Selasa, April 15, 2025
No menu items!

Dari Lumpur ke Panggung Usaha: Perjalanan Bisnis Si Ratu Cacing dari Pangalengan

Must Read

DI balik sejuknya hawa perbukitan Desa Margamekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, terdapat kisah luar biasa dari seorang perempuan tangguh bernama Ibu Lilis. Berawal dari halaman belakang rumahnya yang dipenuhi limbah organik peternakan, kini namanya dikenal luas sebagai pelopor budidaya cacing sukses yang mampu menembus pasar ekspor dan industri nasional.

Desa Margamekar menjadi saksi perjuangan seorang ibu rumah tangga yang tak segan bergelut dengan tanah dan bau tak sedap demi masa depan yang lebih baik. Ketika sebagian besar orang memandang cacing sebagai makhluk menjijikkan, Lilis justru melihatnya sebagai peluang emas.

Menggali Emas dari Tanah

Usaha budidaya cacing Lilis dimulai tanpa modal besar, tanpa alat canggih, dan tanpa pengalaman yang mumpuni. Hanya berbekal ketekunan dan rasa ingin tahu, ia mengubah tumpukan tanah lembap menjadi ladang rezeki yang tak disangka-sangka. Cacing hidup, cacing kering, hingga bubuk cacing kini menjadi produk unggulannya yang dipasarkan ke berbagai sektor—mulai dari farmasi, pertanian, hingga kosmetik.

“Awalnya banyak yang mencibir, bahkan keluarga pun ragu. Tapi saya jalan terus,” ujar Lilis dengan senyum bangga.

Membalik Pandangan, Membangun Peluang

Perjalanan Lilis bukan sekadar cerita ekonomi. Ini adalah kisah bagaimana keberanian untuk melangkah keluar dari zona nyaman bisa membawa perubahan besar. Ia menantang anggapan umum bahwa pekerjaan bernilai harus selalu berbau kantor dan dasi. Lewat cacing, Lilis membuktikan bahwa sesuatu yang dipandang sebelah mata bisa menjadi tambang emas—asal ditekuni dengan serius.

Yang menarik, proses budidaya cacing juga memiliki dampak ekologis yang positif. Cacing menjadi pengurai limbah organik yang menyuburkan tanah dan memperbaiki struktur lahan pertanian. “Lingkungan kami sekarang jadi lebih sehat dan produktif,” jelasnya.

Menjadi Sosok Panutan di Tengah Komunitas

Setelah usahanya berkembang, Lilis tak berhenti di titik aman. Ia rajin mengikuti penyuluhan, menggandeng lembaga pembiayaan seperti Amartha, dan belajar pemasaran digital. Dari sinilah ia mulai memproduksi olahan cacing yang lebih bernilai tambah dan siap ekspor.

Kini, ia tak hanya menjalankan usaha sendiri, tetapi juga mempekerjakan dua orang karyawan dari warga sekitar. “Bagi saya, kesuksesan itu bukan cuma soal uang. Tapi juga tentang bisa bantu orang lain berkembang,” ungkapnya.

Peran Lilis kini lebih besar dari sekadar pelaku UMKM. Ia kerap diundang untuk berbagi pengalaman, menginspirasi warga desa lain untuk memanfaatkan potensi lingkungan mereka. Tak jarang, ia juga diminta melatih kelompok ibu-ibu yang tertarik menekuni usaha serupa.

Dari seorang ibu rumah tangga biasa, Lilis menjelma menjadi ikon wirausaha berbasis lingkungan yang memadukan nilai ekonomis dan keberlanjutan. Semangatnya menyala dari setiap kalimat yang diucapkannya: bahwa semua orang punya peluang yang sama untuk sukses, asal mau bekerja keras dan terus belajar.

Kisah Lilis adalah bukti bahwa tanah dan lumpur bukan hanya tempat berpijak, tapi bisa menjadi ruang hidup dan harapan. Dalam dunia yang kerap memuja instan, perjuangannya mengingatkan kita pada nilai-nilai lama yang tetap relevan: ketekunan, keberanian mengambil langkah pertama, dan kepercayaan pada proses.

Tak banyak yang mau menyingsingkan lengan untuk pekerjaan yang kotor. Tapi bagi Ibu Lilis, justru dari sanalah kemuliaan dan martabat itu muncul—perlahan namun pasti.

Menggali Potensi Wakaf Uang untuk Mewujudkan Keadilan Sosial

Oleh Achmad Fauzi | Anggota BWI DKI Jakarta, Anggota LPCRPM PP Muhammadiyah WAKAF merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak...
spot_img

More Articles Like This