Senin, Februari 24, 2025
No menu items!

Di Bawah Pohon Rindang (10): Pertemuan Rahasia Kedua

Must Read

Oleh: Dwi Taufan Hidayat

Keesokan harinya, kabar tentang kemewahan Lila yang disembunyikan di balik utang semakin menyebar. Ibu-ibu yang semula mengagumi Lila mulai meragukan keberhasilannya. Namun, Lila mencoba untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan kegelisahannya di depan orang lain. Ia memutuskan untuk lebih berhati-hati dalam berbicara dan berinteraksi, meskipun perasaan cemas dan takut terus menghantuinya.

Di tengah kebingungannya, Dina semakin agresif dalam mengeksploitasi situasi ini. Ia mengamati setiap gerak-gerik Lila, mencoba mencari celah untuk memanfaatkan ketegangan yang ada. Namun, tanpa disadari oleh Dina, langkahnya mulai membangkitkan rasa curiga di kalangan ibu-ibu lainnya, terutama Siska. Siska mulai merasakan bahwa Dina tidak hanya ingin mengungkapkan kebenaran, tetapi juga berniat untuk menghancurkan kehidupan orang lain demi keuntungan pribadinya.

Sementara itu, di luar semua konflik ini, Rani merasa semakin terasing. Suaminya yang semakin sibuk dengan pencalonan walikota menjauhinya lebih jauh. Rani mulai merasa bahwa hidupnya adalah bagian dari permainan politik yang lebih besar daripada sekadar hubungan pribadi. Ia tahu bahwa suaminya tidak setia, tetapi ia tetap berusaha mempertahankan pernikahan mereka demi anak-anak. Ketegangan semakin memuncak saat Rani mendapati bahwa suaminya sering meninggalkan rumah tanpa memberi penjelasan, semakin sering menemui orang-orang yang tidak dikenal, dan bahkan terkadang terlambat pulang.

Namun, yang paling mengejutkan terjadi ketika Dina menemukan sesuatu yang sangat berharga untuk mengguncang dunia Lila. Dina secara tak sengaja memergoki suami Lila tengah bertemu dengan seorang wanita muda di restoran mewah. Mereka duduk berdua, berbicara dengan mesra, jauh dari perhatian publik. Dina yang menyaksikan ini merasa bahwa ia telah mendapatkan bukti yang tak terbantahkan, dan kini ia memiliki senjata pamungkas untuk menghancurkan Lila.

Tak butuh waktu lama bagi Dina untuk menyebarkan gosip ini. Ia bercerita kepada ibu-ibu lainnya tentang apa yang ia lihat, menggambarkan bagaimana suami Lila bertemu dengan wanita muda itu seolah-olah mereka memiliki hubungan yang lebih dari sekadar teman. Suasana di sekolah pun semakin tegang, dan gosip tersebut menyebar lebih cepat dari yang Dina duga.

Lila, yang mengetahui bahwa gosip tersebut telah menyebar, merasa dunianya hancur. Ia tahu bahwa ini bukan hanya tentang politik atau kemewahan yang ia pamerkan, tetapi tentang kepercayaan yang telah rusak dalam hidupnya. Ia merasa dihianati oleh suaminya, yang selama ini selalu menjadi sandaran utamanya. Kepercayaan dirinya yang semula tinggi kini terpuruk, dan ia tidak tahu bagaimana cara menghadapinya.

Malam itu, Lila memutuskan untuk menemui suaminya. Dengan hati yang penuh pertanyaan dan perasaan yang kacau, ia menghadapinya di ruang keluarga. “Aku melihatnya. Aku tahu kamu bertemu dengannya. Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Lila dengan suara bergetar.

Suaminya, yang terlihat terkejut namun tidak merasa bersalah, hanya menghela napas panjang. “Lila, ini semua untuk kampanye. Aku bertemu dengan wanita itu untuk urusan politik. Tidak ada yang lain.” Namun, Lila bisa merasakan bahwa jawabannya tidak sepenuhnya jujur. Ada yang tidak beres, dan ia tahu itu.

“Jika itu hanya urusan politik, mengapa kamu begitu dekat dengannya?” tanya Lila dengan nada yang lebih tajam. Hatinya semakin teriris, tetapi ia mencoba untuk tetap tenang. “Kamu tidak tahu betapa sakitnya melihat semua ini, melihat bahwa kamu lebih fokus pada politik daripada pada keluargamu.”

Suami Lila terdiam, tak bisa memberikan jawaban yang memadai. Ia tahu bahwa ia telah terjebak dalam jaring-jaring ambisi dan politik yang membuatnya semakin jauh dari keluarga dan kehidupan rumah tangganya.

Siska, yang selama ini berusaha menenangkan keadaan, merasa bahwa kini saatnya untuk berbicara lebih tegas. Ia mendekati Lila dan Rani, mencoba memberi mereka perspektif yang lebih jelas. “Lila, Rani, kehidupan ini tidak hanya tentang memenangkan sesuatu yang tampaknya menjanjikan, tetapi tentang menjaga hubungan yang benar-benar penting,” kata Siska dengan bijak. “Politik dan ambisi hanya akan menambah beban pada hati kalian jika kalian tidak bisa mengelolanya dengan bijak.”

Namun, bagi Lila dan Rani, kata-kata Siska terasa semakin berat. Mereka tidak bisa menahan perasaan kecewa terhadap suami mereka yang selama ini mereka percayai. Rani, yang awalnya merasa kasihan pada Lila, kini mulai merasakan bahwa mereka berdua berada dalam situasi yang hampir sama. Keduanya terjebak dalam kehidupan yang dipenuhi oleh kebohongan, ambisi, dan ketidaksetiaan.

Di bawah pohon rindang, yang dulu menjadi tempat berkumpul penuh tawa, kini hanya ada kesunyian yang mendalam. Ketegangan yang ada semakin tak terhindarkan. Ibu-ibu yang dulunya menghabiskan waktu bersama, kini lebih memilih untuk menghindar dan membiarkan masalah mereka masing-masing terpendam. Lila dan Rani, yang tak lagi bisa bertahan dalam dunia penuh kepalsuan ini, mulai berpikir untuk mengambil langkah besar—entah itu untuk melawan atau melepaskan diri dari semua ini. (Bersambung)

Istri Syeikh Ibnu Hajar: Antara Zamzam dan Dinar (14)

Batas yang Tak Terlihat Oleh: Sugiyati Suara itu menggema, seolah datang dari seluruh penjuru gua yang gelap. Setiap kata yang...

More Articles Like This