PERTEMUAN rahasia di bilik kiri Masjid Jepara masih berlanjut. Malam mulai turun, seiring desiran angin pantai yang menyejuk di kehangatan diskusi para oposan Sultan Trenggono.
Gusti Ratu Aisah:
Sekali-kali Babah Liem, pegang erat wasiat Dipati Unus! Perkuat Angkatan Laut Demak!! Dengan cara mengembangkan Jepara sebagai pusat galangan kapal.
Jika belum apa-apa takut tenggelam, selamanya tak akan pernah terbit. Kita hadapi bersama.
Babah Liem Mo Han:
Gusti Ratu masih ingat, Senopati Mandala Panglima Tuban, Wiranggaleng yang pernah bersekutu dengan Demak menggempur Malaka?
Sekarang dia sedang diutus sebagai intel oleh Adipati Tuban ke Jepara, Demak dan Banten.
Bagaimana kelak urusan kita ini, kita serahkan kepada Wiranggaleng saja?
Gusti Ratu Aisah:
Ya…ya, saya tahu . Betulkah dia sudah kembali ke desanya, menjadi petani dan orang biasa? Mana masih bisa kalau dia sudah kembali ke desanya akan memimpin pertempuran di laut. Jangan-jangan berlayar pun tak pernah Babah Liem cari tahu tentang dia!
Babah Liem Mo Han :
Maaf beribu maaf Gusti Ratu…..Itu tidak benar. Saya masih ingat, bahwa Wiranggaleng bahkan pernah menjadi komandan gugus tempur laut. Dia diperintah langsung oleh Adipati Unus untuk memimpin pasukan Gabungan Demak- Tuban- Samudera Pasai dan Bugis.
Kalau tidak salah, Wiranggaleng mempunyai ikatan emosional dengan almarhum Adipati Unus. Wiranggaleng, pernah menyatakan bahwa Dipati Unus adalah Gajah Madanya Islam.
Ia pula yang mengangkat, memikul tenda almarhum Adipati Unus waktu mendarat di Jepara dari kapal berbendera Kupu-kupu Bertarung.
Gusti Ratu Aisah:
Percaya, Babah Liem…aku mempercayai kisah Wiranggaleng terkait dengan Adipati Unus itu.
Benarkah yang saya dengar, sekarang ini Wiranggaleng diusir dari Tuban. Betulkah informasi ini?
Babah Liem Mo Han:
Memang kair militernya melesat, sepulang dari Malaka. Armada Laut Tuban bersama Adipati Unus yang terluka. Kemudian Wiranggaleng menjadi Panglima Angkatan Laut Tuban dan Wakil Senopati Manggala Praja Tuban. Menjadi wakilnya Adipati Tuban.
Betul….kemudian memang Wiranggaleng diusir dari Tuban. Dijadikan intelijen Tuban mengamati perkembangan Banten, Jepara dan Demak.
(Malam kian larut… Babah Liem menceritakan pertemuannya dengan Wiranggaleng. Di Malaka, pertama kali terjadi persekutuan Tuban dan Demak, tidak berjalan sepenuh hatinya. Wiranggaleng mengeluhkan kemudian, bahwa kedua kalinya Tuban ditinggal Demak).
Babah Liem meneruskan ceritanya kepada Gusti Ratu Aisah :
Menurut Wiranggaleng, koordinasi dijalankan dan komunikasi taktif diintensifkan di bawah kendali Fatahillah menghadapi operasi intelijen oposan yang dimainkan oleh Aji Yusuf, Gusti Ratu Aisah, dan Babah Liem Mo Han.
Wiranggaleng juga mengatakan ketiga tokoh di luar Istana Demak (Gusti Ratu Aisah, Babah Liem dan Aji Yusuf) masih menyimpan kecurigaan: Bisakah Demak dipercaya dengan Panglima Angkatan Bersenjata barunya yang bernama Fatahillah, yang begitu mudah dipercaya oleh Sultan Trenggono.
Tiba-tiba di luar Kota Jepara, ditempatkan pasukan darat berkuda yang melingkari Jepara.
Untung karena kewibawaan Gusti Ratu Aisah, provokasi pasukan berkuda itu tidak memancing pasukan laut.
Bahkan Wiranggaleng menambahkan kepada Babah Liem: Fatahillah telah mengetahui rencana rahasia kita.
Gusti Ratu Aisah:
Oh….begitu ya Babah Liem. Baiklah kita harus lebih berhati-hati. Lanjutkan informasi mu, Babah Liem.
Babah Liem Mo Han:
Kontra intelijen persekutuan Sultan- Panglima Fatahillah mulai bergerak. Pasukan Demak seakan bergabung dengan Pasukan Tuban-Jeoara – Aceh dan Bugis untuk merebut Malaka dari Portugis. Menurut Wiranggaleng, gerakan pasukan Demak akan tidak ke Utara, ke Malaka utk bergabung pasukan Aceh, Tuban, Jepara dan Bugis, melainkan akan melaju ke Banten untuk menggempur koalisi Pasukan Portugis yang tengah berkoalisi dengan pasukan Banten dan Sundakelapa.
Itulah sebenarnya target Sultan Trenggono dan Panglima Fatahillah untuk mengusir Portugis dari Jawa yang kini mengincar Sundakelapa.
(bersambung)