GARA-gara kedua saudara sepupuan Rodriguez dan Esteban menertawakan meriam lokal di bandar Jepara, mereka terusir. Kemudian mereka berlayar ke jurusan barat daya.
Begitu sampai di pantai Semarang yang dangkal, kedua orang Portugis yang melarikan diri Malaka ini dengan seenaknya sendiri mengikat kapal kecilnya di dermaga Semarang.
Teriakan petugas singgah bandar terdengar Rodriguez dan Esteban: Hei….hei berhenti.
Muncul Babah Lim Mo Han dengan beberapa pengawalnya.
Babah Lim Mo Han: Hei…kalian Portugis ya.. Kalian orang asing di sini. Belajarlah sopan sedikit.
Ingat ya …namaku Lim Mo Han. Aku bisa berbahasa Portugis.
Esteban dan Rodriguez tertegun bersama-sama: Wouuow.. (kemudian Rodriguez yang berbicara duluan).
Rodriguez: Maaf tuan….nama saya Rodriguez. Ini sepupuku, bernama Esteban (sambil membungkuk hormat). Saya senang, tuan berbicara dalam bahasa Portugis.
Lim Mo Han: Hah…(sambil menudingkan telunjuknya). Kalian mau apa ke sini. Kenapa kapal kecilmu membawa meriam. Bisa aku laporkan kepada bos kami yang terhormat Cong Eng Cu.
Nah….untuk sementara, saya terpaksa mengamankan kalian. Musket, meriam dan mesinnya saya tahan juga. Saya sita! Kalian saya tangkap sekarang (seraya memerintah kepada tiga anak buah Babah Lim Mo Han)
Rodriguez: Jangan Tuan….
Tidak bisa …..Kami menolak barang-varang kamu disita. Saya hanya pelancong, tuan.
Lim Mo Han: Nao….Tidak…tidak mungkin, kamu hanya pelancong. Karena di kapalmu ada segala macam logistik. Malah ada senjata, mesin, meriam, peta, kompas, teropong dan….buku-buku.
Kamu terindikasi sebagai bajak laut..!!
Esteban: Lho…kenapa kami dituduh bajak laut. Dilarang masuk pelabuhan (sambil menyeringai).
Lim Mo Han: Kalian menyangkal ….ya. Kalau memang bukan bajak laut, kenapa kalian tidak bergabung dengan armada Portugis di Malaka.
Rodriguez: Ya…ya…sebenarnya kami akan ke Malaka melalui perairan Sumatera tetapi tersesat di Pantai Utara Jawa.
Maaf tuan, bagaimana tuan bisa berbahasa Portugis sebaik itu?
Lim Mo Han: Sudahlah mengaku saja. Kamu saudagar….atau nakhoda kapal?
(serentak itu anak buah Lim Mo Han mulai habis kesabarannya dan..braaak..braak memukul tangan kedua orang Portugis. Aduuuh.., demikian rintih kedua adik-kakak sepupuan Portugis itu.
Babah Lim …menyuruh ketiga anak buahnya minggir. Lalu Lim Mo Han menegaskan: Cukup….cukup!! Sudah…sudah lalu meneruskan interogasinya ).
Lim Mo Han: Sekali lagi saya ulangi ..! Baiklah, kalian tak perlu mengaku. Jelas di kapalmu ada musket dan meriam. Sepertinya kamu pelarian dari kapal Portugis. Jangan pura-pura bodoh.
Aku tahu peraturan perkapalan Portugis. Sementara ini, kalian jangan membuat onar di sini.
Boleh jadi, bos kami – Tuan Cong Eng Cu masih berhati luas, mau menenggang kesalahan kalian.
Penyitaan musket dan meriam tetap kami lakukan. Jadi kalian tak punya pekerjaan, berniat membajak perahu kecil di laut Jawa ini?
Esteban dan Rodriguez (serentak menjawab) : Tidak benar, tuan. Tak ada bukti kami membajak.
Lim Mo Han: Barang bukti? memang kamibtak menemukannya. Bisa saja kalian buang ke laut atau malah kau telan ?
Esteban: (tersinggung dan menahan marah). Rodriguez menimpali : Kami orang Portugis tak biasa membajak laut.
Lim Mo Han: Ha..ha…ha…memang sih…dengan satu, dua orang Portugis tak mungkin membajan. Tetapi dengan satu kapal besar, apalagi satu armada, kalian Portugis bukan lagi pembajak, tetapi perampok negeri orang.
Esteban (menyangkal) : Waaaah itu soal tafsiran. Kami bukan membajak, tetapi berperang !!
Lim Mo Han (tak tahan lagi): Braaak. Tafsiran? Kurang ajar kalian Portugis. Mau membajak atau berperang, terserah itu urusan kalian.
Sekarang ini, di tempat ini, kalian berada di Semarang dalam kekuasaan Kadipaten Tuban. Menurut hukum di Tuban, kalian adalah bajak laut. Akan dihukum kerja paksa sekian tahun, dan berakhir di tiang gantungan. Dihukum mati, tahu….!!!
Mendengar ultimatum Lim Mo Han, nampak Estaban dan Rodriguez lemas, lunglai ….
Rodriguez: Mohon ampun, tuan saya dan adik sepupu saya ini, jangan sampai dihukum mati. Kami siap apa saja, asalkan tidak di tiang gantungan.
Bos Babah Lim Mo Han…muncul dari jarak 10-an meter, kemudian memanggil Lim Mohan dan membisiki sesuatu.
Lim Mo Han: Kepada kami, bos kami Tuan Cong Eng Cu memerintahkan kepadaku. Kamu akan saya hadapkan kepada tiga pilihan mengingat kamu masih muda dan bisa produktif.
Rodriguez: Terima kasih tuan….terima kasih ( membungkukkan badan). Kami siap memilih tawaran tuan.
Lim Mo Han: Pilihan pertama, kalian akan kami jual kepada Malaka. Kalian akan segera naik tiang gantungan, dan kami akan memperoleh uang tebusan.
Pilihan kedua, kalian akan kami serahkan kepada Gusti Adipati Tuban. Kalian tetap saja naik tiang gantungan namun kerja paksa dulu. Kami tidak dapat uang tebusan, melainkan akan diberi penghargaan dan ucapan terima kasih.
Pilihan ketiga, kalian akan kami serahkan kepada orang-orang Arab. Kami akan terima uang banyak, dan kalian harus kerja paksa sampai tua.
Cepat…pilih salah satu!! Tak ada jalan kalian melarikan diri !!!
Esteban dan Rodriguez tetap menyanggah dengan lemah dan beringsut merangkak ke hadapan Tuan Cong Eng Cu di belakang Lim Mo Han: Bahwa mereka berusaha meyakinkan, bukan bajak laut. Hanya ingin travelling sebagai pelancong saja.
Dengan pendek dan berwibawa, Cong Eng Cu menandaskan: Kau jangan mencoba mempermainkan, membodohi kami. Jelas, kalian mata-mata Portugis.
Mendadak sontak, Estaban dan Rodriguez terperanjat dan pucat ketakutan: Mata-mata…? Ampun, tuan…. kami hanya pelarian.
Cong Eng Cu: Nah….kalau memang kalian bukan bajak laut atau mata-mata, baiklah. Bagus….bagus…
Mengapa tak juga kalian berdua menyampaikan kepada kamu tentang …apa ya, misalnya apa rencana Portugis setelah merebut Malaka. Saya tahu, kalian tidak bodoh San tidak akan membodohi kami.
Rodriguez (akhirnya membuka info): Tuan Cong , …ketahuilah bahwa Portugis sedang menunggu tambahan kekuatan armada lautnya di Malaka. Merencanakan akan ke Timur, Bugis, Maluku terutama Ternate dan Tidore.
Cong Eng Cu (terpekik kaget): Ke Maluku, Ah….kenapa begitu cepat!
…..Lim Mo Han menyela: Kamu mau berbohong lagi?
Estaban: Tidak tuan ….Semua awak kapal tahu. Tadinya dimaksudkan akan memberangkatkan empat buah kapal. Tambahan kekuatan yang ditunggu-tunggu, belum datang juga.
Kalau Desember ini, tambahan kapal belum juga tiba, Portugis tetap akan berangkat dengan jumlah kapal dan kekuatan awak kapal yang ada.
Lim Mo Han: Yang benar saja, kalian. Jalur laut mana yang akan mereka lewati.
Esteban: Tentu, Portugis akan menyusuri pantai Sumatra dan Jawa.
Lim Mo Han: Kenapa harus melalui jalur Sumatra dan Jawa?
Esteban: Begini, Tuan. Katanya, hanya para pelaut Jawa yang tahu jalan laut ke Maluku. Karena itu kami jadi tahu kenapa kapal-kapal Jawa selalu berusaha menenggelamkan kapal kami sebelum memasuki perairan Maluku.
Maka dari itu, menurut kami, tidak ada kapal yang berani memasuki Maluku, bangsa apa pun. Tionghoa-pun tidak juga.
Lim Mo Han: Jadi Portugis tahu ya …mereka akan berhadapan dengan kapal-kapal Jawa di Maluku?
Esteban: Portugis tetap bertekad ke Maluku untuk berperang. Kami tidak akan pernah kalah. Memang, orang bilang kami angkuh.
Kenyataannya memang kami belum pernah dikalahkan, baik di laut maupun di darat
Lim Mo Han: Sombong banget kalian. Dasar kau Portugis !!
Kalian pernah menangkap ku di Malaka. Kalian paksa aku bekerja di dapur kapal. Kalian bawa aku ke negeri kalian, diarak di Lisboa. Kucirku kalian tarik-tarik. Tiga tahun aku disiksa, dijadikan budak kalian. Beruntung aku dibeli orang Italia.
Rodriguez: Maaf tuan…saya tidak pernah tahu tentang hal itu.
Lim Mo Han: Sekarang…ya sekarang ini, kalian tahu ..kan? Jelas, kalian hanya bagian dari mereka. Kalian boleh selamat sejak dari Malaka, aman terus di bandar-bandar Pantai Sumatera dan Jawa sebelum tiba di Semarang ini.
Kalian kini adalah tahanan kami. Ternyata kalian mata-nata. Berlagak turis, ternyata menjalankan pekerjaan intelijen.
Cong Eng Cu menyela: Dari siapa kalian merampas kapal ini?
Esteban: Kami membeli, tuan. Kami memesan dari pribumi Malaka.
Cong Eng Cu: Memang, …Portugis tak pernah mencuri. Hanya merampas, menggagahi dan menjajah. Kebiadaban yang tiada tara.
Sudah…sudah .sudahlah , sekarang tugasmu segera membuat arak untuk kami.
Rodriguez: Tuan, terima kasih . Jangankan membuat arak, minuman beralkohol, membuat kapal saja kami bisa.
Lim Mo Han menyahut: hei…hei dasar pembual, sok keras kepala. Ingat ya, jangan banyak cing cong. Jangan banyak bicara.
Ingatlah, kalian orang Portugis kelasi satu yang dapat kemurahan hati terlalu banyak dari Tuanku yang mulia Cong Eng Cu.
Beruntung kalian…
Kami tidak sekejam dan sebiadab bangsa Portugis.
Jika kalian macam-macam, kami tak segan memisahkan kepala dari tubuhmu.
Dah…sana, jalan….!
Senja menjemput Semarang….Matahari mengantar malam tiba. Mempersiapkan pertemuan di Jepara.
Nanti malam tangkapan kedua orang armada Portugis itu akan dibawa ke Jepara. Dihadapkan ke Gusti Ratu Aisah yang menjalin persekutuan diam-diam dengan agen intelijen Tionghoa pro Demak di bawah Pati Unus, di Semarang.
Direncanakan, kedua pelaut Portugis kelasi satu mesin itu akan dipekerjakan di galangan kapal Jepara, pusat angkatan laut Kasultanan Demak.
Bersama tiga puluhan orang Portugis yang dibawa dari Malaka sebagai tawanan Dipati Unus (almarhum), untuk memproduksi kapal sebagaimana cita-cita perjuangan Dipati Unus.