Senin, Maret 10, 2025
No menu items!
spot_img

Forza Gamawijaya (17): Perlawanan yang Tak Padam

spot_img
Must Read

Cerbung: Dwi Taufan Hidayat

Fajar menyingsing di ufuk timur, membasahi hamparan sawah dan ladang di sekitar Kadipaten Ambal dengan cahaya keemasan. Namun, di balik ketenangan pagi, bara perlawanan mulai menyala kembali.

Di sebuah rumah sederhana di tepi hutan, Sanggabumi berdiri di hadapan sekelompok pemuda yang siap bertaruh nyawa demi kehormatan tanah mereka. Mereka adalah sisa-sisa pengikut Gamawijaya, anak-anak muda yang tumbuh mendengar kisahnya, dan rakyat biasa yang muak dengan penindasan Belanda serta pengkhianatan Mangunprawira.

“Kita bukan sekadar membalas dendam,” ujar Sanggabumi lantang. “Kita meneruskan perjuangan yang belum selesai! Gamawijaya mungkin telah gugur, tetapi semangatnya tidak pernah mati!”

Seruan itu disambut dengan pekik semangat. Mereka tahu lawan mereka jauh lebih kuat—pasukan Mangunprawira dan Belanda memiliki persenjataan lengkap, tetapi mereka memiliki sesuatu yang lebih berharga: tekad untuk mempertahankan tanah mereka.

Gerakan di Bawah Bayangan

Perlawanan ini tidak langsung berbentuk peperangan terbuka. Mereka memulainya dengan serangan-serangan kecil, mengincar pos penjagaan Belanda, merampas logistik, dan menyebarkan ketakutan di antara para prajurit kolonial.

Suatu malam, sekelompok pejuang menyelinap ke gudang persediaan di dekat pelabuhan Ambal. Dengan hati-hati, mereka menuangkan minyak ke tumpukan karung berisi gandum dan senjata.

“Pastikan ini terbakar sempurna,” bisik Sanggabumi.

Dalam hitungan detik, api menjilat langit malam. Alarm dibunyikan, para prajurit berhamburan keluar, tetapi semuanya sudah terlambat. Gudang itu meledak dengan suara mengguncang.

Keesokan harinya, kabar ini tersebar ke seluruh penjuru kadipaten. Rakyat yang selama ini diam mulai berani menunjukkan ketidakpuasan mereka. Bisikan tentang kembalinya semangat Gamawijaya semakin santer terdengar.

Mangunprawira yang Terdesak

Di dalam pendapa kadipaten, Mangunprawira berjalan mondar-mandir dengan wajah tegang. Van Hoorn, perwira Belanda yang menjadi sekutunya, duduk dengan wajah merah padam.

“Kau bilang sudah menangkap semua pengikut Gamawijaya, tapi sekarang mereka kembali!” bentak Van Hoorn.

Mangunprawira menghela napas berat. “Aku tak menyangka mereka akan seberani ini. Seharusnya Gamawijaya sudah menjadi sejarah!”

“Tapi kau lupa satu hal,” kata Van Hoorn sambil menyeringai. “Sejarah bisa dihapus… dengan lebih banyak darah.”

Perintah diberikan. Patroli diperketat. Desa-desa yang dicurigai membantu para pejuang digeledah tanpa ampun. Banyak rakyat yang ditangkap dan dipaksa mengaku tentang keberadaan Sanggabumi.

Namun, semakin keras mereka menekan, semakin kuat pula tekad rakyat.

Perang di Ladang Tebu

Pada suatu siang yang panas, pasukan Belanda yang dipimpin langsung oleh Van Hoorn bergerak menuju ladang tebu di barat Ambal, tempat mereka mendengar kabar bahwa Sanggabumi dan kelompoknya bersembunyi.

Namun, begitu mereka memasuki ladang, suasana mendadak hening. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Hanya suara desir angin di antara daun tebu yang bergoyang.

“Siapkan pasukan! Mereka pasti ada di sekitar sini!” perintah Van Hoorn.

Dan benar saja—dalam sekejap, panah-panah beracun meluncur dari sela-sela batang tebu. Beberapa prajurit Belanda tumbang seketika. Dari balik rimbunan, para pejuang menerjang dengan parang dan tombak.

Pertempuran pecah dengan sengit. Sanggabumi berhadapan langsung dengan seorang perwira Belanda, mengayunkan goloknya dengan cepat.

Darah bercipratan. Jeritan terdengar.

Pasukan Belanda yang terbiasa bertempur di medan terbuka kini kesulitan menghadapi taktik gerilya ini. Mereka terpaksa mundur dengan banyak korban berjatuhan.

Hari itu, rakyat kembali memenangkan satu pertempuran kecil. Namun, Sanggabumi tahu ini baru awal dari peperangan yang lebih besar.

Balas Dendam Van Hoorn

Kekalahan di ladang tebu membuat Van Hoorn murka. Ia tak peduli lagi dengan aturan atau cara-cara halus.

“Jika mereka tak mau menyerah, kita buat mereka takut!” katanya.

Maka dimulailah teror di desa-desa sekitar. Rumah-rumah dibakar, orang-orang yang dicurigai membantu para pejuang ditangkap dan dihukum mati tanpa pengadilan.

Namun, tindakan kejam ini justru membuat rakyat semakin marah. Kini, bukan hanya kelompok kecil Sanggabumi yang melawan, tetapi hampir seluruh rakyat Ambal mulai bangkit.

Di tengah situasi ini, ada satu hal yang membuat Van Hoorn dan Mangunprawira semakin tertekan:

Muncul rumor bahwa Gamawijaya masih hidup.

Orang-orang bersumpah melihat sosok berjubah hitam menunggang kuda di tepi hutan. Beberapa mengaku mendengar suara khasnya memberikan perintah kepada para pejuang.

Apakah ini sekadar dongeng untuk membakar semangat rakyat? Ataukah benar, Gamawijaya masih berjuang dalam wujud yang lain?

Mangunprawira tidak tahu.

Tapi satu hal pasti: mimpi buruknya semakin menjadi-jadi.

(Bersambung ke seri ke-18: Rahasia Kain Jimat)

spot_img

Kanada Memiliki Perdana Menteri Baru, Mark Carney: Siapa Dia?

JAKARTAMU.COM | Kanada memiliki perdana menteri baru, Mark Carney. Dia terpilih menggantikan Justin Trudeau. Ia memulai kiprahnya yang pertama...

More Articles Like This