Oleh: Dwi Taufan Hidayat
Ya Allah, di fajar yang suci,
terbit cahaya menyapa bumi.
Di hari Sabtu yang Kau muliakan,
kami bersimpuh, mohon ampunan.
Dosa kami, dosa ayah bunda,
sanak saudara, sahabat tercinta.
Luruhkan, ya Rabb, dalam rahmat-Mu,
basuh hati dengan kasih-Mu.
Karuniakan umur yang bermanfaat,
sehat, selamat, penuh syafaat.
Tuntun langkah ke jalan terang,
jalan ridha-Mu yang takkan hilang.
Jadikan kami insan bersyukur,
pada nikmat-Mu yang tak terukur.
Berikan kebaikan dunia akhirat,
hindarkan kami dari siksa berat.
Ya Allah, dengar seruan ini,
dekap kami dalam kasih suci.
Hanya pada-Mu tempat kembali,
rahmat-Mu luas, tiada tepi.
Takdir yang Tertulis di Langit
Lembar hidup terus terbuka,
tertulis takdir dalam aksara,
jejak langkah kita terjaga,
di langit Allah yang Maha Kuasa.
Jika kehilangan menusuk dada,
ingatlah janji-Nya yang nyata,
saat satu pergi tanpa diduga,
rezeki lain datang tak terencana.
Di balik derita ada cahaya,
di balik luka tumbuh bahagia,
karena Tuhan telah bersumpah dua,
“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan.”
Hidup bertanya pada maut,
“Mengapa mereka mencintaku dan takut padamu?”
Maut menjawab tanpa ragu,
“Karena aku nyata, dan engkau semu.”
Takdir bukan sekadar angan,
bukan hanya doa dalam harapan,
ia ditulis dengan kebaikan,
dengan rukuk, sedekah, dan keikhlasan.
Beri sedikit rasa pada akalmu,
agar tak tajam menyayat kalbu,
beri sedikit akal pada hatimu,
agar lurus jalan yang kau tuju.
Ketika derita kau sambut diam,
dan kesalahan orang kau maafkan,
sungguh hatimu telah menyelam,
dalam samudra iman yang menenangkan.
Jangan biarkan resah mengikat,
karena Tuhan Maha Mengatur,
jangan biarkan gelisah menjerat,
karena segala yang ghaib telah terukur.
Tersenyumlah sebelum bahagia datang,
karena syukur adalah kunci terang,
usap air mata dengan harapan,
sebab di ujung duka, ada senyuman.
Takdir setiap insan telah tertulis,
tak perlu cemas, tak perlu menangis,
cukup langkahkan kaki dengan tulus,
hingga catatan akhir terukir manis.
Semoga buku kehidupan kita,
terisi amal, penuh cahaya,
dan saat ajal mengetuk di sana,
tertutup dengan husnul khatimah.
Jangan Mengungkit Pemberian
Seperti embun yang jatuh diam,
begitulah sedekah yang benar tertanam,
tanpa suara, tanpa riak,
hilang di tangan, tersimpan di langit yang lapang.
Namun sungguh malang bagi yang memberi,
lalu mengungkit dengan lisan tak terjaga,
pahala yang semula berseri,
terhapus sia-sia bagai debu di udara.
Allah telah berfirman tegas,
“Jangan batalkan sedekahmu dengan mengungkit dan melukai…”
karena kebaikan yang diikat pamrih,
tak lebih dari batu yang tak memberi manfaat sedikit.
Ikhlas adalah rahasia tertinggi,
memberi tanpa ingin kembali,
seperti matahari yang terus berseri,
tanpa menagih sinarnya kembali.
Maka jangan biarkan lisan menodai,
apa yang hati telah ikhlaskan,
jangan sampai di akhir nanti,
amalmu hilang tak berbekas dalam timbangan.
Bulan Syaban telah mengetuk pintu,
waktunya jiwa bertafakur dalam sunyi,
bermunajat dalam sujud tahajud,
agar hati bersih, bebas dari riya’ yang tersembunyi.
Ya Allah, bimbinglah tangan kami untuk memberi,
dan jaga lisan kami dari menodai,
agar setiap sedekah yang kami niatkan,
tetap abadi, tetap bersinar di akhir zaman.