Jumat, April 18, 2025
No menu items!

Fatahillah Sang Pemenang (10-Tamat): Deklarasi Kemenangan

Must Read

EKSPEDISI militer disiapkan Fatahillah. Langkah  mengkoordinasikan Pasukan Khusus Berkuda – Angkatan Darat yang bermarkas di Demak  dan Satuan-satuan Tempur Laut yang berpangkalan di Jepara dimulai.

Sementara gerakan intelijen telah memasuki kawasan sasaran yakni Bandar Sunda Kelapa dan sekitarnya, terutama di bagian hulu dan tengah sekitar Sungai Ciliwung.

Di salah satu desa pinggiran Sungai Ciliwung, Muhammad Firman alias Pada telah bersalin rupa. Sebagai intel, sehari-hari ia adalah mubalig yang musafir. Berpindah -pindah tempat tinggal dan kawasan tabligh. Nama alias dari Muhammad Firman begitu banyak untuk penyamaran.

Rupanya ia menyulap dirinya dengan fashion ala pangeran. Ternyata banyak penduduk sepanjang Ciliwung bersembah dada.

Ia segera akan mempraktikkan kemampuan berbahasa Sunda, meski terbatas dan terbata-bata.

Agar  lebih mudah diterima di kawasan Pajajaran di selatan Sunda Kelapa, aku harus memalsukan diriku sendiri, begitu gumam Pada alias Muhammad Firman.

Hamparan sawah, di kanan-kiri Sungai Ciliwung menguning, menunggu dipanen. Perbukitan yang berhiaskan jalanan diapit sungai -sungai berair jernih, berhiaskan empang-empang yang dipenuhi ikan, hampir sulit ditemui di Tuban.

Firman tak pernah menjumpai keseburan tanah dan keindahan pemandangan,  kejernihan air serta kesejukan udaranya belum pernah ditemukan  Demak dan Tuban.

Logat bahasa penduduknya, bagai suara nyanyi saja. Rata-rata para wanitanya berkulit kuning Langsat, bersih bersinar.

Pada alias Muhammad Firman bersyukur dan menikmatinya. Mungkin saja, Tuhan menciptakannya seraya tersenyum, begitu canda Firman.

Tibalah di desa Ciliwung, Firman disambut Kepala Desa.

Kepala Desa Ciliwung :  Betapa sukacita  sekalian kawula di sini mendapatkan kunjungan Gusti Pangeran. Boleh, kami tahu gerangan nama Gusti Pangeran?

Pada alias Firman : Aku Pangeran Adipati Pada. Kami datang dari jauh, dari Jawa sebelah timur. Tepatnya Jepara.

Kepala Desa Ciliwung : (setengah terperangah)…Oh bagaimana mungkin, menurut kabar dari Istana Pakuan, bahwa armada Laut Jepara dan tentara berkuda Demak mulai mengepung Bandar kami, Sunda Kelapa.

(Nah, Muhammad Firman alias Pangeran Pada menggeragap….menyesal telah menggunakan kata Jepara. Padahal, dipastikan kata Demak dan Jepara merupakan sebutan daerah yang sedang dibenci di Tanah Pajajaran, khususnya di Pakuan dan Sunda Kelapa).

Pada alias Firman : Ketahuilah, kau kepala desa, kamu adalah salah satu Pangeran Jepara yang tidak setuju armada laut Jepara dan tentara berkuda Demak menyerang atau melanggar Sunda Kelapa. Maka dari itu, saya berselisih paham dengan Sultan Trenggono Demak dan berbeda jalan pikiran dengan panglima Laksamana Gubernur Fatahillah.

Itulah, karena itulah saya kesini  Melarikan diri ….untuk mengabdi  di bawah kekuasaan Sri Baginda Sedah di Pakuan, untuk melawan bersama-sama menghadapi Demak.

(begitulah “tipudaya” intelijen yang dimainkan Pada alias Muhammad Firman, padahal ia memang sengaja menerobos blokade Sunda Kelapa).

Kepala Desa Ciliwung : Ampun Gusti Pangeran Pada dari Jepara dan Demak yang telah merasuk Islam, hamba dan kawula di sini beragama Hindu dan Budha. Pastinya, Gusti Pangeran Pada adalah orang Islam.

Kami tahu bahwa orang-orang Islam-lah yang menyerbu kami dari laut, sedangkan Gusti sendiri memasuki negeri kami dari darat.

Oleh karena itu, segera mungkin akan hamba kirimkan utusan untuk mempersembahkan kedatangan Gusti Pangeran Pada dari Jepara ini ke Ibukota Pakuan.

Pada alias Firman : Betul betul pak kepala desa, saya sebagai Pangeran Adipati Jepara masuk ke bumi Pakuan ini dari darat tanpa membawa balatwentara. Saya datang sebagai pelarian.

(nampaknya pembicaraan tersebut diperhatikan oleh seorang gadis. Firman-pun sempat memperhatikan gerak-geriknya gadis bermata laksana sepasang bulan kembar, indah dengan bulu matanya, berisi lagi dadanya. Rupanya,  bernama Sabarani, anak Kepala Desa Ciliwung).

Kepala Desa Ciliwung : Kau….ke sinilah Sabarani. Hanya kau yang patut melayani Gusti Pangeran dari Jepara.

(Malam mulai menanjak, bulan bersinar penuh. Alunan musik Sunda menyambut panen tiba mengalun….).

Sabarani : Benarkah yang hamba dengar tadi, pembicaraan ayah dan Gusti Pangeran ?

Pada alias Firman : Mengapa kau tanyakan, Sabarani?

Sabarani : Begini Gusti Pangeran…..ternyata orangtua saya telah sekian hari ini mengirim utusan menghadap ke Istana Pakuan.

Rencananya, begitu panen usau, dipastikan tentara Pajajaran dari Pakuan akan datang, besok atau tak lama lagi.

Gusti, kami memohon…larilah Gusti dan mohon pula bawalah hamba Sabarani ini akan melayani Gusti Pangeran di manapun, kapanpun, ….yang penting Gusti Pangeran  aman dan selamat.

(terdengar di luar rumah kepala desa : Hai…kepala desa, mana  pangeran Jepara itu…..begitu teriakan mengeras, segera Sabarani menarik tangan Pada alias Muhammad Firman si Pangeran Jepara yang gadungan itu. Sambil menyambar bungkusan titipan Gusti Ratu Aisah buat Wiranggaleng, …mereka lari setelah memadamkan pelita, menuju belakang rumah langsung menuruni tangga, sampailah di bibir Sungai Ciliwung)

Sabarani : Gusti, naik….naik segera ke rakit ibu. Ayo jalan rakit.Ayo lari !!!

(tanpa bicara lagi, gadis cekatan ini meluncurkan rakit ke hilir. Pada alias Firman baru menyadari keterkejutannya. Terlongok-longok seperti kerbau dungu. Nongkrong di atas rakit, sementara Sabarini terus bergerak menyorong rajut menghilir dibawa air derasnya Ciliwung).

Pada alias Firman : Sudah jauh…..Sabarini. Berhentilah. Berhentikan rakit ini.

Sabarani : Belum, Gusti. Kita masih bisa dikejar Pasukan Pakuan.

Biarlah saya belum lelah. Tenang saja Gusti Pangeran ..Kemanapun Gusti pergi, saya akan menemani dan melayani Gusti Pangeran.

Pada alias Firman : Sabarani, terima kasih ..ya atas pertolonganmu. Nampaknya keselamatan ku menjadi kepentingan mu.

(malam kian gelap, menggelap disepanjang Ciliwung di dirimbuni semak dan pohon besar disepanjang alirannya. Bintang-bintang menghiasi langit biru nan jernih, berkedip-kedip seperti hatiku, Firman membatin.

Rakit terus didayung dalam kegelapan, meluncur lancar. Nampaknya Sabarani sudah amat mengenal alur Ciliwung. Rakit tenang melaju, setenang wajah  Sabarani yang rupawan.

Benarkah Tuhan, langkahku ini.Tuhan telah mengirim gadis asing laksana bidadari dan mempertemukan denganku dengan cara seperti ini. Untuk selamakah, ya Tuhanku ?)

Pada alias Firman : Sabarani, sampai di manakah rakit ini terus menghilir ?

Sabarani :Sunda Kelapa, Gusti….

Pada alias Firman :  Sunda Kelapa? Berarti kita memasuki daerah okupasi Demak. Bersediakah kau Sabarani masuk Islam?

Sabarani : Semua terserah Gusti Pangeran. Saya mengikuti Gusti Pangeran saja.

(Pada alias Muhammad Firman menulis surat kepada Wiranggaleng di Trengganu Malaka… Semoga 3 pekan lagi sampai di alamatnya.:

Kakang Wiranggaleng, armada Jepara dan pasukan berkuda Demak telah memblokade Bandar Sunda Kelapa dari darat dan laut.

Perdagangan dan kesibukan bandar jatuh. Kapal-kapal kecil menjauh dari bandar dan bandar kedua Pajajaran di Cimanuk pun berbondong-bondong menerobos ke Panjang Lampung, meloloskan diri dari blokade.

Dalam.wakru tiga hari, pertahanan Sunda Kelapa jatuh karena kekuatan pasukan Pajajaran terlalu kecil yang menjaganya. Menghadapi belasan ribu kekuatan tentara Demak dan Jepara, tentara Pajajaran mundur ke pedalaman.

Tampaknya Fatahillah sendiri yang memimpin pendaratan. Tugu prasasti perjanjian Sunda Kelapa -pun dirobohkan.

Melihat bala tentara Pajajaran menarik diri ke pedalaman, segera Fatahillah memerintahkan penghentian pengejaran  Perlawanan Pajajaran patah dan terpaksa Sunda Kelapa dilepaskan. Penumpasan kerajaan Hindu di Jawa bagian barat berlangsung sukses.

Tanpa bandar laut, yakni Banten, Sunda Kelapa dan Cimanuk, dipastikan  Pajajaran jatuh dengan sendirinya. Pesisir Tanah Jawa harus dikawal, begitulah khotbah Fatahillah

Pada pekan berikutnya, Portugis -pun akan memasuki Sunda Kelapa, namun Fatahillah telah bersiap diri, baik di darat maupun di laut.)

Fatahillah : Lempar….tembak !! Nyalakan meriam, luruskan pedangmu !!

(mendapatkan perlawanan dari darat dan serbuan laut, bagai Supit urang maka segera Fransiko De Sa dan kompi pasukan lautnyakocar-kacir, terbirit-birit. Tak mungkin dihindari, beberapa puluh pasukan lautnya terjungkal di seberang muara Ciliwung.

Dari muara Sungai Ciliwung juga, tentara Demak bersorak-sorai menyaksikan pasukan Portugis tercerai-berai, terjungkal dan menemui ajal.

Dari teropong Fatahillah.menyaksikan Fransiko De Sa, di biduk kapal, melarikan kapalnya, melego jangkar menjauh dari muara Ciliwung.

Fransisko De  Sa: Siaaaaalan….Gagal kita !! (sambil memandang sedih aka  pantai Sunda Kelapa yang kian menjauh)

Fatahillah : Mereka tak akan datang lagi di tempat ini di mana mereka pernah dikalahkan.

(Di tengah pasukannya, dalam euphoria  kemenangan, nampak bergegas pasukan laut Portugis berlayar ke timur menjauhi pesisir pulau Jawa . Selanjutnya, Fatahillah mengumumkan)

Fatahillah : Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah dan Pengasuh – Bismillahirrohmanirrohim, pada hari ini 22 Juni 1527 Masehi dengan kekuatan yang dilimpahkan-Nya kepada kita, maka telah kita halau imperialis kafir Portugis ke laut.

Insyaallah, mereka tak akan menginjakkan kaki lagi di bumi kita. Sebagai peringatan atas peristiwa kemenangan kita nyatakan:

Bahwa Bandar Sunda Kelapa ini berganti nama menjadi Jayakarta, jaya pada awal dari kami dianiaya, karta untuk selama-lamanya.

Allahu Akbar  !!!

Jusuf Kalla Sentil Hilirisasi Nikel ala Jokowi: Itu Kesalahan Fatal, Dosa!

JAKARTA, JAKARTAMU.COM | Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla akhirnya angkat bicara soal hilirisasi nikel yang selama ini dijual sebagai...
spot_img

More Articles Like This