Rabu, Januari 22, 2025
No menu items!

Firasat Tersirat

Must Read

Cerpen Asyaro G Kahean | Redpel Jakartamu.com

Tak seperti biasa! Pagi itu, Bu Aimah merasakan hal berbeda. Ya, sangat berbeda dengan hari-hari lain yang sudah lebih setengah abad dilalui.

Apa yang dirasakan sulit ia ungkap. Sepertinya, ia tak menemukan cara mengungkap. Bahkan, Bu Aimah merasa kehabisan kata untuk mengungkapkan yang dirasakan kini. Perasaan itu seakan malah meremas kalbu.

Maka, Bu Aimah, semenjak selepas waktu subuh, tak jarang mendenguskan napasnya. Kadang, ia harus menarik dalam-dalam udara dari rongga hidung lalu dihembuskannya udara kuat-kuat.

Sedikit sekali kelegaan yang ia rasakan selepas menghembuskan napas itu. Hal lain, kadang ada rasa ingin hendak membenamkan perasaan aneh; Rasa yang muncul di kalbu semenjak menjelang subuh. Malahan, perasaan tak biasa itu kian kuat saja menghunjam di kedalaman benak.

“Ayo, bangun. Bangunlah. Kita shalat subuh di masjid yo. Berjamaah, hem? Bangun, bu. Ayo..,” pinta Pak Santosa kepada istrinya.

Bu Aimah pun membuka mata. Ia tatap sekejap wajah lelaki yang selama ini sebagai pendamping hidupnya. Kemudian, ia menggucak mata sekejap dengan tangan.

Bangun menjelang waktu subuh, bagi Bu Aimah sudah sangat biasa. Ya, semenjak dirinya menikah dengan Santosa, kebiasaan bangun menjelang subuh sudah rutin. Tiga puluh tahunan rutinitas bangun jam-jam seperti ini telah ia lakukan. Jadi, bangun menjelang subuh sudah begitu biasa. Bahkan, hal ini diikuti anak-anaknya.

Untuk pagi kali ini, merupakan awal Bu Aimah merasakan ada hal aneh. Ia juga heran dengan sikap suaminya. Bukankah selama ini Pak Santosa berpendapat untuk perempuan sebaiknya shalat di rumah saja?

Ya! Pak Santosa selama ini hanya membolehkan istri dan anak perempuannya ikut shalat berjamaah di masjid saat digelar tarawih pada Ramadhan. Selebihnya, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.

Pada hari-hari lain, walau Santosa tetap menganjurkan istri dan anak-anaknya agar tetap melaksanakan shalat, namun keluarganya yang berjenis kelamin perempuan dianjurkannya shalat di rumah saja. Dan anjuran ini dipatuhi Bu Aimah.

Maka, tatkala Pak Santosa mengajak berjamaah subuh di masjid, lantas gemuruh hati Aimah berhiaskan tanda tanya. “Lha, tumben amat,” desis Bu Aimah seketika, sembari mengucak-ucakmata kembali. Lalu ia ngulet, lakasana menarik seluruh persendiaan tubuhnya di tempat tidur, untuk menghilangkan pegal-pegal.

Pak Santosa mencoba menyunggingkan senyum seiring tatapan tajamnya ke wajah sang istri. “Tolong ya, jangan ditanya dulu alasannya. Aku ingin, pagi ini kita sama-sama berjalan ke masjid, hem?”

“Aku mandi dululah,” kata Bu Aimah.

“Ya iyalah. Aku juga belum mandi kok,” sahut Pak Santosa. Lalu lelaki berusia dalam 50 tahunan itu ke luar dari kamar menuju kamar lain untuk membangunkan anak laki-lakinya.

Sedangkan Bu Aimah, mengikuti langkah suaminya ke luar kamar. Akan tetapi ia menuju kamar berbeda yakni ke kamar anak perempuannya.

**

Sang surya muncul di permukaan langit bagian timur. Suasana pagi menjadi terhangatkan. Kicau burung berbadan kecil di sebuah pohon ceri yang berada di area pemukiman sederhana itu terdengar beberapa saat.

Bu Aimah kembali mendenguskan napas. Bahkan dari rongga hidungnya menarik udara dalam lalu dihembuskanya kuat-kuat. Dalam kalbunya masih diliputi tanda tanya. Ia belum sempat menanyakan alasan suaminya yang tumben mengajak dirinya berjamaah subuh di masjid.

Sesungguhnya, ada hal di luar tumben itu yang hinggap di perasaannya. Akan tetapi, ia sama sekali tak mampu mengungkap dan menceritakan. Ia juga tak mampu mengilustrasikan perasaan yang kian dirasa kurang mengenakkan kalbu. Bu Aimah, hanya mencoba menenangkan batin. Dikulumnya bibir sendiri. Hingga ujung lidah sekejap tampak menyapu bagian bibir.

Desahan-desahan saja yang sejak subuh mengiringi aktivitas ibu rumah tangga itu. Ada keinginan hendak menceritakan perasaan di balik tumbennya sang suami. Hanya saja, ia tak mengerti hendak memulainya dari mana. Dan, kepada siapa harus menceritakannya? “Hah…!” desisnya pula.

Pikiran Bu Aimah seketika dipengaruhi ajakan pengurus dewan kemakmuran masjid (DKM) kepada suaminya. Ya, begitu turun shalat subuh tadi, sang suami diajak pengurus DKM. Katanya ada salah seorang jamaah tengah sakit parah. Jamaah pun dihimbau ikut menjenguk ke rumah orang yang tengah sakit keras itu untuk bersama-sama membacakan Surat Yasin.

Dalam sepengetahuan Bu Aimah, bila orang sakit keras apalagi napasnya telah terengah-engah memang diajurkan agar dibacakan Yasin. Pembacaan Alqur-an surat ke-36 itu dapat menolong si sakit; Apabila ajal si sakit telah sampai agar cepat dicabut nyawanya. Dan, apabila ajalnya masih jauh, agar lekas memperoleh kesembuhan dari Allah Swt.

Begitulah pemahaman Bu Aimah selama ini. Oleh karenanya, ia yang sudah paham bahwa suaminya tergolong orang berjiwa sosial dan mempersilakan saja diajak pengurus DKM. Untuk diikutsertakan melakukan hal-hal bersifat sosial, termasuk membacakan Surat Yasin seperti itu, sudah menjadi hal yang sering dilakukan Pak Santosa. Dan, Bu Aimah pun ikhlas-ikhlas saja.

Dalam hal kebutuhan ekonomi sehari-hari, Bu Aimah semakin merasakan kian waktu sudah kian membaik. Setidaknya, program usaha yang menghasilkan nilai ekonomi yang ia bangun bersama suaminya sudah berjalan lumayan baik. Malahan, ia dan suaminya telah memasuki masa tunggu untuk keberangkatan berhaji ke tanah suci. Beberapa tahun terakhir, Bu Aimah dan Pak Santosa sudah ikut program tabungan haji.

**

Siang. Matahari tengah garang-garangnya menerpakan sinar. Hawa panas terasa menermbus permukaan kulit. Pada saat sama, suara adzan dari menara masjid mengalun. Suara ajakan menunaikan shalat itu seakan membedah teriknya sinar mentari untuk memasuki area kesejukan jiwa terdalam.

Bu Aimah tertegun mendengar suara adzan kali ini. Bukan siapa-siapa yang adzan, tak lain adalah suaminya. Dalam hatinya bertanya, ke mana bilal yang biasa bertugas adzan, pada siang ini?

Hanya saja, terkait ketiadaan mu’adzin hingga suaminya yang adzan zhuhur kali ini, Bu Aimah tak berpikiran lebih. Ia begitu cepat memungkin-mungkinkan bila mu’adzin alias disebut bilal itu masih ada urusan lain. Oleh karena itulah mungkin suaminya yang adzan ketimbang telah masuk waktu tak ada yang adzan. Heeh….

Hanya saja, Bu Aimah tidak berangkat ke masjid. Ia menunaikan shalat zhuhur di rumah saja. Alasan dia, suaminya tak mengajak dirinya berjamaah di masjid. Ya, tak seperti saat subuh tadi pagi yang begitu terasa tumben.

Tak lama berselang waktu. Jamaah shalat zhuhur turun dari masjid. Mereka bertebaran ke berbagai arah dan tujuan masing-masing. Tak lama kemudian, Pak Santosa tiba di rumah dengan mengucapkan salam.

Sementara, Bu Aimah yang juga baru selesai shalat zhuhur langsung menyiapkan makan siang bagi suaminya. Sambil menyiapkan makanan ke meja makan itulah ia menanyakan ikhwal sang bilal ke mana?

“Oh, dia tadi dapat tugas dari DKM ngantar Pak Marto berobat ke dokter,” sahut Pak Santosa. Yang disebutnya Pak Marto adalah orang yang sempat dibacakan Surat Yasin selepas subuh itu.

“Oh ya, jadi gimana keadaan Pak Marto ya?”

“Alhamdulillah. Katanya sih malah sudah membaik. Malahan sudah pulang kok berobatnya,” sebut Pak Santosa seraya bilang, selepas salam shalat zhuhur sang bilal yang ditugasi DKM itu muncul di masjid dan menceritakan Pak Marto sudah merangsur membaik kesehatannya.

“Oh, syukur Alhamdulillah kalau begitu,” cetus Bu Aimah. Pada saat sama ia ingin mengungkapkan hal yang dirasakan aneh semenjak fajar dini hari. Hanya saja, kembali ia tidak dapat mengutarakannya. Bahkan, serasa ada yang menyangkut di tenggorokan. Ia lalu mengambil segelas air putih dan meminumnya beberapa teguk.

Pada saat sama, Pak Santosa yang semula duduk di hadapan meja makan ngaleos masuk ke kamar. Spontan, Bu Aimah bertanda tanya. “Lho, kok….?” ceplosnya.

“Pak… Lha wong sudah disiapin makannya kok malah masuk kamar. Makan dulu ngapa. Kalau mau istirahat nantilah, makan dulu…,” ucap Bu Aimah lagi setengah merutuk.

Hanya saja tak kunjung ada jawaban dari dalam kamar. Ia hanya mendengar ucapan yang tak begitu jelas dari mulut suaminya. Ya, ucapan itu antara terdengar dan tidak terdengar. Sepertinya ucapan yang menyebut-sebut nama Allah.

Sejenak Bu Aimah menegaskan pendengaran. Keningnya mengerenyit beberapa saat. Ya, tak salah; Suaminya mengucapkan kalimat yang menyebut nama Allah.

Mendengar hal itu, ia pun segera menyusul suaminya ke kamar. Dan betapa ia amat terkejut.
Sang suami tercinta telah terbujur di pembaringan; Terbujur sudah tidak bernapas lagi. Disentuhnya tangan suami, serasa senyap. Begitu juga di bagian leher, telah tiada denyut nadi.

Tangis histeris pun mendadak pecah. Dalam waktu sekejap, tetangga berduyun hadir di rumah sederhana. Rumah yang dindingnya satu rumah dengan rumah lainnya, saling berhimpit.

“Innalillahi wa inna ilaihiraji’un,” tak terbendung terucapkan dari satu mulut ke mulut lainnya.

Seluruh tubuh Bu Aimah seketika itu pun mendadak lemas. Ya, lemas sekali…! Air matanya tumpah ruah disusul air mata anak-anak dan keluarganya yang lain. Di balik kepedihan itu, ada guman tercuatkan dari kalbu Bu Aimah: inilah mungkin jawaban dari keanehan serta perasaan yang tak seperti biasa…!

***

Wamentrans: Pengembangan Ternak Sapi Dukung Swasembada Daging

JAKARTAMU.COM | Wacana pengembangan kawasan transmigrasi untuk pengembangan peternakan sapi mendapat dukungan Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi. Dia...

More Articles Like This