Oleh: Dwi Taufan Hidayat, Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PCM Bergas Kabupaten Semarang
Di fajar Jumat yang suci dan terang,
Kami bersimpuh dengan hati lapang.
Ya Allah, ampunilah dosa kami,
Orang tua, keluarga, dan sahabat sejati.
Berikan umur yang penuh berkah,
Sehat wal afiat, jauh dari resah.
Tuntunlah langkah di jalan lurus,
Jalan yang Kau ridhoi, jalan yang tulus.
Jadikan kami hamba bersyukur,
Tak lalai nikmat-Mu, tak ingkar takbur.
Anugerahkan dunia yang penuh cahaya,
Akhirat yang damai tanpa nestapa.
Lindungi kami dari siksa neraka,
Dari fitnah dunia yang menggoda jiwa.
Jauhkan bencana, fitnah yang hina,
Dari kubur kelam hingga akhir masa.
Saat tiba panggilan-Mu nanti,
Cukupkan bekal, kuatkan hati.
Tutup hidup kami dalam sujud,
Husnul khotimah, akhir yang kudus.
Ya Allah, di bawah ridho-Mu,
Izinkan kami bertemu dengan-Mu.
Menatap wajah Nabi tercinta,
Dalam surga-Mu, selamanya.
Lepaskan dan Bebaskan Hati dari Belenggu Dunia
Wahai saudaraku, dengarlah seruan,
Dunia memikat, penuh godaan,
Kilauan harta, tahta, dan sanjungan,
Namun fana, lenyap, dan berkesudahan.
Cinta dunia, belenggu jiwa,
Mengikat hati dalam nestapa,
Terbuai nikmat yang sementara,
Lupa pada Sang Pemilik Semesta.
Namun ada, jiwa yang sadar,
Tak tergoda oleh gemerlap liar,
Melepaskan dunia, meraih cahaya,
Ridha Ilahi, tujuan mulia.
Zuhud bukan menjauhi dunia,
Namun hati tak tunduk padanya,
Tak tamak pada harta yang fana,
Tak sombong kala dipuja.
Keyakinan teguh di dalam dada,
Bahwa rezeki ada di tangan-Nya,
Takkan berkurang, takkan sirna,
Sebagaimana janji-Nya nyata.
Saat musibah mengetuk pintu,
Tak ada ratap, tak ada ragu,
Karena hati telah terbebas,
Dari cinta dunia yang melepas.
Pujian dan cela tak lagi berarti,
Karena kebenaran lebih dihargai,
Tak mencari ridha manusia,
Jika murka Allah jadi harga.
Saudaraku, lepaskan belenggu,
Biarkan hati menggapai restu,
Hidup sederhana, hati bersih,
Mencari surga yang abadi.
Ya Allah, karuniakan kami,
Zuhud yang lurus, iman sejati,
Agar dunia tak menipu kami,
Dan akhirat tempat kembali.
Cermin Tanpa Suara
Dunia kini panggung megah,
di mana manusia berjalan resah.
Tak ada kata, tak ada bicara,
namun makna menusuk sukma.
Langkah-langkah tanpa peduli,
diri sendiri yang paling hakiki.
Sopan santun entah ke mana,
digilas ego yang makin buta.
Benar dan salah tak lagi terang,
nurani redup, budi menghilang.
Mata menatap, hati membisu,
derita sesama tak lagi sendu.
Mengalah seolah kehinaan,
berbagi terasa beban pikiran.
Empati pun kini langka,
seperti embun di tanah gersang.
Mungkin ini hanya kisah biasa,
sebuah film tanpa suara.
Namun sadarkah kita semua,
barangkali kitalah perannya?