Sabtu, Maret 22, 2025
No menu items!
spot_img

DPR: Perisai Koruptor, Algojo Rakyat?

spot_img
Must Read

JAKARTAMU.COM | Dalam demokrasi yang sehat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seharusnya menjadi representasi suara rakyat, memperjuangkan kepentingan mereka, dan memastikan hukum ditegakkan demi keadilan sosial. Namun, realitas yang terjadi di Indonesia kerap berbanding terbalik dengan idealisme tersebut. DPR yang seharusnya berperan sebagai pengawas kekuasaan dan penjaga konstitusi, justru kerap terlihat lebih berpihak pada kepentingan oligarki dibandingkan rakyat yang memilih mereka.

Salah satu ironi terbesar dalam lanskap politik Indonesia adalah bagaimana DPR menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Koruptor, tetapi di saat yang sama, mereka dengan mudahnya mendukung kebijakan yang justru memperburuk kehidupan rakyat kecil. Keputusan ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah DPR benar-benar berfungsi untuk kepentingan rakyat, atau hanya sekadar alat bagi para elite untuk mempertahankan kekuasaan dan kekayaan mereka?

Menolak UU Perampasan Aset Koruptor: Benteng bagi Kejahatan

RUU Perampasan Aset Koruptor sejatinya adalah instrumen penting dalam pemberantasan korupsi. Di banyak negara, undang-undang semacam ini telah diterapkan untuk memastikan bahwa aset hasil korupsi dapat disita dan dikembalikan ke negara tanpa harus menunggu vonis inkrah yang bisa bertahun-tahun lamanya.

Namun, di Indonesia, wacana ini selalu terbentur dengan berbagai alasan yang mengada-ada. Sejak pertama kali diusulkan, RUU ini tak pernah benar-benar mendapatkan dukungan serius dari DPR. Alasan yang diberikan pun sering kali tidak masuk akal, mulai dari “mengancam hak asasi manusia” hingga “potensi penyalahgunaan kewenangan.”

Pertanyaannya: apakah hak asasi seorang koruptor lebih penting daripada hak rakyat untuk mendapatkan keadilan?

Yang lebih mengherankan lagi, DPR tampaknya tidak memiliki urgensi dalam memberantas korupsi secara sistemik. Mereka lebih memilih mengamankan posisi mereka sendiri dan membiarkan celah hukum tetap ada agar praktik korupsi tetap bisa berlangsung dengan nyaman.

Ironi: Perampasan Aset Rakyat Justru Dilegalkan

Sementara DPR mati-matian menghalangi RUU yang bisa menyelamatkan uang negara dari tangan para koruptor, mereka justru dengan mudahnya mendukung berbagai kebijakan yang berpotensi merampas aset rakyat kecil.

Beberapa kebijakan yang mereka dorong justru memberikan keleluasaan bagi pemerintah atau pihak swasta untuk mengambil hak-hak rakyat. Misalnya:

  1. Pengesahan UU Cipta Kerja
    Undang-Undang ini dikritik luas karena mengorbankan hak-hak buruh dan membuka peluang lebih besar bagi eksploitasi sumber daya alam yang berdampak buruk bagi masyarakat kecil.
  2. Kriminalisasi Petani dan Nelayan
    Banyak kebijakan yang justru mengkriminalisasi masyarakat adat, petani, dan nelayan yang mempertahankan tanah dan laut mereka dari eksploitasi perusahaan besar.
  3. UU Kesehatan yang Kontroversial
    Alih-alih memperbaiki sistem kesehatan, UU ini justru berpotensi semakin mengkomersialisasikan layanan kesehatan, sehingga akses bagi masyarakat miskin semakin terbatas.

Siapa yang Sebenarnya Dilayani DPR?

Jika kita melihat pola kebijakan yang diambil DPR dalam beberapa tahun terakhir, tampak jelas bahwa mereka lebih berpihak pada pemilik modal, elite politik, dan kepentingan pribadi dibandingkan dengan kepentingan rakyat. Mereka menolak kebijakan yang bisa menyulitkan koruptor, tetapi dengan mudahnya mendukung kebijakan yang menyulitkan rakyat.

Pola ini tidak hanya mencerminkan ketidakberpihakan mereka kepada rakyat, tetapi juga menunjukkan bagaimana DPR telah berubah menjadi institusi yang melayani oligarki.

Kebangkitan Kesadaran Publik: Momentum Melawan

Namun, di tengah kegelapan ini, ada satu hal yang patut disyukuri: semakin banyak rakyat yang sadar akan permainan kotor di balik keputusan-keputusan politik. Media sosial kini menjadi alat utama bagi rakyat untuk bersuara, membongkar kebijakan yang merugikan, dan menekan para wakil rakyat agar benar-benar bekerja untuk kepentingan publik.

Gerakan seperti #BalikinSTY di dunia sepak bola telah membuktikan bahwa tekanan publik bisa membawa perubahan. Kini, saatnya gerakan serupa lahir dalam dunia politik, menuntut DPR untuk benar-benar menjalankan fungsi mereka sebagai wakil rakyat yang sesungguhnya.

Rakyat tidak boleh lagi diam. Jika DPR tidak bisa berubah dari dalam, maka perubahan harus datang dari luar, dari rakyat yang lebih sadar dan lebih berani menuntut hak mereka.

Rakyat Harus Bergerak!

DPR seharusnya menjadi benteng terakhir bagi kepentingan rakyat. Namun, jika mereka justru menjadi perisai bagi para koruptor dan algojo bagi rakyat kecil, maka legitimasi mereka harus dipertanyakan.

Menolak RUU Perampasan Aset Koruptor tetapi mendukung kebijakan yang menyengsarakan rakyat bukan hanya sebuah ironi, tetapi juga sebuah pengkhianatan.

Kini, pertanyaannya bukan lagi “Mengapa DPR seperti ini?” tetapi “Sampai kapan rakyat akan membiarkan ini terjadi?”

Saatnya rakyat bergerak. Saatnya rakyat bersuara lebih keras. Jika DPR tidak berpihak pada kita, maka kita yang harus mengingatkan mereka bahwa kekuasaan sejati ada di tangan rakyat. (Dwi Taufan Hidayat)

spot_img

Gubernur Jabar Beri Kado Lebaran: Hapus Tunggakan Pajak Kendaraan Rp30 Triliun

JAKARTAMU.COM | Gubernur Jawa Barat mengumumkan kebijakan penghapusan tunggakan pajak kendaraan bermotor sebagai kado Lebaran bagi warga Jabar. Konon...

More Articles Like This