara, Kaharudin Djenod. “Inilah yang kami siapkan,” lanjutnya.
Regulasi itu antara lain berupa Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, ada kemungkinan Instruksi Presiden, dan terakhir undang-undang. Nah, yang terakhir ini mesti lewat Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
Setiap payung hukum itu, kata Djenod, dikaji secara mendalam agar Danantara dapat bergerak secara baik setelah diluncurkan. Apalagi, dia menyebut, untuk membuat aturan tentunya memang memakan waktu yang panjang dan bertahap.
Pada mulanya, Prabowo berkeinginan Danantara bisa launching sebelum 100 hari kerja. Nyatanya, sampai kini badan baru itu masih jalan di tempat. Jelas ini menyedihkan karena kehadiran Danantara dianggap penting. Badan ini nantinya akan diarahkan menjadi mesin penggerak ekonomi kedua setelah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias APBN.
Langsung Tajir
Sejatinya, mereka yang ditunjuk membidani Danantara tak bisa dianggap Tengah berpangku tangan. Kendati zonder payung hukum, mereka antara lain sudah melakukan konsolidasi organisasi. Salah satu langkahnya adalah memanggil sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN pada 19 November lalu.
Harap maklum. Badan ini dipersiapkan untuk menjadi superholding BUMN. Ini merupakan ide yang sudah dipikirkan sejak dulu. Sebanyak 7 BUMN dengan aset jumbo akan menjadi pilot project atau proyek percobaan lembaga baru tersebut.
Tujuh perusahaan pelat merah tersebut adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), dan holding BUMN pertambangan MIND ID.
“Saya pikir tujuh itu yang mewakili seluruh BUMN dan itu menjadi istilahnya pilot project,” jelas Kaharuddin Djenod.
Jadi, Danantara secara bertahap disiapkan sebagai cikal bakal superholding yang bakal mengonsolidasikan berbagai aset BUMN. Lembaga ini diharapkan dapat mengimbangi bahkan melewati capaian sovereign wealth fund (SWF) dari Singapura, Temasek.
Pada tahap awal, dana kelolaan atau asset under management (AUM) Danantara akan mencapai US$10,8 miliar yang berasal dari Indonesia Investment Authority (INA). Selanjutnya, sebanyak 7 BUMN bakal dikonsolidasikan ke dalam Danantara.
“Kenapa tidak menyatukan hal-hal yang komersial dan menjadi kekuatan besar supaya bisa di-leverage, misalnya ada proyek-proyek hilirisasi yang masih green nanti bisa mencari investor dari apalah Abu Dhabi apalah dari Qatar untuk fokus ke suatu proyek,” tambah Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono.
Ia meyakini Danantara tetap akan diresmikan walaupun bukan waktu dekat ini. Kini Danantara tengah mematangkan sejumlah perangkat institusi sembari menunggu peluncuran resmi aktivitas lembaga tersebut.
Mematangkan Perangkat
Kini Danantara juga tengah mematangkan beragam perangkat, seperti struktur organisasi dan tata Kerja (SOTK), harmonisasi program kerja tujuh BUMN, hingga rancangan program kerja 100 hari sejak termin peluncuran nantinya.
“Kami sedang mematangkan prosedur seputar persyaratan pengawakan, tata kelola kelembagaan, dan pertemuan dengan pihak terkait,” tambah Kepala Komunikasi BPI Danantara, Anton Priambudi.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut setelah pimpinan Danantara menyerahkan draf peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden atau Perpres Danantara kepada Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi pada Jumat, 29 November 2024 lalu.
Pada saat yang sama, para pimpinan Danantara juga sedang melakukan finalisasi SOTK terkait lembaga baru tersebut. Hal itu bertujuan agar setelah PP dan Perpres diterbitkan, pimpinan Danantara dapat mendorong SOTK untuk mendapatkan pengesahan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB).
Menteri Investasi/BKPM, Rosan Roeslani, mengaku telah diberikan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto terkait Danantara. Prabowo meminta agar Danantara dapat terbentuk dengan aturan yang tepat dan implementatif.
“Supaya Danantara ini bisa berjalan dengan baik, dengan benar sesuai dengan aturan yang ada dan governance yang ada. Itu yang dimintakan kepada saya. Penekanannya dari beliau adalah aturannya itu harus diikuti,” kata Mantan Wakil Menteri BUMN periode 2023-2024 itu dalam RDP Komisi XII, Rabu 4 Desember 2024 lalu.
Apalagi, Prabowo juga mengingatkan bahwa Danantara terbentuk dari 7 perusahaaan BUMN yang sudah menjadi perusahaan publik sehingga harus mengikuti aturan dari pasar modal.
Konflik Kepentingan
Pemerhati BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, mengatakan payung hukum Danantara yang tak kunjung terbit merupakan persoalan serius. Bagaimana tidak, Kepala dan Wakil Kepala Danantara dilantik Oktober 2024, tapi sudah lebih dari dua bulan, organisasinya tidak ada lantaran Perpres yang menaunginya tak kunjung terbit.
Hal ini membuat Danantara tidak bisa menyusun organisasi atau tim, termasuk merekrut dan menempatkan orang dalam susunan organisasinya. Situasi ini semakin pelik dengan absennya peraturan yang mengatur peralihan BUMN dan badan seperti Indonesia Investment Authority (INA) ke Danantara.
Herry curiga, keterlambatan ini bisa jadi akibat adanya konflik kepentingan di antara para pemangku kebijakan. Sebab, Danantara berpotensi mengikis kekuasaan dan peluang jabatan rangkap yang selama ini dinikmati oleh sebagian pihak.
“Semoga pemerintah, dalam hal ini Presiden Prabowo, tidak naif untuk melihat adanya pihak-pihak yang berkepentingan agar Danantara menjadi kerdil, atau bahkan dibatalkan lantaran kekuasaannya akan hilang dengan hadirnya Danantara,” ucapnya.
Dia berharap Kepala Negara serius terhadap pembentukan Danantara karena lembaga baru ini memiliki peran strategis untuk masa depan pengelolaan BUMN, sekaligus mendukung target perekonomian tumbuh hingga 8%.
Menurut Herry, diperlukan langkah luar biasa untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi 8%. Salah satunya dengan merealisasikan Danantara sebagai superholding supaya pengelolaan perusahaan pelat merah dapat lebih terarah. “Konflik kepentingan dari lembaga pemerintah yang sudah ada, merupakan tantangan terbesar pemerintah dalam pembentukan Danantara,” tutur Herry.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, sependapat soal pentingnya Danantara. Ia memandang langkah pemerintah ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Ini sesuai dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan supaya aset BUMN dikelola dan dikonsolidasikan secara mandiri dan mampu mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8%,” ujarnya.
Konsolidasi aset BUMN juga dinilai mempercepat pelaksanaan penghiliran sumber daya, industrialisasi, swasembada pangan dan energi. Oleh karena itu, pembentukan Danatara dinilai sebagai bagian penting untuk mengoptimalisasi peran dan kontribusi BUMN. Dengan demikian, poin pembentukan Danantara perlu dibahas dalam penyusunan RUU BUMN.
Perubahan Ketiga
Nah, kini Kementerian BUMN dan Komisi VI DPR tengah membahas rancangan undang-undang (RUU) perihal perubahan ketiga atas UU No. 19/2003 tentang BUMN. Salah satu poin yang diusulkan dalam rapat kerja itu adalah pembentukan Danantara.
Pada prinsipnya, lanjut Erick, pemerintah sependapat dengan DPR RI mengenai kebutuhan dan pentingnya penyusunan RUU BUMN yang bertujuan mengoptimalisasi peran dan kontribusi perusahaan pelat merah. “Hal-hal ini saya rasa positif tapi detailnya nanti kan ada panja. Jadi saya tidak mau mendahului isinya karena saya belum tahu,” kata Erick.
Ketua Komisi VI DPR, Anggia Ermarini, menjelaskan bahwa urgensi perubahan tersebut didasari oleh peran strategis BUMN dalam mengelola sumber daya nasional sesuai dengan Pasal 33 Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Meskipun berperan penting, kinerja BUMN saat ini dinilai belum optimal dan menghadapi sejumlah tantangan.
Usia UU No. 19/2003 yang mengatur tentang BUMN telah berusia lebih dari 22 tahun. “Regulasi tersebut perlu disesuaikan untuk menjawab tantangan zaman dan meningkatkan kontribusi BUMN terhadap ekonomi nasional,” ujar Anggia.
RUU BUMN sebelumnya telah melalui tahap harmonisasi dan penyempurnaan konsep oleh Badan Legislasi DPR, yang hasilnya diserahkan kepada Komisi VI. Adapun, pada rapat paripurna 23 Januari 2025, Komisi VI secara resmi diberi mandat untuk membahas RUU ini lebih lanjut.
“Kami akan segera membentuk panitia kerja [Panja] untuk mempercepat pembahasan RUU ini. Komisi VI dan BUMN juga berkomitmen untuk membuka ruang partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya dalam proses legislasi ini,” tutur Anggia.
Saat membacakan pandangan dan pendapat Presiden RI terkait RUU BUMN, Erick menuturkan bahwa pemerintah sependapat untuk mengatur beberapa poin penting dalam RUU BUMN, salah satunya tentang pembentukan Danantara.
“Dengan RUU BUMN ini, dibentuk BPI Danantara beserta struktur organ dan tata kelolanya,” ujarnya dalam raker yang digelar di Jakarta, Kamis 23 Januari 2025.
Selain itu, Erick menyampaikan bahwa RUU BUMN menegaskan kewenangan Presiden dalam pengelolaan kekayaan negara dipisahkan kepada BUMN. Seiring hal tersebut, dilakukan penegasan atas tugas dan kewenangan Menteri BUMN dalam melakukan pengelolaan serta pembinaan perusahaan pelat merah.
Dia juga memaparkan bahwa pemerintah sependapat dengan DPR mengenai urgensi penyusunan RUU BUMN. Optimalisasi peran dan kontribusi pelat merah dinilai penting, baik dari aspek pengelolaan entitas maupun tata kelola.
Adapun tantangan yang dihadapi saat ini adalah belum adanya pemisahan fungsi pengawasan dan pengelolaan, tidak optimalnya kewenangan pengelolaan dividen, dan ketidakpastian status aset serta kewajiban BUMN.
Oleh karena itu, kata Erick, RUU BUMN diharapkan dapat menjawab tantangan dengan mengadopsi tata kelola perusahaan yang baik, meningkatkan efisiensi dan kontribusi dalam pemerataan kesejahteraan, serta mendukung kemandirian ekonomi.
RUU BUMN ditetapkan sebagai salah satu program legislasi nasional atau prolegnas 2025 karena dianggap memiliki peran fundamental dalam perekonomian nasional. (*)