BALI, JAKARTAMU.COM | Empat tokoh agama memberikan pesan penting dalam acara Muhammadiyah Youth Interfaith Leaders Programme (MY ILP) yang digelar di Bali. Mereka sepakat bahwa keberagaman di Indonesia harus dirawat dengan baik. Agama, menurut mereka, tidak boleh menjadi sumber konflik identitas, melainkan harus menjadi penyulut semangat persaudaraan dan persatuan.
Keempat tokoh yang hadir adalah Wakil Menteri Kependudukan dan KB, Prof. Ida Bagoes Gede Yudha; Ketua Umum Permabudhi, Prof. Dr. Philip Kunjoro Widjaja; Sekretaris Umum Persatuan Gereja Indonesia, Pdt. Darwin Darmawan; serta Sekretaris Komisi Kepemudaan KWI, Romo Frans Kristi Adi Prasetya.
Prof. Dr. Philip Kunjoro Widjaja menyampaikan bahwa umat beragama harus mampu keluar dari pola pikir yang sempit dengan membuka diri kepada orang lain.
“Pesan kami adalah kita harus mampu keluar dari kotak yang kita bangun sendiri. Caranya, ubah mindset yang tertutup menjadi mindset yang terbuka. Tentu syaratnya dengan memperluas pergaulan. Jangan karena berbeda, kita enggan berteman atau berinteraksi,” tegasnya.
Prof. Ida Bagoes menekankan pentingnya pemahaman yang benar mengenai keberagaman di Indonesia.
“Pemahaman kebhinekaan kita harus benar-benar lurus, yakni menyadari bahwa Indonesia dibangun atas dasar perbedaan. Perbedaan inilah yang membawa kita menjadi bangsa yang besar,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemahaman ini memiliki konsekuensi, yaitu perlunya memahami tradisi lokal.
“Dengan memahami tradisi, intensitas interaksi akan semakin kuat. Ketika interaksi meningkat, rasa saling menghargai dan menyukai satu sama lain juga akan tumbuh. Sebagai anak bangsa, ini harus kita tanamkan agar Indonesia menjadi lebih maju, kuat, dan berkarakter,” imbuhnya.
Romo Frans Kristi Adi Prasetya mengingatkan bahwa menjalani kehidupan dalam keberagaman dimulai dari introspeksi diri.
“Satu hal yang penting adalah menyelesaikan persoalan diri kita sendiri. Memahami makna Bhineka Tunggal Ika tidak boleh sebatas kognitif, tetapi harus menjadi spirit yang mendorong kita saling memahami dan berinteraksi dengan baik. Agama harus menjadi pendorong untuk membangun relasi positif, bukan alat konflik,” jelasnya.
Pdt. Darwin Darmawan memberikan pesan agar program lintas iman seperti MY ILP dapat mencetak pemimpin bangsa yang aktif memupuk semangat kebhinekaan.
“Sepuluh atau lima belas tahun ke depan, peserta dari program ini harus menjadi pemimpin bangsa yang aktif membangun kebhinekaan. Peran aktif ini hanya bisa dilakukan jika para peserta saling berkolaborasi tanpa melihat perbedaan. Muhammadiyah telah membuka ruang bagi mahasiswa lintas iman untuk berkolaborasi, dan saya berharap ruang-ruang ini terus berkembang,” harapnya.
MY ILP adalah program kerja sama DPP IMM dan Lembaga Kajian dan Kemitraan PP Muhammadiyah. Program ini diikuti oleh 40 peserta dari 18 Universitas Muhammadiyah-Aisyiyah di seluruh Indonesia, dengan didampingi delapan fasilitator dari Korps Instruktur Nasional DPP IMM. Tujuannya adalah membangun pemimpin muda lintas iman yang mampu menjaga dan memperkuat keberagaman Indonesia.