JAKARTAMU.COM | Pasca-pandemi Covid, seorang sahabat ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah atau PCM yang cukup ternama di Jakarta masih menyempatkan diri hadir pada pengajian bulanan pimpinan persyarikatan. Padahal, kala itu, sedang sakit.
Usai pengajian, ia bercerita bahwa kakinya beberapa hari yang lalu tidak bisa digerakkan. Kami segera menyarankan untuk dibawa ke Rumah Sakit Islam. Ia menolak. Ia memilih untuk berobat alternatif di Cimande, sebuah desa di kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di desa ini memang banyak tukang urut tradisional.
Singkat cerita setelah dari Cimande kondisi malah tidak membaik. Sakitnya semakin parah. Akhirnya ia berobat ke Rumah Sakit Islam. Dokter yang menanganinya memutuskan untuk mengamputasi kakinya. Namun apa daya, kakinya sudah terlanjur parah. Beliau wafat sebelum dilakukan operasi.
Ada juga seorang kenalan yang lain. Bapak ini baru saja pensiun sebagai pegawai negeri. Sang bapak menderita diabetes. Ia disarankan oleh keluarganya untuk berkonsultasi ke dokter di rumah sakit. Beliau menolak. “Lebih nyaman berkonsultasi kepada ahli herbalis,” katanya.
Sang Herbalis memberikan resep jamu kepadanya. Jamu dikonsumsi secara rutin dan lama. Namun lama-lama kondisi bapak ini menurun dan akhirnya dilarikan juga ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit sang bapak didiagnosa oleh dokter mengalami gagal ginjal karena sering mengonsumsi jamu. Tak beberapa lama dirawat akhirnya, beliau meninggal dunia .
Belum lama ini kami berdiskusi dengan seorang kawan tentang seorang dokter senior keturunan Tionghoa yang mempunyai keahlian akupunktur.
Sang dokter membuka praktik bersama rekan sejawat lainnya, para dokter syaraf. Tempatnya di belakang kantor lama Kodim 505 Jakarta Timur samping gereja.
Menurut informasi, pasiennya banyak yang tertangani dengan baik dan akhirnya pulih dari sakitnya. Mereka tetap membuka klinik kedokteran, bukan klinik alternatif atau nama-nama lainnya.
Pada tahun 1915, atau tiga tahun setelah Muhammadiyah berdiri, dari internal organisasi ini muncul kampanye untuk memasyarakatkan penggunaan teknologi kesehatan terbaru, tak hanya untuk menjaga kesehatan, tapi bahkan untuk menjalankan ajaran agama.
Kala itu seorang kader Muhammadiyah menulis kritik dukun sunat Jawa (bong) yang sering dijadikan sebagai petugas untuk mengkhitan anak.
Bong kerap melakukan kesalahan sehingga muncullah berbagai masalah kesehatan pasca-anak dikhitan.
Kami masih merasa khawatir para profesional di bidang kesehatan sedang bertarung dalam pertempuran yang tidak dapat mereka menangkan walaupun sekarang dunia sudah modern.
Orang yang sangat sakit, dan terkadang sekarat, memilih untuk mengabaikan bukti dan keahlian medis dan menjauh dari perawatan yang bisa menyelamatkan nyawa mereka. Sebagai gantinya mereka memilih terapi alternatif nama lain dari yang saya duga dari bentuk bentuk perdukunan, yang mungkin memenuhi kebutuhan emosional mereka, namun hanya didukung oleh sedikit anekdot dan pengalaman pribadi.
Pengertian sederhana dari pengobatan alternatif adalah bentuk pelayanan kesehatan yang menggunakan cara, alat, atau bahan yang tidak termasuk dalam standard pengobatan medis.
Bentuk pelayanan kesehatan ini biasanya disebut sebagai complementary and alternative medicines (CAMs) atau pengobatan pelengkap dan alternatif.
Pengobatan tradisional, pengobatan alternatif yang semakin marak ada di masyarakat tidak menjanjikan kesembuhan untuk penyakit apa pun. Pengobatan tradisional/alternatif yang ada di masyarakat saat ini sebagian besar tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat.
Tidak semua orang berakal sehat walaupun sudah hidup di dunia modern seperti sekarang ini. Sangat amat membantu sekali jika para dokter modern ini, dapat mencerahkan masyarakat selain di ruang konsultasi terbatas di tempat praktik maupun rumah sakit, tapi dokter juga bisa mencerahkan masyarakat lewat mimbar mimbar agama, seperti menjadi khatib untuk khutbah Jumat dan forum-forum pengajian lainnya.