JAKARTAMU.COM | Saudaraku, pernahkah kita berbuat dosa namun tidak merasa bersalah? Bila demikian, kita telah kehilangan sensitivitas hati. Lebih parah lagi, ada yang berbuat dosa namun merasa dekat dengan Allah. Hilangnya sensitivitas hati membuat kita terus berlumur dosa tanpa merasa berdosa.
Orang yang kehilangan sensitivitas hati biasanya membenarkan dirinya dengan alasan seperti: “Ini darurat,” “Tidak enak menolak,” atau “Hanya sekali-kali.” Dari kebiasaan ini, sensitivitas hati semakin terkikis.
Hilangnya sensitivitas hati adalah penyakit berbahaya. Kita merasa baik padahal penuh dosa. Segeralah bertaubat dan berkumpul dengan orang-orang shalih agar hati tetap peka.
Allah berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS Asy Syuraa: 30)
Musibah yang menimpa adalah akibat dosa-dosa kita. Syaikh-syaikh mengatakan, “Aku melihat dosaku pada istriku.” Ini menunjukkan tingginya sensitivitas mereka terhadap dosa.
Jika Allah menghinakan seseorang, maka tak ada yang bisa memuliakannya:
وَمَن يُهِنِ اللهُ فَمَا لَهُ مِن مُّكْرِمٍ
“Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak ada yang memuliakannya.” (QS. Al Hajj: 18)
Meskipun tampak diagungkan oleh manusia, hakikatnya ia adalah orang yang hina.
Kini, banyak yang terang-terangan berbuat maksiat dan bangga memamerkannya di media sosial. Rasulullah bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ
“Setiap umatku akan dimaafkan kecuali yang terang-terangan berbuat maksiat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dosa melemahkan hati, keinginan maksiat meningkat, dan keinginan bertaubat menghilang. Hati yang mati sulit bertaubat, bahkan sering melakukan taubat dusta, tetap terikat pada maksiat.
Semoga Allah mengaruniakan hidayah-Nya agar kita menjaga sensitivitas hati, menjauhi dosa, dan meraih ridha-Nya. Aamiin.
Wallahua’lam bishawab. (Dwi Taufan Hidayat, Penasehat Takmir Mushala Al-Ikhlas Desa Bergas Kidul Kabupaten Semarang)