Dan jelas sejak awal bahwa Trump berencana untuk bergerak untuk memberi energi pada basis itu. Dengan bantuan menantunya, Jared Kushner, menteri luar negerinya, Mike Pompeo, dan pengacaranya, Jason Greenblatt, pemerintahan mulai bekerja untuk melihat bagaimana mereka dapat lebih membantu Israel.
Trump mengakhiri tahun pertamanya menjabat dengan langkah kebijakan luar negeri yang penting untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Keputusan tersebut berbeda dari kebijakan bipartisan selama puluhan tahun bagi presiden AS. Langkah Trump disambut dengan kemarahan dari berbagai segmen masyarakat internasional, termasuk dunia Arab dan Muslim.
Pengusaha yang kini menjadi presiden itu kemudian memanfaatkan langkah ini beberapa bulan kemudian dengan memindahkan kedutaan besar AS di Israel ke Yerusalem.
Pada bulan Maret 2019, ia menandatangani perintah eksekutif yang mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki.
Pergeseran kebijakannya terhadap Israel tidak hanya berfokus pada klaim Israel atas tanah yang diduduki, karena pemerintahan Trump juga menarik diri dari Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa, dengan menyatakan bahwa badan internasional tersebut menunjukkan bias negatif terhadap Israel.
Salah satu langkah terakhirnya yang mendukung Israel adalah dengan menyatakan bahwa produk dari permukiman ilegal Israel di Tepi Barat yang diduduki harus diberi label “Buatan Israel”.
Trump juga bergerak untuk semakin melemahkan posisi kepemimpinan Palestina.
Sebelum mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Trump menutup kantor Organisasi Pembebasan Palestina di Washington. Pemerintahannya juga memangkas dana sebesar $200 juta untuk Otoritas Palestina, badan pemerintahan untuk Tepi Barat yang diduduki.
Setelah meninggalkan jabatan pada tahun 2021, wartawan merilis cuplikan percakapan Trump di Gedung Putih, yang menggambarkan bahwa Trump tampak lebih mencemooh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu daripada Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.