Minggu, Maret 16, 2025
No menu items!
spot_img

Di Zaman Umar bin Khattab Salat Tarawih Sampai Subuh: Yang Dibaca Surat al-Anfal sampai Al-Sajadah

spot_img
Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Pada masa Khalifah Umar Bin Khatttab, tepatnya pada Ramadan tahun ke-13 Hijrah, salat malam sangat lama, sampai subuh.

Ahmad Zarkasih Lc, dalam bukunya berjudul “Sejarah Tarawih” mengatakan salat tarawih lama dan panjang karena bacaan yang panjang.

Ibn Syabah dalam kitab sejarahnya tentang kota Madinah (Tarikh al-Madinah) meriwayatkan sebuah temuan yang menceritakan bahwa surat yang dibaca oleh imam pada masa Umar bin Khattab itu adalah surat-surat Al-Mi’un; yakni antara surat al-Anfal sampai surat al-Sajadah.

Karenanya wajar jika kemudian beberapa jemaah membawa tongkat untuk menopang mereka berdiri dalam salat. Bahkan ada yang mengikat dirinya dengan tali yang disambungkan ke atap agar tetap berdiri di waktu mereka sudah kelelahan.

Pada era Umar itu salat di malam Ramadan memang mulai berubah dibandingkan pada zaman Rasulullah SAW maupun di zaman Khalifah Abu Bakar.

Pada awalnya, salat di masjid Nabawi ramai dengan bacaan banyak imam. Jamaah berpencar-pencar. Orang berpindah dari satu imam ke imam yang lain; sesuai dengan bacaan A;-Qur’an yang ia suka. Pada akhirnya, terjadi semacam kompetisi tidak tertulis tentang imam-imam “dadakan” di masjid Nabawi guna menarik perhatian makmum. Masjid pun menjadi gaduh dan bising.

Kondisi ini tidak disukai Umar. Beliau akhirnya membuat kebijakan baru untuk menyatukan seluruh jamaah dengan satu imam. Tidak lagi berpencar-pencar.

Umar kemudian menyatukan seluruh jamaah di masjid menjadi satu jamaah yang banyak dan dipimpin oleh satu imam. Imam yang dipilih untuk salat malam Ramadhan kala itu adalah Ubai bin Ka’ab ra.

Selain Ubai, dalam Mushannaf Abdurrazaq (salah satu Kitab hadis), disebutkan bahwa Umar juga memerintahkan Tamim al-Dariy untuk jadi Imam. Artinya di dalam masjid Nabawi, ada dua imam dengan satu jamaah, yakni Ubai bin Ka’ab dan Tamim Al-Dariy. Yang teknisnya, Tamim al-Dariy menggantikan Ubai bin Ka’ab di sisa setengah pelaksanaan salat malam Ramadhan di masjid Nabawi.

Selain itu, Khalifah Umar juga membuatkan jamaah salat malam Ramadan khusus untuk perempuan. Beliau menugaskan salah seorang sahabat, Sulaiman bin Abi Hatsmah, untuk menjadi imam.

Selanjutnya, Khalifah Umar juga mengubah format salat qiyam Ramadhan. Perubahan itu mengarah kepada format yang lebih memudahkan dan tidak melelahkan baik bagi imam ataupun bagi makmum.

Lama waktu salat pun ikut berubah. Itu diawali dengan perubahan jumlah ayat yang dibaca; karena memang itulah sebab lamanya salat.

Khalifah Umar memerintahkan imam-imam salat yang dipilih itu untuk membaca ayat al-Qur’an dalam satu rakaat hanya 50 sampai 60 ayat.

Dalam perkembangannya berikutnya, Umar juga memerintahkan para imam membaca dalam satu rakaat hanya 20 sampai 30 ayat saja.

Hal ini tentu saja memangkas waktu salat menjadi lebih cepat dari sebelum-sebelumnya. Bahkan dari kitab yang sama juga, Imam al-Marwadzi meriwayatkan bahwa salat di zaman Umar akhirnya menjadi sangat ringan karena mereka masih sempat istirahat dan tidur setelah isya sekitar seperempat malam. Dan 2/4 mereka gunakan untuk salat dan di ¼ terakhir mereka bisa santap sahur.

Dan jumlah ayat yang dibaca pun berkurang, dengan jumlah rakaat yang ditambah. Untuk kali ini, ayat yang dibaca dalam satu rakaat hanya 5 sampai 6 ayat. Dan jumlah rakaat bertambah menjadi 18 rakaat Qiyam Ramadhan yang sebelumnya 8 dan juga 13 rakaat.

Ini proses yang dilalui orang umat Islam ketika Umar ra menjabat sebagai khalifah. Dari mulai salat yang lama dan panjang dengan jumlah rakaat yang sedikit. Lalu kemudian menjadi salat malam yang ringan dengan jumlah rakaat yang lebih banyak.

spot_img

Cerita Sejarah: Pawai Pelajar Kutoarjo 1949, Gema Semangat Juang yang Menggetarkan

JAKARTAMU.COM | Pada 19 Oktober 1949, di tengah suasana yang masih dipenuhi ketegangan pasca Agresi Militer Belanda II, sekelompok...

More Articles Like This