Rabu, Maret 12, 2025
No menu items!
spot_img

Forza Gamawijaya (18): Rahasia Kain Jimat

spot_img
Must Read

Cerbung: Dwi Taufan Hidayat

Malam turun dengan kelam di langit Ambal. Angin yang berembus dari Laut Selatan membawa aroma asin yang bercampur dengan bau tanah basah setelah hujan sore tadi. Di sebuah gubuk tua di tepi hutan, Sanggabumi duduk bersila, memandangi selembar kain kumal yang tergeletak di hadapannya.

Kain itu bukan kain biasa. Ia adalah peninggalan terakhir Gamawijaya.

“Apa benar ini rahasia kekuatannya?” bisik seorang pemuda di sampingnya. Matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.

Sanggabumi mengangguk pelan. “Mbah Begal tak pernah kalah dalam pertempuran, kecuali saat kain ini dirampas darinya. Ada sesuatu yang terkandung di dalamnya. Sebuah rahasia yang belum terpecahkan.”

Para pejuang yang berkumpul di gubuk itu saling bertukar pandang. Mereka tahu cerita tentang bagaimana Mangunprawira berhasil menumbangkan Gamawijaya dengan merebut kain jimat ini. Namun, tidak ada yang tahu pasti apa yang membuatnya begitu istimewa.

“Hanya ada satu orang yang bisa menjelaskan ini,” kata Sanggabumi akhirnya. “Kita harus menemui Kiai Wiryodipuro.”

Penjaga Rahasia di Puncak Karang

Kiai Wiryodipuro adalah sosok tua yang hampir terlupakan. Ia seorang pertapa yang dikenal sebagai penasihat spiritual Gamawijaya semasa hidupnya. Konon, ia adalah orang yang pertama kali memberikan kain jimat itu kepada Gamawijaya.

Perjalanan menuju tempat pertapa itu bukan hal mudah. Mereka harus melewati hutan lebat dan mendaki tebing curam di Puncak Karang, tempat Kiai Wiryodipuro mengasingkan diri.

Setelah dua hari perjalanan, mereka akhirnya tiba di sebuah gua yang tersembunyi di balik rimbunan pohon beringin. Di dalamnya, duduk seorang lelaki tua dengan rambut putih panjang yang tergerai hingga ke bahunya. Matanya tajam meski tubuhnya sudah ringkih.

“Kalian datang untuk menanyakan tentang kain itu?” suara Kiai Wiryodipuro terdengar berat namun penuh wibawa.

Sanggabumi maju dan meletakkan kain jimat di hadapan sang kiai. “Kami ingin tahu, apa yang membuat kain ini begitu istimewa?”

Sang kiai menatap kain itu lama, lalu menghela napas panjang. “Ini bukan sekadar kain. Ini adalah simbol keyakinan dan pengorbanan.”

Ia lalu bercerita tentang asal-usul kain jimat itu. Dahulu, sebelum Gamawijaya menjadi begal pejuang, ia adalah seorang prajurit yang dihormati. Saat bertapa di Gunung Sumbing, ia menerima kain ini dari seorang kiai yang meramalkan takdirnya sebagai pelindung rakyat tertindas.

“Kain ini mengandung doa dan harapan banyak orang,” lanjut Wiryodipuro. “Tapi ingat, bukan kain ini yang memberi kekuatan pada Gamawijaya. Kekuatan sejatinya ada di dalam hati dan keyakinannya.”

Sanggabumi terdiam. Jadi selama ini, Belanda dan Mangunprawira hanya mengira bahwa kain itu adalah sumber kekuatan Gamawijaya? Padahal, yang membuatnya tak terkalahkan adalah tekad dan semangatnya yang tak tergoyahkan?

Bangkitnya Semangat Pejuang

Setelah mendapatkan pencerahan dari Kiai Wiryodipuro, Sanggabumi dan kelompoknya kembali ke perkampungan mereka dengan semangat baru. Kini, mereka tidak lagi terobsesi dengan benda mati. Mereka menyadari bahwa kekuatan Gamawijaya bisa mereka miliki juga—asal mereka memiliki keyakinan yang sama kuatnya.

Malam itu, mereka berkumpul di sebuah lereng bukit yang menghadap ke kadipaten. Obor-obor menyala, menerangi wajah-wajah penuh tekad.

“Kita tidak butuh jimat untuk berjuang!” seru Sanggabumi. “Kita butuh keberanian, persatuan, dan keyakinan bahwa tanah ini milik kita, bukan milik penguasa lalim!”

Seruan itu menggema, membakar semangat semua yang hadir.

Di tempat lain, Mangunprawira yang tengah duduk di pendapa kadipaten merasakan kegelisahan yang makin kuat.

Malam itu, mimpi buruk datang lagi.

Dalam tidurnya, ia melihat Gamawijaya berdiri di depan gerbang kadipaten, tersenyum penuh ejekan. Dan di tangannya… kain jimat yang dulu ia rampas.

Mangunprawira terbangun dengan keringat dingin.

Ia tahu.

Perlawanan belum berakhir.

(Bersambung ke seri ke-19: Akhir Kadipaten Ambal)

spot_img

Kisah Organisasi Yahudi Dilarang di Rusia: Buntut Pembunuhan Alexander II

JAKARTAM.COM | Czar Rusia Alexandr II juga dikenal sebagai Alexander sang Pembebas menjabat 2 Maret 1855 dan dibunuh Konspirasi...

More Articles Like This