JAKARTAMU.COM | Keris merupakan salah satu senjata tradisional yang memiliki makna mendalam dalam budaya Jawa. Tidak sekadar alat untuk bertempur, keris juga memiliki dimensi spiritual, simbolis, dan filosofis yang sangat kuat. Dalam adat Jawa, seseorang yang mengenakan keris harus memahami aturan penyimpanannya, sebab setiap posisi keris memiliki makna tersendiri.
Keris: Lebih dari Sekadar Senjata
Dalam pandangan masyarakat Jawa, keris bukan hanya benda mati, tetapi dipercaya memiliki energi spiritual yang menyatu dengan pemiliknya. Oleh sebab itu, keris dianggap sebagai bagian dari identitas seorang lelaki Jawa, simbol kehormatan, kebijaksanaan, dan kedewasaan. Keris juga merupakan warisan budaya yang mengandung nilai-nilai luhur, termasuk tata krama dan etika dalam penggunaannya.
Seorang lelaki Jawa mengenakan keris dalam berbagai situasi, baik dalam acara adat, keprajuritan, maupun kehidupan sehari-hari di lingkungan kerajaan atau masyarakat. Namun, yang membedakan adalah bagaimana cara mereka menyarungkan keris, karena setiap posisi memiliki filosofi yang mendalam.

Makna Penyimpanan Keris dalam Budaya Jawa
- Keris di belakang (Nggandong)
Posisi ini adalah yang paling umum digunakan dalam keseharian masyarakat Jawa, terutama bagi abdi dalem dan kaum ningrat. Keris diselipkan di bagian belakang pinggang dengan bilah mengarah ke atas, melambangkan kesabaran, kebijaksanaan, dan niat damai.
Dengan posisi ini, seseorang menunjukkan bahwa dirinya tidak memiliki niat menyerang dan lebih mengutamakan perdamaian.
- Keris di samping (Ngrangsang)
Posisi ini biasanya digunakan oleh prajurit dalam kondisi siaga, tetapi belum dalam keadaan perang. Posisi ini melambangkan kesiapan, kewaspadaan, dan pertahanan diri.
Seorang ksatria yang menyimpan keris di samping siap menghadapi ancaman, tetapi tetap mengutamakan etika dan kehormatan dalam bertindak.
- Keris di depan (Nglabas)
Ini adalah posisi yang sangat jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang Jawa hanya akan menyarungkan keris di depan jika berada dalam situasi genting, seperti ketika akan bertempur atau menghadapi ancaman besar.
Posisi ini melambangkan kesiapan untuk berperang tanpa ragu, karena menunjukkan bahwa pemiliknya telah bertekad bulat menghadapi lawan dengan segala risiko yang ada.
Kesalahan dalam Penyimpanan Keris di Luar Jawa
Karena keris Jawa juga banyak diadopsi oleh daerah-daerah lain, termasuk bekas wilayah kekuasaan atau pengaruh Mataram, banyak orang yang tidak memahami filosofi dalam penyimpanannya. Mereka cenderung menggunakan keris secara asal-asalan, tanpa memahami makna di balik posisi keris tersebut.
Misalnya, di beberapa daerah luar Jawa, ada yang mengenakan keris di depan hanya sebagai hiasan atau kebiasaan turun-temurun, tanpa mengetahui bahwa posisi itu sejatinya melambangkan keadaan siap bertempur. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap simbolisme keris di luar Jawa tidak selalu sama dengan makna aslinya dalam budaya Jawa.
Tentara Kavaleri Mataram: Ksatria yang Siap Berjuang
Dalam potret yang tertampilkan, seorang prajurit Kavaleri Mataram dari awal 1900-an terlihat dalam posisi siap berperang, dengan keris yang disarungkan di depan. Ini bukan sekadar gaya berpakaian, tetapi menunjukkan bahwa dirinya benar-benar berada dalam kondisi siaga tempur.
Sebagai bagian dari tentara Mataram, prajurit seperti ini tidak hanya menguasai ilmu perang, tetapi juga memahami filosofi dan etika dalam menggunakan senjata. Penyimpanan keris di depan bukan untuk gagah-gagahan, tetapi merupakan simbol tekad dan kesiapan dalam menghadapi lawan di medan perang.
Kesimpulan
Dalam budaya Jawa, setiap aspek kehidupan memiliki filosofi yang mendalam, termasuk cara seseorang menyarungkan keris. Memahami simbolisme keris adalah bagian dari memahami nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam tradisi Jawa, seperti kesabaran, kehormatan, dan keberanian.
Dengan memahami makna di balik penyimpanan keris, kita tidak hanya melihatnya sebagai senjata fisik, tetapi juga sebagai bagian dari identitas budaya yang penuh dengan ajaran moral dan spiritual. Oleh karena itu, penggunaan keris tidak bisa dilakukan secara sembarangan, karena setiap posisi membawa makna yang mendalam dalam tatanan kehidupan masyarakat Jawa. (Dwi Taufan Hidayat)