Oleh: Dwi Taufan Hidayat
Di pagi Ahad nan terang berseri,
kubentang doa setulus hati.
Ya Allah, yang Maha Tinggi,
limpahkan rahmat tak henti-henti.
Lapangkan dada yang penuh beban,
teduhkan jiwa dari keresahan.
Sehatkan raga, kuatkan iman,
jadikan hidup penuh keindahan.
Bahagiakan keluarga yang tercinta,
anak-anak shalih, penuh taqwa.
Rezeki mengalir seluas samudera,
tiada henti berkah melimpah.
Mudahkan langkah, luruskan jalan,
cita dan harap Engkau kabulkan.
Jauhkan dari fitnah dan prasangka,
kata yang kasar, hati yang lara.
Lindungi dari segala bencana,
terima segala amal mulia.
Hingga kelak di akhir masa,
Surga-Mu jadi tempatnya.
Aamiin.
Senja yang Pasti Tiba
Seindah mentari di ufuk timur,
Menyinari bumi dengan cahaya tak takzim,
Namun bila senja telah mengetuk takdir,
Gulita datang, sunyi menyelim.
Seberapa megah istana dunia,
Semewah arloji yang melingkar di tangan,
Pada akhirnya tubuh kan bersua,
Dalam selembar kain kafan.
“Setiap jiwa pasti merasakan mati,”
Begitu firman-Nya dalam kitab suci,
Tiada yang kekal, semua fana,
Hanya wajah-Nya abadi selamanya.
Dunia ini bagai bayangan semu,
Semakin dikejar, semakin menjauh,
Namun jika dilepas dengan hati syahdu,
Ia mendekat tanpa keluh.
Persiapkan diri, wahai insan,
Jangan terlena dalam angan,
Hidup ini hanya sekejap perjalanan,
Akhiratlah tujuan yang kekal bertahan.
Perbanyak sujud, lantunkan ayat,
Genggam dzikir dalam tiap jejak,
Agar saat senja terakhir menjelang,
Kita kembali dengan tenang.
Hati yang Terlena
Wahai hati, mengapa kau berpaling?
Mengejar dunia yang tak pernah hening,
Syahwat kau junjung, kebenaran kau asingkan,
Tak sadar nafsu telah jadi tuhan.
Firman-Nya telah mengingatkan,
“Terangkanlah padaku tentang dia,
yang menjadikan nafsunya sebagai ilahnya?”
Namun kau biarkan, tak kau hiraukan.
Layaknya ternak yang makan dan minum,
Mengisi perut, namun lupa jiwa,
Hidup tak lebih dari sekadar gerak,
Lupa Rabb-nya, lupa ibadahnya.
Hati yang sakit tak lagi merasa,
Dosa bertumpuk, nurani tertutup,
Laksana mayat yang tak berdaya,
Tak peduli luka, tak kenal sesal.
Namun hati yang hidup akan tersentak,
Mengingat Allah, lalu menangis,
Beristighfar dalam gemetar,
Tak ingin terjerat lubang yang sama.
Wahai jiwa, jangan kau biarkan,
Racun dunia meracuni iman,
Kembali pada Al-Qur’an,
Obat sejati yang menyehatkan.
Karena cinta kepada-Nya,
Adalah cahaya yang tak terganti,
Menuntun langkah menuju ridha,
Menjadi bekal hingga mati.